Blogger KEKUATAN DAN KETERBATASAN PRIBADI KONSELOR - suryahandayana
YAKIN & BERMANFAAT

Friday 7 October 2016

KEKUATAN DAN KETERBATASAN PRIBADI KONSELOR

1. Mengelola Kekuatan dan Keterbatasan Pribadi

Bahwa setiap konselor atau guru bimbingan dan konseling harus menyadari dirinya memiliki kekuatan dan kelemahan. Bagaimana ia mengelola melalui mengoptimalkan kekuatan dirinya dalam proses membantu, dan bagaimana meinimalkan kekurangan dalam pengaruhnya terhadap proses pelayanan BK dibahas dalam bagian ini. Setiap konselor atau guru bimbingan dan konseling harus memiliki a) sifat dasar pribadi, b) wawasan, dan c) rasa tanggungjawab terhadap peserta didik atau konseli yang dilayaninya (Rosjidan, 2004, 2007).


a. Sifat Dasar Pribadi Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling
Diantara sifat-sifat dasar yang menandai konselor atau guru bimbingan dan konseling profesional, yang harus selalu diperhatikan oleh pengampu layanan bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut.
1) Percaya penuh kepada potensi setiap individu.
Konselor atau guru bimbingan dan konseling profesional percaya kepada harga diri dan martabat pada setiap individu peserta didik yang dilayani, percaya kepada kemampuannya tumbuh dan berkembang, dan kemampuannya menanggulangi situasi kehidupannya. Dia mempunyai kepercayaan, kemampuan individu peserta didik untuk membangun tujuan dan nilai- nilai pnbadinya yang sesuai. Dia percaya bahwa dibawa kondisi yang menguntungkan, setiap individu dapat berkembang kearah yang menguntungkan bagi ditinya dan masyarakat.

2)Komitmen kepada nilai-nilai kemanusiaan individual.
Konselor atau guru bimbingan dan konseling profesional mempunyai perhatian yang utama kepada individu peserta didik sebagai pribadi yang perasaannya, nilai-nilai, tujuan dan keberhasilan-keberhasilannya penting bagi diri peserta didik. Konselor menghormati dan menghargai kebutuhan peserta didik yang dia bimbing, membantu menemukan nilai-nilai mereka sendiri yang terbaik, menentukan tujuan mereka sendiri, dan menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu.

3)Peka terhadap lingkungan.
Konselor atau guru bimbingan dan konseling profesional menaruh perhatian kepada lingkungan. Dia peduli dengan pemahaman kepada individu, kekuatan-kekuatan yang berpengaruh kepada tujuan individu dan kemajuannya dalam mencapai tujuan individu itu. Peserta didik adalah seorang pribadi yang dengan penjuangan dan karya-karyanya ingin menambah makna dan kekayaan batin bagi hidupnya.
4)Keterbukaan.
Konselor atau guru bimbingan dan konseling professional mempunyai penghargaan kepada suatu rentangan luas mengenai minat, sikap dan keyakinan. Dia selalu ingin mempertanyakan hal-hal, baik yang lama maupun yang baru, yang bersangkutan dengan bimbingan dan bimbingan dan konseling. Dia bersifat menerima gagasan baru, karya-karya dan temuan riset.
5)Pemahaman kepada diri sendiri.
Konselor atau guru bimbingan dan konseling profesional mempunyai pemahaman kepada dirinya sendiri dan cara-cara bagaimana nilai-nilai pribadinya, perasaan dan kebutuhannya dapat berdampak kepada pekerjaannya. Dia mampu menangani aspek-aspek kehidupannya sendiri dengan cara-cara yang
tidak berdampak sebaliknya kepada pekerjaan bimbingan dan konselingnya. Dia mempunyai pengakuan kepada keterbatasan dirinya sendini dan mampu membuat keputusan pada saat keterbatasannya memerlukan nijukan kepada ahli-ahli lain yang Iebih mampu membantu daripada bimbingan dan konseling oleh dirinya melalui layanan referal.

