Blogger PROFESIONALITAS KONSELOR - suryahandayana
YAKIN & BERMANFAAT

Friday 7 October 2016

PROFESIONALITAS KONSELOR

A. Identitas Profesional

Bimbingan dan konseling dalam set ing pendidikan sedang berjuang untuk mewujudkan dan memperoleh pengakuan dari berbagal pihak sebagai kegiatan yang profesional. Jika bimbingan dan konseling ingin diakui sebagai suatu profesi, maka harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu. Dalam hal ini, Pat erson (1967) mengemukakan persyaratan pokok profesi sebagai berikut:

a. Suatu profesi melaksanakan fungsi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Bimbingan dan konseling di sekolah tidak hanya memenuhi kebutuhan perkembangan peserta didik perorangan, tetapi juga memenuhi kebutuhan masyarakat pada umunya. Artinya, diperlukan sumber daya manusia yang terdidik di bidang bimbingan dan konseling dan dapat memberikan layanan dengan tepat sesual dengan keperluan masyarakat untuk pembangunan, khususnya generasi muda. Dengan kata lain, melayani peserta didik bukan untuk peserta didik itu sendiri, tetapi diorientasikan ke pemenuhan kebutuhan masyarakat pada umumnya.

b. Suatu profesi harus dilaksanakan atas dasar filosofi tertentu.
Profesi melayani manusia dan pelayanannya dipengaruhi oleh konsepnya mengenai sifat kodrat manusia tersebut, baik yang dinyatakan secara tersurat maupun yang tersirat. Sifat kondrat manusia Indonesia ialah menunggalnya makhluk pnibadi dan mahktuk sosial. Jadi pengembangan kepribadian peserta didik juga diorientasikan kepada pengembangan potensi manusia dan kemampuan manusia untuk terlibat dalam hubungan harmonis dengan orang lain.

c. Suatu profesi melaksanakan fungsi dan peranan yang telah ditetapkan untuk itu.
Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dapat dimasukkan sebagai ketetapan profesi bimbingan dan konseling di Indonesia saat ini. Suatu profesi harus melaksanakan fungsi- fungsi yang unik dan tidak dapat dilaksanakan oleh orang-orang lain. Apa yang menjadi kewajiban dan fungsi konselor atau guru bimbingan dan konseling tidak akan dan tidak dapat sama baiknya dilaksanakan oleh guru mata pelajaran maupun pimpinan sekolah. Ini semakin ditegaskan dengan terbitnya Permendiknas nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor serta Permendikbud Nomor 111 Tahun 2004 tentang Bimbingan dan konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

d. Suatu profesi mempunyal suatu standar seleksi dan pendidikan.
Seleksi dilaksanakan oleh badan profesional atau oleh wakil-wakil institusi pendidikan. Pendidikan S1 dan Profesi Bimbingan dan Konseling merupakan program penyiapan tenaga profesional yang akan menjalankan layanan bimbingan dan konseling;
e. Suatu profesi harus berisi suatu badan pengetahuan dan ketrampilan yang
tidak dimiliki sama oleh pekerjaan bukan profesional dan atau tidak sama dengan yang dikerjakan oleh profesi lain. Pengetahuan dan ketrampilan sebagaimana diatur dalam standar kompetensi konselor merupakan dasar bagi kinenja fungsi profesional dan terkait dengan inti kewijiban yang unik yang dilaksanakan oleh para anggota profesi –konselor atau guru bimbingan dan
konseling;

f. Suatu profesi,
Meskipun mandiri dan menyajikan layanan-layanan unik, tidak dapat menjadi segala-galanya untuk semua orang atau tidak dapat memenuhi semua kebutuhan manusia. Oleh karena itu profesi harus peka terhadap kebutuhan manusia yang tidak dapat terlayani sepenuhnya dan profesi harus mengenali sumbangan dari profesi lain yang terkait, dan untuk itulah dalam bimbingan dan konseling dilaksanakan layanan referal;

g. Suatu profesi sangat memperhatikan kepada keefektifannya dan karena itu melakukan riset untuk mengevaluasi hasil layanannya dan menemukan serta menyumbangkan metode-metode, pendekatan dan teknik-teknik baru untuk meningkatkan keefektifan kinerja bimbingan dan konselingnya. Oleh karena itu, guru bimbingan dan konseling harus kompeten dalam penelitian tindakan bimbingan dan konseling (PTBK);

h. Akhirnya, masalah umum profesi bimbingan dan konseling yang sedang tumbuh dan berkembang antara lain terkait dengan masalah kerahasiaan dan etika, meskipun dapat diduga bahwa orang-orang profesional bersifat etis, ada masalah-masalah berkaitan dengan etika profesi karena itu pedoman bagi perilaku profesional mutlak diperlukan dalam sebuah Kode Etik. Jadi, setiap profesi mengembangkan suatu kode etika yang menyediakan pedoman bagi perilaku profesional anggotanya. Apakah yang menjadi identitas profesional konselor atau guru bimbingan dan bimbingan dan konseling Indonesia? Sejak tahun 1975, para pemikir dan pelaku bimbingan dan konseling bertemu di IKIP Malang dan tepat tanggl 17 Desember 1975 mendirikan organisasi profesi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI, sekarang ABKIN). Sejak tahun 2005, ABKIN telah memikirkan beberapa penanda utama bimbingan dan konseling sebagai profesi. Penanda-penanda tersebut adalah1) kode etik, 2) kompetensi, dan3) sertifikat dan akreditasi. (ABKIN, 2005).

1) Kode Etik.
Kode etik suatu profesi adalah wujud pengaturan diri profesi. Kode etik merupakan suatu aturan bertujuan untuk melindungi profesi dari campur tangan pihak luar yang tidak relevan, mencegah ketldaksepakatan internal dalam suatu profesi dan mencegah para praktisi dari perilaku malpraktik. Kode etik konselor atau guru bimbingan dan konseling Indonesia telah dirumuskan dan disepakati dalam lingkungan ABKIN, tetapi yang masih perlu terus menerus disesuaikan dengan tuntutan perubahan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, divisi ABKIN-pun,
misalnya Ikatan Instrumentasi Bimbingan dan konseling Indonesia (I BKIN), juga menerbitkan kode etik terkait dengan pertestingan dalam bimbingan dan konseling. Walaupun secara umum praktik bimbingan dan konseling telah dilindungi dengan kode etik yang diterbitkan ABKIN, praktik utama bimbingan dan konseling seharusnya juga diatur tersendiri.

2) Kompetensi. Konselor atau Guru Bimbingan dan konseling memiliki kompetensi dan keahlian yang disiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus dalam standar kecakapan yang tinggi. Kompetensi ini diuji melalui pendidikan formal atau ujian khusus sebelum memasuki dunia praktik profesional. Penyelenggaraan Pendidikan Konselor atau Guru Bimbingan dan konseling dipilah menjadi pendidikan yang mengampu penyiapan penguasaan kompetensi akademik yakni Pendidikan S1 Bimbingan dan konseling serta pendidikan yang mengampu penyiapan penguasaan kompetensi profesional yakni Pendidikan Profesi Konselor dan atau Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan konseling. Konselor itu pendidik amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 Ayat 6, karena itu konselor harus berkompeten sebagai pendidik. Konselor adalah seorang profesional, karena itu layanan bimbingan dan konseling harus
diatur dan didasarkan kepada regulasi perilaku profesional, yaitu KodeEtik.(Rosjidan, 2004) Lebih jauh, Rosjidan (2004) menyatakan bahwa dalam kapasitasnya sebagai pendidik, konselor berperan dan berfungsi sebagai seorang pendidik yang kinerjanya mengejawantahkan ranah pendidikan dan ranah
psikologi (psikoedukasi), dengan perangkat pengetahuan dan keterampilan psikologis yang dimiliki-nya untuk membantu individu mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi secara optimal. Kompetensi yang dikembangkan dan diacu pada aktivitas bimbingan dan konseling saat ini adalah yang termaktub pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor..

3) Sertifikasi dan Akreditasi.
Predikat Konselor (Kons) disandang oleh individu tertentu yang didasarkan atas sertifikasi yang dimiliki yang ditempuh melalu pendidikan profesi konselor (PPK). Permendikbud nomor 111tahun 2014 Lampiran butir IV menyebutkan lulusan Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor (PPGBK/K) yang telah lulus dianugerahi gelar Gr. Kons. Sertifikasi diberikan lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam program yang disiapkan secara khusus untuk itu. Program studi yang ada LPTK adalah program yang terakreditasi dan berwenang menyiapkan tenaga konselor profesional. Kelayakan sebuah lembaga penyelenggara pendidikan konselor didasarkan pada hasil akreditasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) bersama-sama dengan organisasi profesi seperti Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Asosiasi Bimbingan dan konseling Indonesia (ABKIN).Keterlibatanorganisasi profesi dalam melakukan akreditasi dipandang penting karena organisasi profesi bersama LPTK merupakan institusi yang enetapkan kompetensi nasional yang harus dicapai melalui program Pendidikan konselor atau guru bimbingan dan konseling di LPTK. Dengan sertifikasi dan akreditasi ini, pekerjaan bimbingan dan konseling akan menjadi professional karena hanya dilakukan oleh konselor atau guru bimbingan dan konseling yang tersertifikasi.

Dalam praktik, program sertifikasi guru yang berjalan selama ini belum membuahkan hasil yang menggembirakan. Patut diduga penyebab utamanya adalah terjadinya salah-pasang (mismatch) dimana yang diikutkan sertifikasi guru bimbingan dan konseling bukan guru lulusan program studi bimbingan dan konseling. Kejadian ini juga dialami oleh guru mata pelajaran-mata pelajaran.

B.Pengembangan Profesional
Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor atau guru bimbingan dan konseling yang meliputi (a) konsultasi, (b) menyelenggarakan program kerjasama, (c) berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan satuan pendidikan, (d) melakukan penelitian dan pengembangan. Suatu program layanan
bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara dan tujuannya tercapai
bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.
Pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan secara utuh diarahkan untuk memberikan kesempatan kepada konselor atau guru bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi melalui serangkaian pendidikan dan pelatihan dalam jabatan maupun kegiatan- kegiatan pengembangan dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling, baik di tingkat pusat, daerah, dan juga melalui aktivitas Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling. Peningkatan kapasitas dan kompetensi konselor atau guru bimbingan dan konseling akan mendorong meningkatnya kualitas layanan
bimbingan dan konseling.

a. Konsultasi;dalam konteks bimbingan dan konseling mempunyai dua makna.
Pertama, sebagai layanan bantuan kepada siswa melalui individu lain yang lebih berkewenangan. Posisi aktivitas ini ada pada layanan peminatan dan perencanaan individual serta pada layanan responsif. Kedua, sebagai bagian
dari dukungan sistem dalam proses pengembangan profesionalitas konselor atau guru bimbingan dan konseling. Pada posisi kedua ini dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang secara tidak langsung menfasilitasi mengembangkan kemandirian peserta didik/konseli.

Tujuan konsultasi pada dukungan sistem ini untuk (a) meningkatkan dan mengembangkan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didik, (b) meningkatkan komunikasi melalui menyampaikan informasi yang diperlukan oleh orang-orang yang kompeten, (c) mendudukkan peran dan fungsi dari semua fihak dalam meningkatkan lingkungan belajar kondusif, (d) meningkatkan layanan ahli untuk kepentingan pengembangan peserta didik mencapai perkembangan optimal, (e) memperluas pendidikanin-service bidang layanan bimbingan dan konseling bagi guru mata pelajaran, wali kelas, dan pimpinan sekolah, (f) menciptakan sebuah lingkungan yang memadukan seluruh komponen pendidikan yang bias membentuk sebuah lingkunganyang tepat bagi pencapaian perkembangan optimal peserta didik (adaptasi dari Shertzer dan Stone, 1981).

b. Menyelenggarakan program kerjasama; dimana guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan layanan memperhatikan efisiensi pelaksanaan layanan dan keefektifan pencapaian tujuan. Ke dalam, guru bimbingan dan konseling bekerjasama dengan guru mata pelajaran dan pimpinan sekolah untuk mengambil peran sesuai kewenangan masing-masing dalam menfasilitasi perkembangan peserta didik. Ke luar, kerjasama bisa dibangun dengan individu dan atau lembaga yang memiliki kaitan dengan pelaksanaan bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karir.

c. Berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan satuan pendidikan;dalam batas-batas kewengan dan fungsi bimbingan dan konseling, konselor melaksanakan tugas-tugas tambahan yang berorientasi pada layanan kepada peserta didik/konseli. Dalam diskusi dengan banyak praktisi bimbingan dan konseling, diajukan pertanyaan, “Apakah bersedia untuk menjadi petugas piket di sekolah?” Rata-rata konselor atau guru bimbingan dan konseling menjawab, “Tidak bersedia!”. Alasan secara umum, konselor atau guru bimbingan dan konseling tidak boleh menghukum. Ada kesalahan persepsi bahwa fungsi petugas piket itu menghukum. Bagaimana jika tawaran itu diterima dan diterapkan model MengelolaSekolahTanpaKegagalan: Menggapai Kondisi Violent Zero via Eliminate Punishment (Triyono, 2007). Belajar dari Konseling Realitas Glasser, kita coba terapkan konsep 3 R’s (Responsibility, Reality, dan Right) untuk mendisiplinkan siswa. Sebagai contoh, saat peserta didik datang terlambat, biasanya guru sebagai petugas piket menghukum mereka. Alih-alih menghukum, peserta didik tersebut dii solasi sebenatar untuk memikirkan rencana keberangkatan ke sekolah esuk harinya. Apa yang direncanakan diminta untuk menuliskannya sebagai kontrak perilaku. Rencana yang baik ini sudah harus di-reinforce. Kita diajari predictive reassurance, misalnya dengan mengatakan, “Yusi telah membuat rencana yang bagus, jika benar-bnenar you lakukan, aku yakin you tidak akan terlambat lagi.” Cara ini akan lebih baik daripada menghukum mereka. Tentun saja masih banyak aktivitas lain, misalnya dalam Penerimaan Peserta Didik Baru, menyelenggarakan Career Days, Col ege Days, dan beberapa aktivitas sekolah yang lain. Coba kita pikirkan apa yang bisa direncakan untuk mengisi waktu luang peserta didik pasca ujian sekolah?

d. Melakukanpenelitiandanpengembangan; salah satu kompetensi konselor atau
guru bimbingan dan konseling adalah melaksanakan penelitian (PTBK) terutama untuk mengembangkan praksis bimbingan dan konseling yang lebih tepat bagi peserta didik.

C. Organisasi Profesi
Organisasi profesi bimbingan dan konseling di Indonesia sangat dinamis. Berawal dari tahun 1975 tepatnya 17 Desember 1975 sejumlah pakar dan praktisi bimbingan dan konseling di IKIP Malang membahas tentang keberadaan bimbingan dan konseling (dh bimbingan dan penyuluhan) di Indonesia sebagai
profesi. Pertemuan awal tersebut mendirikan organisasi yang diberi nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Sejak awal organisasi ini telah dilengkapi
dengan organ Pengurus Besar, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode
Etik. Selanjutnya dalam pertemuan pengurus dikembangkan progam kerja. Perkembangan lebih lanjut karena semakin jelasnya siapa yang harus menjadi
anggota dan organisasi itu bukan sekedar himpunan anggota tetapi himpunan
profesi, maka tahun 2000 di Lampung IPBI diubah nama menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Kesadaran adanya berbagai kekhasan dalam tubuh ABKIN, maka dibentuklah divisi-divisi ABKIN yaitu Ikatan Pendidikan dan Supervisi Konseling (IPSIKON), Ikatan Konseling Industri dan Organisasi (IKIO), Ikatan Bimbingan dan Konseling Sekolah (IBKS), Ikatan
Bimbingan dan Konseling Perguruan Tinggi (IPKOPTI), Ikatan Instrumentasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (I BKIN), Ikatan Konselor Indonesia (IKI).
Setiap divisi memerankan fungsi bagi pengembangan profesi anggota-anggotanya. Di samping itu berkembang di kalangan praktisi yang sejalan seimbang denga Musyawarah Guru Mata Pelajaran dibentuk wadah namannya diawal Musyawarah Guru Pembimbing (MGP) dan selanjutnya berubah nama menjadi Musyawarah
Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK) yang sekarang sudah berbadan hukum.

Dikalangan pendidikan disadari perlunya bergabung pula para lulusan ilmu-ilmu pendidikan dan dibentuklah organisasi profesi Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI). Di bawah ISPI untuk mengikat sarjana bimbingan dan konseling dibentuk wadah yang diberi nama Himpunan Sarjana Bimbingan dan Konseling Indonesia (HSBKI). HSBKI merupakan organisasi yang paling intensif aktivitasnya karena setidaknhya sebulan sekali di setiap kota atau kabupaten mengadakan pertemuan- pertemuan membahas praktik-praktik bimbingan dan konselimg di daerah masing- masing. Kiprah profesi di antara organisasi profesi bimbingan dan konseling tersebut di atas sangat dinamis. Semuanya bergerak dalam membangun kesadaran profesi dan perkembangan kompetensi anggotanya. Kesadaran tersebut tidak hanya di tingkat pusat, tepai merambah sampai ke daerah-daerah, baik oleh organisasi induk maupun divisi-divisinya. Konvensi, lokakarya, seminar, diskusi panel, dan kegiatan ilmiah lainnya dilakukan untuk memajukan profesi bimbingan dan konseling di Indonesia. Organisasi profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah para praktisi
yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung bersama untuk
melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka laksanakan dalam
kapasitas mereka sebagai individu.

Sebagai jabatan profesional, guru, termasuk guru bimbingan dan konseling harus mempunyai wadah untuk menyatukan gerak langkah dan mengendalikan
keseluruhan kinerja profesi. Dalam hal ini organisasi profesi sangat berperan penting dalam meningkatkan kesadaran,sikap,mutu,dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan guru, termasuk guru bimbingan dan konseling. Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 41 menyebutkan bahwa guru membentuk organisasi profesi yang bersifat indepanden
yang bertujuan untuk memajukan profesi,meningkatkan kopetensi, karir, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam pasal ini dijelaskan juga tentang guru wajib menjadi anggota organisasi tersebut.

Fungsi Organisasi Profesi Guru, termasuk Guru Bimbingan dan Konseling

a.FungsiPemersatu Anggota Profesi
Organisai profesi kependidikan merupakan wadah pemersatu berbagai potensi profesi pendidikan dalam menghadapi kompleksitas tantangan dan harapan masyarakat penguna jasa kependidikan.

b.Fungsi Peningkatan Kemampuan Profesional Anggota
Guru sebagai anggota profesi harus bisa meningkatkan kemampuan profesionalnya melalui organisasi tersebut. Dengan mengikuti organisasi tersebut diharapkan guru dapat meningkatkan dan mengembangkan karir, kemampuan, kewenangan professional, martabat dan kesejahteraan. Hal ini juga tertulis dalam PP Nomor 38 Tahun 1992, Pasal 61 yang berbunyi “tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan mengembangkan karir, kemampuan, kewenangan profesional, martabat dan kesejahteraan tenaga kependidikan.

Tujuan Organisasi Profesi Guru termasuk Guru Bimbingan dan Konseling

Tujuan dari organisasi profesi guru ini salah satunya adalah untuk mempertinggi kesadaran,sikap,mutu dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan guru. Dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 di jelaskan ada lima misi dan tujuan organisasi tersebut yaitu meningkatkan dan mengembangkan karir, kemampuan, kewenangan profesional, martabat dan kesejahteraan seluruh tenaga pendidik. Sedangkan misinya adalah mewujudkan pendidik sebagai pemangku layanan yang professional. Untuk guru bimbingan dan konseling adalah layanan bimbingan dan konseling secara profesional. Secara rinci tujuan organisasi profesi adalah a) meningkatkan dan mengembangkan karir anggota, b) meningkatkan dan mengembangkan kemampuan anggota, c) meningkatkan dan mengembangkan kewenangan professional anggota, d) meningkatkan dan mengembangkan martabat anggota, e) meningkatkan dan mengembangkan kesejahteraan anggota.Sejak awal ditetapkannya ABKIN, saat itu masih bernama IPBI, mempunyai tujuan yang masih relevan sampai saat ini, yaitu sebagai berikut.

a. Menghimpun para petugas di bidang bimbingan dalam wadah organisasi.
b. Mengidentifikasi dan menginventarisasi tenaga ahli, keahlian dan ketrampilan,
teknik alat dan fasilitas yang telah di kembangkan di Indonesia di bidang bimbingan, dengan demikian dimungkinkan pemanfaatan tenaga ahli dan keahlian tersebut dengan sebaik-baiknya.
c. Meningkatkan mutu profesi bimbingan, dalam hal ini meliputi peningkatan profesi dan tenaga ahli, tenaga pelaksana, ilmu bimbingandan konseling sebagai disiplin, maupun program layanan bimbingan dan konseling.

1 komentar: