Blogger Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender - suryahandayana
YAKIN & BERMANFAAT

Thursday 3 May 2012

Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender

Di Indonesia, perjuangan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan khususnya dalam bidang pendidikan dimulai oleh RA Kartini sejak Tahun 1908. Dalam perjalanan selanjutnya, semangat perjuangan RA Kartini ditindaklanjuti oleh Kongres Perempuan Indonesia tanggal 22 Desember 1928 yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Ibu. Di Era Orde Baru (Orba), pada Tahun 1978 dibentuk Kementrian Urusan Peranan Wanita dalam kabinet.. Kegiatan PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) sebagai organisasi mandiri yang sudah dibentuk sejak 1957, Ideologinya adalah “Panca Dharma Wanita”, yaitu perempuan sebagai pendamping setia suami, ibu pendidik anak, pengatur rumah tangga, sebagai pekerja penambah penghasilan keluarga, dan sebagai anggota masyarakat yang berguna. Semua kewajiban itu dilakukan dalam konteks cara pandang sesuai dengan “kodrat wanita”. Gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Permasalahan Umum Perempuan di Indonesia Permasalahan gender yang didominasi oleh permasalahan di pihak kaum perempuan. Di Indonesia terdapat beberapa hal yang merendahkan harkat dan martabat perempuan sebagai keprihatinan bersama, antara lain seperti: a. Masih banyak peraturan perundang-undangan yang diskriminatif terhadap kaum perempuan terutama di tempat kerja dan tingkat upah/gaji. Contoh: Undang-undang Ketenagakerjaan yang masih bias gender dengan penetapan upah yang tidak sama antara laki-laki dan perempuan. b. Banyak terjadi tindak kekerasan, perkosaan, dan penyiksaan fisik terhadap kaum perempuan tanpa mendapat perlindungan hukum yang memadai. Contoh: Terjadinya kekerasan fisik istri oleh suami, perkosaan, dan penindasan terhadap pekerja perempuan. c. Pemahaman dan penafsiran ajaran agama yang salah atau bercampur-aduk dengan budaya yang tidak berpihak terhadap perbaikan status perempuan. Contoh: Bapak adalah kepala rumah tangga, sehingga bapak berkewajiban member nafkah sebenarnya itu tidak berarti bahwa ibu tidak boleh bekerja mencari nafkah. d. Diskriminasi dalam kesempatan pendidikan, pelatihan dan kesempatan kerja bagi perempuan. Contoh: Dalam keluarga yang tidak mampu/memiliki keterbatasan ekonomi, kesempatan lebih banyak diberikan kepada anak laki¬- laki untuk memperoleh pendidikan. e. Masih banyak anggapan yang merendahkan/meremehkan kaum perempuan. Contoh: ”Ah kamu perempuan tahu apa”. f. Masih ada budaya adat istiadat yang bias gender. Contoh: Laki-laki tidak boleh melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh perempuan atau sebaliknya seperti mengasuh anak untuk laki-laki dan memperbaiki atap untuk perempuan. g. Hak-hak reproduksi masih belum banyak dipahami oleh masyarakat misalnya, dalam menentukan jumlah anak, menentukan keikutsertaan dalam ber KB, masih di dominasi kaum laki-laki (suami). Pengertian Kesetaraan dan Keadilan Gender Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara matematis dan tidak bersifat universal. Jadi konsep kesetaraan adalah konsep filosofis yang bersifat kualitatif, tidak selalu bermakna kuantitatif. Dalam mensosialisasikan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan penerapannya di Indonesia mengenal prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Pluralistis Yaitu menerima keragaman budaya, agama dan adat istiadat (pluralistis), karena bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama dan adat istiadat tadi merupakan kekayaan dan keragaman yang perlu dipertahankan di dalam Pengarusutamaan Gender tanpa harus mempertentangkan keragaman tersebut. 2. Bukan pendekatan konflik Yaitu pendekatan dalam rangka PUG tidak melalui pendekatan dikotomis yang selalu mempertimbangkan antara kepentingan laki-laki dan perempuan. 3. Melalui proses sosialisasi dan advokasi Prinsip yang penting dalam PUG di Indonesia adalah melalui perjuangan dan penerapan secara bertahap melalui proses sosialisasi dan advokasi. Dalam PUG tidak semudah membalikkan telapak tangan atau ibarat memakan ”cabe” begitu digigit terasa pedas. Tetapi pelaksanaannya harus dengan penuh pertimbangan melalui proses sosialisasi dan advokasi yang tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat. 4. Menjunjung Nilai HAM dan Demokratisasi Yaitu pendekatan PUG di Indonesia tidak melalui pertentangan-pertentangan dan penekanan-penekanan, sehingga ada kelompok-kelompok yang merasa dirugikan. PUG di Indonesia penerapannya akan selalu menjunjung nilai-nilai Hak Azazi Manusia dan demokratis, sehingga akan diterima oleh lapisan masyarakat tanpa ada penekanan-penekanan. Bentuk-bentuk manifestasi ketidakadilan akibat diskriminasi gender itu meliputi: a. Marjinalisasi atau peminggiran perempuan, yaitu proses pemiskinan yang merupakan proses, sikap, perilaku masyarakat maupun kebijakan negara yang berakibat pada penyisihan/pemiskinan bagi perempuan atau laki-laki. b. Sub-ordinasi, yaitu suatu keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya, sehingga ada jenis kelamin yang merasa dinomorduakan atau kurang didengarkan suaranya, bahkan cenderung dieksploitasi tenaganya. c. Pandangan stereotype adalah suatu pelabelan atau penandaan yang sering kali bersifat negatif secara umum terhadap salah satu jenis kelamin tertentu. d. Kekerasan atau violence adalah suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. e. Beban kerja adalah peran dan tanggung jawab seseorang dalam melakukan berbagai jenis kegiatan sehari-hari yang sangat memberatkan seseorang adalah sebagai suatu bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya, beberapa jenis kegiatan dilakukan oleh laki-laki, dan beberapa yang lain dilakukan oleh perempuan. Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender a. Akses: Kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki pada sumber daya pembangunan. Contoh: memberikan kesempatan yang sama memperoleh informasi pendidikan dan kesempatan untuk meningkatkan karir bagi PNS laki-laki dan perempuan. b. Partisipasi: Perempuan dan laki-laki berpartisipasi yang sama dalam proses pengambilan keputusan. Contoh: memberikan peluang yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk ikut serta dalam menentukan pilihan pendidikan di dalam rumah tangga; melibatkan calon pejabat struktural baik dari pegawai laki-laki maupun perempuan yang berkompetensi dan memenuhi syarat ”Fit an Proper Test” secara obyektif dan transparan. c. Kontrol: perempuan dan laki-laki mempunyai kekuasaan yang sama pada sumber daya pembangunan. Contoh: memberikan kesempatan yang sama bagi PNS laki-laki dan perempuan dalam penguasaan terhadap sumber daya (misalnya: sumberdaya materi maupun non materi daerah) dan mempunyai kontrol yang mandiri dalam menentukan apakah PNS mau meningkatkan jabatan struktural menuju jenjang yang lebih tinggi. d. Manfaat: pembangunan harus mempunyai manfaat yang sama bagi perempuan dan laki-laki. Contoh: Program pendidikan dan latihan (Diklat) harus memberikan manfaat yang sama bagi PNS laki-laki dan perempuan.

0 komentar:

Post a Comment