6)Komitmen profesional.
Konselor atau guru bimbingan dan konseling profesional menyadari suatu komitmen kepada bimbingan dan konseling sebagai profesi dan sebagai suatu alat untuk membantu individu dalam mengembangkan potensi-potensi mereka. Dia mempunyai suatu penghargaan atas tanggungjawab kepada bimbingan dan konseling dan masyarakat, dan mendorong melaksanakan praktik yang sehat dan benar demi memenuhi tanggungjawab ini. Dia mempunyai integritas pribadi dan kompetensi profesional yang memadai untuk memungkinkan menanggulangi tekanan-tekanan yang tidak sesuai dengan sikap menghargai kepada individu dalam suatu masyarakat demokrasi.

b. Wawasan Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling
Konselor atau guru bimbingan dan konseling professional dituntut untuk menguasai sejumlah wawasan, agar pelayanan profesionalnya tepat. Wawasan tersebut setidaknya menyangkut wawasan global, wawasan kemasyarakatan, wawasan kultural, dan wawasan psikologis (Rosjidan, 2007).

1) Wawasan global: Keterikatan suatu negara dengan negara lain, terutama dengan negara yang posisi ekonominya kuat semakin erat. Tidak ada satu negara di dunia sekarang yang dapat melepas-kan diri dari negara lain, terutama dalam segi perkembangan ekonomi. Globalisasi tidak hanya terbatas pengaruhnya pada bidang ekonomi saja, globalisasi kemudian menjangkau berbagai bidang kehidupan yang lain, misalnya komunikasi informasi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibat dari pengaruh kuat globalisasi itu maka jarak dunia semakin dekat.

Berkat pembangunan alat komunikasi yang semakin canggih di tanah air, arus infonmasi mulai dapat menembus secara cepat ke seluruh pelosok Tanah Air.Informasi adalah alat, kegunaannya bergantung atau bagaimana kemampuan dan cara penerima informasi itu mengelolanya. Seseorang akan dapat memperoleh nilai lebih dari informasi yang diterima, sedangkan orang lain mungkin tidak dapat memperoleh keuntangan dari informasi yang diterima. Salah satu masalah yang timbul sebagai dampak ledakan informasi bagi pendidikan ialah bagaimana agar para peserta didik dipersiapkan untuk mempunyai kemampuan mengelola informasi, mencakup kemampuan menjaring informasi, mengklasiflkasinya, mengevaluasi dan menyimpannya secara sistematis agar sewaktu-waktu diperlukan, maka informasi itu dapat dipergunakan secara lebih mudah dan cepat. Pengaruh kehidupan global saat ini, terutama dengan mulai
diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang memberlakukan pasar tunggal produk-produk negara asean. Dari sisi produk, Indonesia yakin bahwa produk-produk Indonesia mampu bersaing di pasar bebas Asean, tetapi dari sisi SDM, pemerintah merasa takut (Deny, 2015). Ini sejalan dengan pernyataan Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional
Kementerian Perindustrian (yang dikutip Deny) yang dikhawatirkan adalah belum semua SDM kita bersertifikat. Kita harus hati-hati menjaga keutuhan NKRI ini, perhatikan kasus berikut. Selasa, 11 Agustus 2015 diresmikan PLTU Celukan Bawang Buleleng Bali tidak ada tenaga kerja Indonesia semua Cina. Memprihatinkan memang, bahkan semua seremonial berbahasa mandarin. Yang orang Indonesia Cuma Asisten Ekonomi Pembangunan (I Ketut Widja) dan Asisten I Setda Buleleng ((Ida Bagus Geriastika). Ini sejalan pernyataan Perdana Menteri Cina di FISIP UI 27 Mei 2015 yang akan mengirim 10 juta warga Cina ke Indonesia. MEA sendiri memungkinkan tenaga profesional dari negara ASEAN untuk bekerja secara bebas di Indonesia. Praktisi pendidikan tinggi Suyanto mengatakan, kesiapan menghadapi MEA tidak lepas dari peran guru yang profesional. Mereka merupakan pencetak sumber daya manusia berkualitas yang kelak akan menjadi pelaku di era MEA.
Saat ini telah terjadi pergeseran paradigma pembelajaran, bahwa seorang guru bukanlah satu-satunya sumber belajar. Pembelajaran diarahkan untuk mendorong peserta didik mencari tahu dan mengobservasi dari berbagai sumber. Lebih lanjut dikatakan, peserta didik dididik tidak hanya mampu menyelesaikan masalah tapi juga merumuskan masalah. “Peserta didik dilatih untuk berpikir analitis bukan mekanistis untuk lebih siap,“ ungkap Suyanto pada Seminar Nasional Entrepreneurship dan Profesionalitas Guru di Era MEA di Auditorium UNY Kampus Wates, Sabtu (2/5). Entrepreneurship atau kewirausahaan, kata dia, merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara (Kuntadi, 2015).

Begitu sebaliknya, tenaga kerja Indonesia bisa bekerja di berbagai negara Asean. Masalahnya mampukah kita berkompetisi dengan lulusan dari negara Asean lainnya? Dalam kaitan ini juga berlaku bagi Guru BK atau Konselor lulusan Indonesia. Menurut Syamsu Yusuf (UPI), 25 Maret 2015 pada kuliah tamu di BK UM kebijakan MEA berimplikasi terhadap profesi bimbingan dan bimbingan dan konseling. Di antaranya yaitu munculnya permasalahan seperti persaingan memasuki dunia kerja semakin ketat, ada kecenderungan lunturnya nilai-nilai nasionalisme di kalangan masyarakat, kondisi kehidupan politik, hukum dan ekonomi dalam negeri yang tidak kondusif serta penguasaan kekayaan Negara oleh Negara asing. Dalam menghadapi persoalan ini maka strategi yang bisa ditempuh profesi bimbingan dan bimbingan dan konseling yaitu (1) pengokohan profesionalisme Konselor atau guru bimbingan dan konseling pada kompetensi pengetahuan, karakter/ kepribadian, keterampilan-termasuk core works skills; (2) pengokohan jati diri sebagai bangsa yang berbudaya, berdaulat, bermartabat dan religious; dan (3) pengokohan kesadaran masyarakat, terutama para pejabat pemerintah terhadap empat pilar kebangsaan.

Dampak dari semua aktivitas global di atas, bagi pendidikan ialah bagaimana peserta didik ditumbuhkan nilai dan sikap bekerja sama, bersaing dengan sehat, cara bekerja yang efisien dan efektif, serta memiliki wawasan mengejar keunggulan karya. Konselor dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan nilal, sikap dan wawasan tersebut melalui pelayanan bimbingan pnibadi, sosial, belajar, dan karir.

2) Wawasan kemasyarakatan:
Remaja kita hidup dan berkembang dalam kondisi masyarakat yang ditandai adanya gejala kesenjangan sosial, gejala pergeseran nilai-nilai dan gejala krisis.
Gejala Kesenjangan Sosial: Dampak dan pembagian kesempatan dan hasil pembangunan bidang ekonomi yang tidak merata maka terjadi kesenjangan yang cukup lebar di antara golongan di masyarakat kita. Sebagian kecil rakyat yang memperoleh kesempatan dan hasil pembangunan ekonomi yang berlebihan, mereka dapat hidup serba kecukupan, sedangkan sebagian besar rakyat tidak memperoleh cukup kesempatan dan hasil pembangun-an ekonomi, pada umumnya mereka hidup dalam kondisi yang pas-pasan; bahkan banyak dari rakyat kita yang hidup dibawa garis kemiskinan. Sudah barang tentu gejala kesenjangan itu berpengaruh terhadap akses atau kesempatan remaja memperoleh pendidikan yang bermutu.

Gejala Pergeseran NiIai-Nilai: Di antara gejala pergeseran nilai-nilai yang menonjol yang ditampilkan oleh sebagian masyarakat dan yang berdampak luas pada perkembangan kejiwaan remaja sebagai berikut.
•Berkembangnya niIai-nilai hedonisme di sebagian kalangan masyarakat, yaitu kecenderungan orang mengagungkan diperolehnya rasa kenikmatan atau kesenangan fisik sesaat.
•Berkembangnya nilai-nilai konsumenisme yang salah, kecenderung-an orang yang berlebihan menggunakan produk baru industri tanpa mempertimbangkan urgensi kegunaanya.
•Ditumpanginya nilai-nilai spiritual atau sakral dengan nilal-nilal komersial.
•Terdesaknya nilai-nilai idealisme oleh nilai-nilai pragmatisme, yaitu kecenderungan orang menomorsatukan pada hasil yang dapat memberikan kemanfaatan langsung, jangka pendek dari pada kemulian jangka panjang.
•Terdesaknya penggunaan cara-cara yang benar untuk mencapai sesuatu tujuan oleh kecenderungan orang menggunakan cara-cara yang mudah, cepat, atau menempuh jalan pintas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Gejala Krisis: Pada saat ini, masyarakat kita sedang mengalami berbagai krisis, yakni krisis ekonomi, politik, moral dan hukum. Krisis itu dapat berpengaruh buruk pada kesejahteraan hidup, rasa keadilan, rasa aman bagi warga masyarakat, termasuk para remaja. Situasi krisis itu dapat menjadi situasi yang membingungkan, situasi yang tidak menentu bagi warga masyarakat. Remaja merespon gejala-gejala kesenjangan, pergeseran nilai-nitai dan gejala krisis dalam bentuk perasaan, pikiran dan tingkahlaku atau ketiganya bersama.

Menghilangkan gejala-gejala kesenjangan, pergeseran nilai-nilai dan gejala krisis bukan menjadi tugas langsung pendidikan (dalam hal ini BK) tetapi menjadi tugas bidang-bidang lain, misalnya bidang ekonomi, hukum, politik dan sebagainya. Pendidikan dalam hal ini BK, melalui pelayanan bimbingan pnbadi, sosial, belajar dan karir berusaha terjadinya perubahan oleh diri peserta didik sendiri terhadap perubahan perasaan, pikiran dan tlngkahlaku menjadi positif, sehingga dapat diharapkan para remaja membenkan respon terhadap gejala-gejala kesenjangan, pergeseran nilai-nilai dan krisis di masyarakat kita dapat Iebih wajar.

3) Wawasan kultural:
Menurut sejarahnya, bimbingan dan konseling bermula dari lingkungan pendidikan di sekolah Amerika Serikat. Bimbingan dan konseling diberikan oleh konselor kulit putih bagi para peserta didik berkulit putih kelas menengah. Konsep dan praktik bimbingan dan konseling di Amerika Serikat dibangun atas nilai-nilai
hidup bangsa Amerika kulit putih kelas menengah, misalnya nilai-nilai individualis, demokratis, rasional dan sebagainya. Timbul ah gerakan dalam bimbingan dan bimbingan dan konseling untuk memperhatikan nilai-nilai budaya konseli sehingga tldak lagi konselor memberi layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik atau mahasiswa keturunan etnis Asia dengan menggunakan konsep dan praktik bimbingan dan konseling berdasarkan nilai-nilai hidup bangsa Amerika Serikat kulit putih kelas menengah. Mulai saat itu muncul ah aliran baru bimbingan dan konseling di Amerika Serikat, yaltu bimbingan dan konseling berwawasan atau bercorak budaya.

Di Indonesia, kita hendaknya menerapkan konsep dan praktik bimbingan dan konseling Barat dengan menyesuaikan pada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia misalnya nilai keseimbangan. Bimbingan dan konseling adalan bantuan peningkatan kemampuan konseli untuk membuat keputusan hidup yang penting, yaitu kemampuan untuk (a) memfungsikan secara proporsional unsur pikiran dengan penalaran sebagai pengarah dalam pengambilan keputusan, unsur perasaan dan kemauan sebagai pendorong, dan keyakinan (moral, agama) sebagai penentu keputusan, (b) menyeimbangkan pertimbangan nilai-nilai pribadi dengan nilai-nilai keluarga atau masyarakat. Dengan kata lain, bimbingan dan konseling adalah untuk membuat keputusan hidup, keputusan pendidikan, keputusan pekerjaan, semuanya menggunakan pertimbangan keserasian unsur-unsur psikologis dan kultural. Kita harus sangat memperhatikan unsur-unsur budaya yang majemuk di indonesia ini.

4) Wawasan psikologis:
Havighurst (1963) menyatakan bahwa anak dan remaja tumbuh dan berkembang dalam bidang-bidang perkembangan: fisik-seksual, psikis-sosial, afektif, kognitif, moral, ego dan vokasional. Ketujuh bidang perkembangan ini, kemudian dirumuskan menjadi tugas perkembangan, yaitu tugas yang timbul pada saat atau sekitar periode hidup tertentuindividu. Bila individu dapatmelaksanakan tugas perkembangan itu dengan berhasil, maka keberhasilan itu memberikan rasa bahagia dan memudahkan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas perkembangan berikutnya. Sebaliknya, bila anak atau remaja tidak dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan hasil baik, maka kegagalan itu menyebabkan rasa tidak bahagia dan tidak diterima oleh masyarakat. Akibatnya anak atau remaja itu mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas perkembangan berikutnya. Bimbingan dan bimbingan dan konseling membantu anak dan remaja dalam perkembangan tersebut. Gazda, Children, dan Brooks (1987) menyatakan bahwa untuk dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan berhasil, maka anak dan
remaja membutuhkan kecakapan-hidup, yaitu berupa tingkah Iaku untuk mengatasi tugas sesuai dengan tuntutan pada suatu periode hidup tertentu. Kecakapan hidup dikelompokkan: hubungan antar pribadi atau komunikasi, kebugaran fisik, memelihara kesehatan, perkembangan identitas, dan pemecahan masalahpengambilan keputusan.

Untuk membantu peserta didik berkembang optimal, Triyono (2014) mengikuti cara berpikir Vygotky dimana setiap diri manusia ada medan perkembangan proximal (ZPD) yang untuk memenuhinya dibutuhkan perancah (scaffolding). Dalam bangunan scaffolding gurulah diharapkan setiap peserta didik mampu berkembang optimal. Keyakinannya berbunyi: Pesertadidik yang cakapadalahyang menggunakan Meaning-Based Approach (MBA) dalam menyelesaikan tugas. Untuk itu diperlukan strategi yakni strategiataumodel pembelajaran yang secara eksplisit mampu menopang perkembangan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal/tugas. Salah satu strategi tersebut adalah strategiscaffolding dari Vygotsky yang dikembangkanolehWood, Bruner and Ross (1976) dan oleh Anghilery (2006).

Berbagai strategi postmodern perlu dikembangkan dalam bidang bimbingan dan bimbingan dan konseling. Sebagai contoh alih-alih ceramah dalam bimbingan klasikal, guru BK menerapkan strategi experiencial learning ala David Colb, misalnya. Atau untuk membangkitkan semangat belajar “menjadi” bagi peserta didik dikembangkan aspek regulasi dirinya (self regulation learning ). Bagaimana menjawab tantangan itu semua? Tidak bisa tidak, bimbingan dan bimbingan dan konseling harus melakukan perubahan paradigma dari orientasi pelayanan yang bersifat reaktif menuju suatu perubahan mendasar yakni proaktif mengenali potensi dan menyiapkan kondisi agar potensi tersebut berkembang. Sejalan dengan pandangan Gysbersdan Henderson (2006) yakni Guidance and counseling in the schools also continues to undergo reform, changing from position-services model to a comprehensive program firmly grounded in principles of human growth and development. Dalam hal ini, saya memaknai bimbingan dan bimbingan dan konseling merupakan program yang bersifat komprehensif dan berkesinambungan. Komprehensif karena menyangkut semua aspek kepribadian peserta didik, dan berkesinambungan karena program tersebut digagas merupakan mata rantai sambung menyambung dari pendidikan dasar menuju pendidikan menengah, bahkan dalam ide semula bermula dari taman-kanak-kanak dan juga di perguruan tinggi. Tantangan ini menjadi berat ketika kehidupan berbangsa dan bertanah air ini menyepakati diberlakukankannya program Masyarakat Ekonomi Asean, dimana produk dan Sumber Daya Manusia bermobilisasi dalam pasar bebas.

c. Tanggungjawab Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling

Henderson (dalam Rosjidan, 2007) menyatakan bahwa konselor atau guru bimbingan dan konseling profesional yang berpraktik pada seting persekolahan mempunyai tanggung jawab kepada (1) peserta didik, (2) orang tua, (3) sejawat pendidik dan tenaga kependidikan, (4) sekolah dan masyarakat, (5) dii sendiri (penulis sendiri), (6) profesi,dansebagai orang Indonesia yang berketuhanan, ditambahkan (7) Tuhan Yang Maha Esa.

1) Tanggung jawab kepada peserta didik. Kewajiban etis utama konselor atau guru bimbingan dan konseling profesionaf berpusat kepada konseli. Setiap konseli memperoleh penghargaan dan penerimaan sebagai seorang pnibadi unik. Konselor diwajibkan menyediakan program untuk memajukan dan mengembangkan terpenuhinya kebutuhan peserta didik: pendidikan, karir, emosional, sosial dan pribadi. Konselor sekoiah menahan diri dan memaksakan keyakinan dan nilai-nilai pnibadi mereka terhadap konseli. Konselor menjaga kerahasiaan, yang berarti membeni jaminan kepada konselor bahwa apa yang telah dikomunikasikan dalam hubungan bimbingan dan konseling tidak akan keluar.Konselor memelihara dan melindungi catatan mengenai peserta didik sebagaimana ditetapkan dalam kode etik. Konselor menyimpan catatan mengenai bimbingan dan konseling sebagai tambahan bagi catatan komulatif. Catatan disimpan dalam fileter kunci di ruang konselor. Konselor atau guru bimbingan dan konseling profesional melaksanakan standar dalam pemilihan, administrasi, interpretasi bahan dan hasil testing. Konselor menyadari bahwa ketrampilan testing memerlukan pelatihan khusus.

2) Tanggungjawab kepada orangtua.
Konselor profesional sekolah menghormati hak dan tanggung jawab orang tua bagi anak-anak mereka. Konselor berusaha membangun hubungan kerja sama dengan orang tua untuk meningkatkan perkembangan dan kesejahteraan konselor. Konselor bekerja dengan peka terhadap perbedaan kuftur dan sosial di antara para keluarga dan Orang tua diberikan penjelasan peran konselor atau guru bimbingan dan konseling sekolah yang menekankan sifat kerahasiaan bimbingan dan konseling. Konselor memberikan informasi yang tepat, komprehensif, dan refevan mengenai BK sesuai dengan Kode Etik, memperhatikan Kode Etik jika konselor membantu orang tua.

3) Tanggungjawab kepada sejawat pendidik dan tenaga kependidikan. Konselor atau guru bimbingan dan konseling menjalin hubungan profesional dan bekerja sama dengan para guru, staf administrasi dan pimpinan sekolah. Sejawat dipandang sebagai tenaga profesional yang kompeten dan dipenlakukan dengan penuh penghargaan, sopan dan jujur. Jika informasi penting untuk menolong konselor dibenkan, konselor memastikan bahwa informasi itu tepat objektif dan bermakna.


4) Tanggungjawab kepada sekolah dan masyarakat.
Konselor berpartisipasi dalam memelihara program pendidikan daii sesuatu yang mengganggu demi untuk kepentingan terbaik konsefi. Konselor membantu dalam mengembangkan kunikulum yang tepat, membantu meningkatkan proses belajar dan mengajar, serta membantu mengembangari sistem evaluasi program pendidikan di sekotah. Untuk mencapai keuntungan yang terbaik bagi konseli, konselor professional menjalin dan bekerja sama dengan pihak-pihak lain dalam masyarakat tanpa pengharapan untuk memperoleh imbalan.

5) Tanggungjawab kepada diri sendiri.
Konselor atau guru bimbingan dan konseling bekenja di dalam batas-batas kompetensi pribadi dan mengambil tanggung jawab atas tindakan-tindakan yang telah dilakukan. Konselor memelihara kompetensi profesional dan memperbaharui pengetahuan, serta menyadari bahwa proses pertumbuhan profesional berlangsung seumur hidup. Konselor juga menyadari bahwa nilai-nilai dan keyakinan pribadi mereka berpengaruh terhadap proses bimbingan dan konseling, hal ini harus dibarengi bahwa konselor harus memahami latar belakang budaya konseli yang mereka bimbingan dan konseling.

6) Tanggungjawab kepada profesi.
Para konselor atau guru bimbingan dan konseling profesional menerima kebijakan dan prosedur etis serta keputusan-keputusan yang relevan dari asosiasi profesi sesuai dengan kode etik. Konselor sekolah tidak menggunakan profesi profesionalnya guna memperoleh keuntungan pribadi dengan cara-cara yang tidak dapat dibenarkan, keuntungan seksual, dan keuntungan material lainnya. Konselor melakukan riset dan melaporkan hasilnya. Akhimya para konselor bergabung dalam asosiasi profesi dan memberikan sumbangan bagi perkembangan profesi.

7) Tanggungjawab kepada Tuhan Yang maha Esa.
Para konselor atau guru bimbingan dan konselingprofesional meyakini bahwa pekerjaan yang dilakukan adalah termasuk ibadah, amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dikelak-kemudian, konselor atau guru bimbingan dan konseling harus mempertanggungjawabkan segala tindakan profesionalnya kepada Tuhan Yang Memberi Amanat. Konselor atau guru bimbingan dan konseling melaksanakan tugas professional dilandasi ketakutan dan ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

1 komentar: