Blogger 2010 - suryahandayana
YAKIN & BERMANFAAT

Tuesday 14 December 2010

Cita dalam cinta

KARENA CINTA
T’lah kutemui banyak cinta
Di hati ini datang dan pergi
Selimuti kisahku yang biru
Mendalam di hati
Biar kurentangkan cintaku
Menariku di atas senduku
Sendirinya aku tak berkasih
Mendalami hati
Karena cinta aku jadi sepi
Karena cinta aku jadi riang
Karena cinta aku jadi pilu
Karena cinta kini ku sendiri
Karena cinta pelangiku hilang
Karena cinta matahari pergi
Namun kuyakin dalam hatiku
Cintaku tak boleh membunuhku…
Cita-cita, pasti semua orang mempunyainya. Demikian juga cinta. Artikel ini saya persembahkan khususnya bagi Anda yang belum berumah tangga dan masih dalam pencarian cinta dan jati diri. Kita mulai dari yang pertama. Setiap orang yang berpikiran ke depan pasti memiliki cita-cita. Entah itu tinggi, sedang atau sederhana, semua orang berhak untuk bercita-cita dan untuk memperjuangkannya sampai cita-cita itu bisa diraih. Bahkan ada pepatah yang mengatakan, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit!” Ini maksudnya agar hidup kita mempunyai tujuan dan ada sesuatu yang akan kita perjuangkan untuk kita raih. Dibandingkan orang yang tidak memiliki cita-cita—yang biasanya hidup asal hidup, tanpa memiliki tujuan yang pasti—orang yang bercita-cita akan lebih optimis dalam kesehariannya, punya tujuan hidup dan melangkah pasti menjadi manusia pembelajar.
Karena punya cita-cita, kita memiliki harapan. Dengan bercita-cita, ada yang kita tuju. Dan jika cita-cita itu telah menjadi kenyataan maka perasaan bahagia akan menyelimuti jiwa kita. Misalnya seorang gadis dewasa yang sekian lama mendambakan seorang pria tampan dan bertanggung jawab untuk menjadi suaminya. Ketika impian itu jadi kenyataan, di hari pernikahannya mungkin dia akan menangis… bukan tangis kesedihan tapi itu yang dinamakan “tangis bahagia”. Cita-cita yang sederhana bisa jadi penuh makna jika kita benar-benar memimpikannya. Ada juga yang bercita-cita menjadi sarjana, bahkan kalau bisa lulus dengan nilai cum laude. Walaupun dia tahu, di sekolah kita hanya diajarkan tentang apa yang kita pikirkan (pelajaran-pelajaran yang kadang tidak berguna di dunia nyata), bukan bagaimana kita berpikir untuk meraih kehidupan yang lebih bermakna. Namun, jika kita berasal dari keluarga yang sangat sederhana, pernah dihina karena berpendidikan rendah, mungkin itu akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi diri kita dan orang tua. Dan ketika hari wisuda itu tiba, air mata bahagia tidak bisa terbendung. Demikian juga dengan impian yang lainnya. Ketika kita telah menjadi diri yang dulu selalu kita bayangkan—entah itu menjadi motivator, trainer, penulis best seller, dokter, tentara, guru, pengusaha, artis, pilot, astronot, dan lain-lain—saat semua itu terwujud maka ada kepuasan mendalam yang bisa kita rasakan. Kita telah menjadi apa yang kita ingin menjadi.
Di samping cita-cita, kita juga ternyata membutuhkan cinta, baik cinta (kasih sayang) dari orang tua, saudara, sahabat, lingkungan sekitar dan lebih khusus lagi dari seseorang yang kita harapkan akan jadi pendamping hidup kita. Kita selalu membutuhkan cinta sebagaimana kata pujangga, “Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga…” Ini hanya sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa sesungguhnya secara fitrah kita membutuhkan perhatian, kasih sayang dan cinta dari orang lain. Kita membutuhkan cinta kasih sesama manusia! Kita tidak dapat hidup sendiri. Jika kita sendirian maka kita akan kesepian. Dalam kesepian, kita akan merana dan hati akan meronta mencari kedamaian. Mencari cinta dari sudut pandang yang sempit bisa diberi makna mencari pendamping hidup yang nantinya menjadi pelabuhan cinta kita dalam sebuah mahligai rumah tangga melalui sebuah pintu pernikahan yang sakral. Lain halnya jika kita mencari cinta yang lebih agung dan hakiki (Anda bisa menbaca artikel “Badai Pasti Berlalu 2: Mencari Cinta Sejati”). Sesuai dengan judul artikel ini, Apakah cita-cita dan cinta bisa jalan bergandengan? Ini adalah sebuah pertanyaan bagaimana antara cita-cita dan cinta dalam hidup bisa kita raih, apakah bersamaan, cita-cita dulu baru cinta atau sebaliknya, atau yang satu harus mengorbankan yang lain…
Seorang sahabat berpendapat “bisa”, cita-cita dan cinta bisa berjalan bersama, dengan alasan seseorang bisa lebih bersemangat dalam mengejar cita-citanya demi membahagiakan orang yang dicintai. Orang yang dicintai bisa bermakna orang tua, keluarga, atau orang yang nantinya menjadi jodoh kita. Siapa pun orang yang kita kasihi, pasti kita ingin mempersembahkan yang terbaik untuk mereka, karena mereka adalah orang yang berjasa dalam hidup kita. Pendapat di atas memang benar. Jika kita memiliki orang yang kita kasihi, kita berjuang dengan energi maksimal untuk meraih kesuksesan di bidang apa pun yang kita tekuni. Jika telah berhasil, semua buah dari jerih payah kita akan kita persembahkan untuk mereka yang kita kasihi. Kita memiliki energi pendorong yang berasal dari sebuah emosi yang disebut cinta. Energi ini sangat dahsyat bagi mereka yang tahu cara menggunakannya.
Hal ini dapat kita pahami dari hasil penelitian David R. Hawkins, M.D., Ph.D selama 20 tahun yang menunjukkan bahwa perasaan cinta merupakan salah satu emosi yang berada pada level energi positif yang bisa memberikan percepatan terhadap terwujudnya keinginan kita. Dalam tabel Map of Consciousness, cinta berada di bawah level energi pencerahan, kedamaian dan suka cita. Sedangkan di bawah level energi cinta ada berpikir, penerimaan, kemauan, dan netralitas. Semua jenis emosi tersebut berada di atas baseline sehingga bernilai positif (memancarkan energi positif) dan mempermudah pencapaian segala sesuatu dalam hidup kita. Jenis emosi yang berada di bawah baseline dan merugikan karena mengikis energi kita adalah perasaan bangga, marah, keinginan (desire), takut, kesedihan mendalam, apatis, rasa bersalah dan rasa malu (shame). Semua perasaan/emosi di atas baseline bermanfaat dan yang berada di bawah baseline merugikan kita. Perasaan cinta memberikan pancaran energi positif yang membantu mempermudah terwujudnya apa yang kita inginkan. Cinta memberikan semangat. Lebih dari itu, cinta membuat jiwa kita lebih hidup. Cinta di sini adalah sebuah emosi yang memberikan pancaran energi, bukan dalam konteks perasaan manusia berlawanan jenis yang sedang dimabuk asmara yang kadang dicampuradukkan dengan nafsu. Pendek kata, jika kita bekerja pada level energi cinta maka segala sesuatu akan lebih mudah kita raih.
Sahabat yang lain juga berpendapat, cita-cita dan cinta jelas bisa seiring selama orang yang kita cintai mendukung apa yang kita cita-citakan, atau kita telah mendapatkan cinta yang kita cita-citakan. Menurut saya, ini sangat masuk akal, karena jika orang yang kita cintai mendukung usaha kita maka kita akan mendapatkan sumber motivasi yang dahsyat. Jadi, kita tidak perlu susah payah menghadiri seminar-seminar motivasi atau membaca buku-buku motivasi karya motivator papan atas negeri ini. Cukup dimotivasi oleh seseorang yang kita cintai, jika itu memadai. “Mendapatkan cinta yang kita cita-citakan”, mungkin ini adalah yang diharapkan dari sebuah pencarian cinta (bisa dibahas dalam artikel tersendiri).
Contoh di atas adalah jika kita memiliki orang yang kita cintai. Bagaimana jika kita tidak punya keluarga dan orang yang kita kasihi? Kita tidak memiliki orang lain yang bisa untuk tempat berlabuhnya emosi cinta, bagaimana kita dalam mengejar cita-cita? Kita akan berusaha biasa-biasa saja, loyo atau justru bersemangat? Kitalah yang menentukan akan mendapat energi pendorong apa selain dari energi cinta. Sekarang, jika cinta itu kita maknai sebagai seseorang yang kita kasihi. Kita mencintainya karena berharap si dia akan jadi pendamping hidup kita. Dalam perjalanan meraih cita-cita ini mungkin akan bercampur dengan kisah Arjuna Mencari Cinta. Jadi, seperti kisah sinetron saja… Sambil meraih cita-cita kita menjalin cinta atau sebaliknya. Selama yang satu memotivasi yang lain, mungkin ini akan bermanfaat. Namun jika yang satu harus mengorbankan yang lain, mungkin akan ada satu sisi jiwa kita yang merasa kehilangan.
Misalnya ada seseorang yang demi meraih cita-citanya terpaksa harus meninggalkan orang yang ia kasihi ke negeri yang jauh. Ia terpaksa meninggalkan cintanya, dan jika setelah kembali ternyata cinta yang dinanti telah menghilang disambar orang, mungkin ini akan menyakitkan, namun ia harus merelakannya. Cinta yang goyah oleh jarak dan waktu bukanlah cinta yang murni walau mungkin mulut berikrar sehidup semati. Cinta seperti ini jika diukur seperti emas bukanlah emas 24 karat, namun emas sekarat, hehe…
Ada lagi, sepasang muda-mudi menjalin cinta sambil meniti cita-cita (baca: sekolah atau kuliah). Eh, tiba-tiba si gadis berbadan dua gara-gara cintanya. Ini namanya MBA (Marriage by Accident). Cintanya bukanlah cinta yang suci, tapi cinta yang terpolusi oleh nafsu yang tak terkendali atau nafsu yang berkedok cinta semu. Gara-gara peristiwa MBA ini, si gadis terpaksa harus keluar (atau dikeluarkan) dari sekolahnya. Padahal masa depannya akan cerah jika ia terus menempuh pendidikan sampai akhir. Cita-citanya kandas karena kesalahannya dalam memaknai cinta… Kasus di atas bukanlah cerita belaka, namun benar-benar ada dan banyak terjadi di kehidupan generasi muda kita. Ini merupakan salah satu fitnah jaman yang menyesatkan karena zina adalah dosa besar dalam agama manapun. Beruntung jika kita terhindar dari bencana tersebut.
Contoh lain misalnya, seorang pemuda/pemudi yang akan menghadapi ujian, entah itu masuk perguruan tinggi atau untuk mendapatkan pekerjaan/meniti karier. Ujian ini akan sangat menentukan masa depan. Tak disangka di saat mau ujian ia bertengkar dengan cintanya (baca: kekasih) karena suatu masalah. Pertengkaran itu membuat pikirannya kacau balau karena hampir memhancurkan hubungan mereka. Fokus pikirannya menjadi terpecah tak karuan dan fatalnya, ia tidak dapat lulus karena saat ujian keadaan jiwanya sedang tidak menentu. Cita-citanya kandas hanya karena masalah yang sebernarnya sepele. Siapa yang salah? Sebenarnya semua itu tidak harus terjadi seandainya si pelaku memiliki kedewasaan berpikir dan pengendalian emosi. Akibat yang fatal seperti tersebut di atas tidak lebih karena kita menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya atau mempraktekkan sesuatu belum saatnya. Cinta yang berujung pilu (merugikan, memalukan, menyengsarakan) mungkin yang disebut cinta monyet. Bisakah pelakunya disebut monyet? Buktinya mereka tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk… sama dong dengan nyemot, eh… monyet! Biasanya cinta seperti ini dimiliki orang yang belum dewasa (tidak cuma usianya, namun juga pemikirannya). Terus, bagi orang yang sudah dewasa cintanya disebut cinta gorila dong…, habis gorila kan lebih besar dari monyet? Terserah Anda, mau nggak disebut gorila?!
Dari ulasan di atas, tidak berlebihan kiranya jika kita menarik kesimpulan bahwa boleh-boleh saja dalam berproses meraih cita-cita, kita nyambi menjalin cinta dengan catatan:
Sudah bisa memahami arti cinta yang sesungguhnya
2. Memiliki pengendalian emosi yang mempuni
3. Tahu batas dan etika sesuai ajaran agama (prinsip kemanfaatan)
Saya tidak mengatakan “menjalin cinta” di sini sebagai “pacaran” mengingat pacaran lebih menjurus ke perbuatan maksiat yang dilarang agama walau pun sangat banyak penggemarnya (baca artikel berjudul “Antara Cinta dan Nafsu”). Menjalin cinta bisa berupa persahabatan yang tulus, membangun komitmen untuk menikah, mencinta dengan hati, atau berkolaborasi untuk membuahkan karya bermanfaat dengan si dia.
Ternyata dalam meraih cita-cita, energi cinta ini banyak sekali manfaatnya, baik untuk memotivasi maupun untuk penyeimbang jiwa kita yang pada dasarnya membutuhkan cinta. Cinta di sini tidak hanya dari sesama manusia, namun kita juga harus mencintai perjuangan meraih cita-cita itu sendiri, mencintai karya kita atau berkarya dengan cinta. Dan yang lebih agung lagi, apapun yang kita lakukan dalam meraih cita-cita semuanya kita persembahkan demi meraih cinta yang hakiki, yakni cintanya Sang Pemilik Cinta. Dialah yang menciptakan kita dengan cintaNya, dengan sifat Rahman dan RahimNya. Milikilah sebuah “cinta” niscaya cita-cita akan lebih mudah tercapai! Saya sengaja menulis kata “cinta” dalam tanda petik, memberi kebebasan kepada Anda secara pribadi untuk memaknainya).
Sebagai penutup, saya akan mengutipkan sebuah Hadits Nabi yang artinya kurang lebih sebagai berikut, “Cintailah yang di permukaan bumi, niscaya yang di atas langit akan mencintaimu”.

Seks vs Cinta

Cinta dan seks adalah sesuatu yang berbeda. Cinta adalah emosi atau sebuah perasaan. Tidak ada satupun definisi cinta, karena kata “cinta” dapat berarti banyak hal terhadap banyak orang. Sebaliknya, seks adalah suatu kejadian biologis. Walaupun terdapat berbagai macam kegiatan seks, kebanyakan mengandung sesuatu yang sama. Seks bisa jadi atau tidak termasuk penetrasi.
Beda Cinta dan Seks
Cinta:
• Cinta adalah perasaan (emosi)
• Tidak ada definisi yang tepat mengenai cinta untuk semua orang
• Cinta melibatkan perasaan romantik dan/atau ketertarikan
Seks:
• Seks adalah sebuah kejadian atau tindakan (fisik)
• Ada beberapa jenis seks namun semua jenis seks mempunyai kesamaan
• Dapat terjadi antara laki-laki dan perempuan, dua orang perempuan, dua orang laki-laki atau oleh satu orang saja (masturbasi)

Abstinen
Kata yang digunakan untuk tidak melakukan hubungan seks adalah abstinen. Bagi beberapa orang, khususnya orang-orang yang berpikir melakukan hubungan seks tidak perlu menunggu hingga waktu yang tepat, berpikir bahwa abstinen adalah tindakan yang tidak OK. Sebenarnya, ada beberapa hal baik mengenai abstinen dan mungkin diantaranya dapat kamu terapkan.
• Abstinen, atau tidak melakukan hubungan seks baik oral, vaginal atau anal, adalah jalan yang terbaik. Sangat mungkin tertular PMS, walaupun tanpa melakukan hubungan seks penetrasi, melalui kontak antar kulit juga dapat tertular (herpes dan kutil kelamin dapat ditularkan melalui cara ini).
• Kamu juga harus memikirkan nilai diri dan perasaanmu. Waktu mudamu membawa banyak perubahan seperti bagaimana perasaan kamu tentang dirimu sendiri, keluarga, teman dan lawan jenismu. Walaupun kamu tidak memikirkan mengenai seks. Tidak peduli bagaimana perasaanmu mengenai hubungan seks, namun adalah tindakan yang pintar untuk menunggu hal tersebut hingga saat yang tepat.
Cara mengekspresikan cinta tanpa hubungan seks
Terdapat jutaan cara non seksual untuk menunjukkan kepada seseorang kalau kamu menyukainya. Kamu dapat menunjukkan kepadanya dengan menghabiskan waktu bersamanya. Pergi menonton bersama. Atau hanya sekadar jalan-jalan dan ngobrol. Jika kamu sedang berada dengan seseorang yang benar-benar kamu suka, apapun akan terasa menyenangkan. Ada cara lain untuk merasakan kedekatanmu secara fisik tanpa melakukan hubungan seks. Cara-cara ini termasuk berciuman dan berpelukan sampai saling meraba dan petting. Perlu diingat, jika kamu tidak berhati-hati, aktivitas ini dapat mengarah kepada hubungan seks. Rencanakan sebelumnya berapa jauh keadaan yang kamu inginkan, dan tetap pada pendirianmu itu. Sulit untuk mengatakan tidak, apalagi jika keadaannya sudah bertambah hangat dan berat

Monday 6 December 2010

10 Tip Mengatur Waktu

Waktu adalah sesuatu yang sangat berharga dan memang sepatutnya untuk kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya, berikut ini adalah 10 tips untuk mengatur waktu :

1. Buatlah perencanaan

Anda memerlukan perencanaan kerja harian. Kalau tidak demikian, anda akan mengalokasikan waktu menurut apa sahaja yang kebetulan tiba dimeja tulis anda. Awasilah setiap hari dengan membuat jadual umum, dengan penekanan khusus pada dua atau tiga hal yang ingin anda selesaikan. Makin banyak waktu yang kita lewatkan untuk merencanakan sesebuah projek, makin sedikit waktu total yang diperlukan untuk menyelesaikannya.


2. Pusatkan perhatian

Golongan yang menghadapi masalah serius dalam hal pengurusan waktu biasanya mencuba melakukan banyak hal sekaligus. Jumlah waktu yang digunakan dalam suatu projek bukanlah hal yang penting. Tetapi yang lebih penting ialah menyediakan jumlah waktu yang tidak terganggu.

3. Ambillah waktu rehat
Bekerja dalam tempoh yang lama tanpa rehat bukanlah penggunaan waktu yang efektif. Tenaga makin menurun, kebosanan makin mempengaruhi serta ketegangan fizikal dan mental makin terkumpul. Oeh itu, anda memerlukan masa rehat yang secukupnya kerana hanya berehat sahaja merupakan cara yang paling baik.

4. Jauhkan suasana berkecamuk

Sesetengah orang selalu membiarkan meja tulisnya dipenuhi kertas yang berselerak. Mereka mengra bahawa dengan cara itu persoalan yang penting akan naik sendiri ke atas timbunan kertas itu. Sebenarnya keadaan berkecamuk seperti ini mengganggu tumpuan serta meningkatkan ketegangan dan prestasi seperti orang yang tertimbus batu.

5. Jangan menjadi ‘perfectionist’

Ada perbezaan yang besar antara berusaha mendapat hasil yang baik dan bermati-matian mengejar kesempurnaan. Langkah yang pertama , dapat dicapai,memberi kepuasan dan sihat. Sementara langkah yang kedua, selalunya mustahil, mengakibatkan kekecewaan dan gangguan jiwa. Ia juga mengakibatkan pmbaziran waktu yang sia-sia.

6. Jangan takut mengatakan tidak

Daripada semua teknik menghemat waktu yang pernah dikembangkan, barangkali yang paling efektif ialah selalu menggunakan perkataan tidak. Belajarlah menolak dengan mengunakan kebijaksanaan tetapi tegas terhadap setiap permintaan yang tidak menunjang pencapaian sasaran anda.

7. Jangan menunda-nunda kerja

Penundaan kerja pada umumnya merupakan kebasaan yang sudah berakar umbi. Sungguhpun begitu, kita mampu mengubah kebiaaan ini asalkan kita menggunakan sistem yang tepat seperti putuskan untuk berubah segera setelah anda selesai membaca artikel ini, sementara hati anda tergerak oleh motivasinya. Mengambil langkah pertama dengan segera adalah amat penting. Seterusnya jangan mencuba terlalu banyak perkara dalam waktu yang singkat. Apa yang perlu dilakukan ialah memaksa dirimelakukan pekerjaan yang sudah tertunda sekarang juga.


8. Lakukanlah bedah siasat radikal

Kegiatan membuang waktu sama seperti kanser. Ia menghabiskan tenaga dan cenderung tumbuh semakin besar. Satu-satunya cara penyembuhan adalah pembedahan radikal. Jika anda membuang waktu dalam kegiatan yang membuatkan anda bosan, alihkan perhatian daripadanya kerana ia mensia-siakan tenaga anda. Buanglah kegiatan ini, seklai untuk selama-lamanya.

9. Delegasikan pekerjaan

Anda tidak perlu menjadi pemimpin nasional atau esekutif firma gergasi untuk mampu mendelegasikan pekerjaan. Sebagai peringatan, mewakilkan kepada pekerja bawahan pekerjaan yang tidak disukai oleh anda dan semua orang lain bukanlah mendelegasikannya, tetapi meberi perintah. Belajarlah mendelegasikan tugas yag penuh cabaran dan memberikan imbalan, bersama dengan kuasa secukupnya untuk membuat keputusan yang perlu. Ini dapat membantu melonggarkan waktu anda.


10. Jangan kecanduan kerja

Hampir semua eksekutif berjaya mempunyai jam kerja yang panjang, tetapi mereka tidak membiarkan pekerjaan mengganggu hal-hal yang pentig dalam hidup mereka, seperti bergaul dengan teman-teman dan berbual kosong.Ini membezakan mereka daripada orang yang kecanduan kerja yang sama tarafnya seperti orang yang kecanduan alkohol. Gejala kecanduan kerja mencakupi penolakan untuk mengambil cuti, tidak dapat menyingkirkan pejabat daripada fikiran pada hujung minggu serta isteri dan anak-anak yang asing baginya.

7 Kiat Meningkatkan Kecerdasan Emosinal ( EQ )

Emosi adalah hal begitu saja terjadi dalam hidup Anda. Anda menganggap bahwa perasaan marah, takut, sedih, senang, benci, cinta, antusias, bosan, dan sebagainya adalah akibat dari atau hanya sekedar respon Anda terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada Anda.

Membahas soal emosi maka sangat kait eratannya dengan kecerdasan emosi itu sendiri dimana merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadap frustasi, mengendalikan dorongan hati (kegembiraan, kesedihan, kemarahan, dan lain-lain) dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan mampu mengendalikan stres. Kecerdasan emosional juga mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial. Ketrampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosi antara lain misalnya kemampuan untuk memahami orang lain, kepemimpinan, kemampuan membina hubungan dengan orang lain, kemampuan berkomunikasi, kerjasama tim, membentuk citra diri positif, memotivasi dan memberi inspirasi dan sebagainya.
Supaya kecerdasan emosional terjaga dengan baik, berikut 7 ketrampilan yang harus Anda perhatikan
1. Mengenali emosi diri
Ketrampilan ini meliputi kemampuan Anda untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya Anda rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikran, Anda harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Berikut adalah beberapa contoh pesan dari emosi: takut, sakit hati, marah, frustasi, kecewa, rasa bersalah, kesepian.
2. Melepaskan emosi negatif
Ketrampilan ini berkaitan dengan kemampuan Anda untuk memahami dampak dari emosi negatif terhadap diri Anda. Sebagai contoh keinginan untuk memperbaiki situasi ataupun memenuhi target pekerjaan yang membuat Anda mudah marah ataupun frustasi seringkali justru merusak hubungan Anda dengan bawahan maupun atasan serta dapat menyebabkan stres. Jadi, selama Anda dikendalikan oleh emosi negatif Anda justru Anda tidak bisa mencapai potensi terbaik dari diri Anda. Solusinya, lepaskan emosi negatif melalui teknik pendayagunaan pikiran bawah sadar sehingga Anda maupun orang-orang di sekitar Anda tidak menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul.
3. Mengelola emosi diri sendiri
Anda jangan pernah menganggap emosi negatif atau positif itu baik atau buruk. Emosi adalah sekedar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi penyebab munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari kejadian atau peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat membantu Anda mencapai kesuksesan.
Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu:
Pertama adalah menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada Anda. Kedua berusaha mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya.
4. Memotivasi diri sendiri
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional–menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati–adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang.
Ketrampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki ketrampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.
5. Mengenali emosi orang lain
Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan ketrampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Ketrampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif.
6. Mengelola emosi orang lain
Jika ketrampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan antar pribadi, maka ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antar manusia.
Ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antar pribadi yang kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antar korporasi atau organisasi sebenarnya dibangun atas hubungan antar individu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi untuk mengelola emosi orang lain.
7. Memotivasi orang lain
Ketrampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari ketrampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain. Ketrampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama tim yang tangguh dan andal.
Jadi, sesungguhnya ketujuh ketrampilan ini merupakan langkah-langkah yang berurutan. Anda tidak dapat memotivasi diri sendiri kalau Anda tidak dapat mengenali dan mengelola emosi diri sendiri. Setelah Anda memiliki kemampuan dalam memotivasi diri, barulah kita dapat memotivasi orang lain.

Thursday 2 December 2010

7 Langkah Membangun Percaya Diri

Oleh Surya Handayana
Pada dasarnya setiap manusia mempunyai rasa percaya diri yang berbeda-beda. Rasa percaya diri tersebut terkadang melekat pada diri kita atau kita bangun untuk mewujudkan hal tersebut..Untuk itu ada langkah-langkah untuk membangun dan mewujudkan rasa percaya diri tersebut.
1. Perhatikan Postur Tubuh
Mungkin kedengarannya ini tak memiliki hubungan dengan rasa percaya diri yang kita bicarakan ini, tetapi sebenarnya bagaimana sikap duduk atau berdiri Anda, mengirimkan pesan tertentu pada orang-orang yang ada di sekekliling Anda. Jika pesan tersebut memancarkan rasa percaya diri, Anda akan mendapatkan tanggapan positif dari orang lain dan tentu saja ini akan memperbesar rasa percaya diri Anda sendiri. Jadi mulai perhatikan sikap duduk dan berdiri untuk menunjukan Anda memiliki rasa percaya diri.
2. Bergaulah Dengan Orang-Orang Yang Memiliki Rasa Percaya Diri Dan Berpikiran Positif
Lingkungan membawa pengaruh besar pada seseorang. Jika Anda terus menerus berbaur dengan orang yang memiliki rasa rendah diri, pengeluh dan pesimis, seberapa besarpun percaya diri yang Anda miliki, perlahan tapi pasti akan pudar dan terseret mengikuti lingkungan Anda. Sebaliknya, jika Anda dikelilingi orang-orang yang penuh kebahagiaan dan percaya diri, makan akan tercipta pula atmosfir positif yang membawa keuntungan bagi diri Anda.
3. Ingat Kembali Saat Anda Merasa Percaya Diri
Percaya diri adalah sebuah perasaan, dan jika Anda pernah merasakannya sekali, tak mustahil untuk merasakannya lagi. Mengingat kembali pada saat dimana Anda merasa percaya diri dan terkontrol akan membuat Anda mengalami lagi perasaan itu dan membantu meletakan kerangka rasa percaya diri itu dalam pikiran.
4. Latihan
Kapanpun Anda ingin merasakan rasa percaya diri, kuncinya adalah latihan sesering mungkin. Bahkan Anda dapat membawanya dalam tidur. Dengan kemampuan yang terlatih, Anda tak akan kesulitan menampilkan rasa percaya diri kapanpun itu dibutuhkan.
5. Kenali Diri Sendiri
Pikirkan segala hal tentang apa yang Anda sukai berkenaan dengan diri sendiri dan segala yang Anda tahu dapat Anda lakukan dengan baik. Jika Anda kesulitan melakukan ini, ingat tentang pujian yang Anda peroleh dari orang-orang - Apa yang mereka katakan - Anda melakukannya dengan baik? Sebuah gagasan bagus untuk menuliskan semua ini, hingga Anda bisa melihatnya lagi untuk mengibarkan rasa percaya diri kapanpun Anda membutuhkan inspirasi.
6. Jangan Terlalu Keras Pada Diri Sendiri
Jangan terlalu mengkritik diri sendiri, jadilah sahabat terbaik bagi diri Anda. Namun, saat seorang teman sedang melalui masa sulit, Anda tak akan mau terlibat dalam masalahnya hingga menguras emosi Anda sendiri kan? Tentu saja Anda tak mau. Pebicaraan yang positif dapat berubah jadi senjata terbaik untuk menaikan rasa percaya diri, jadi pastikan Anda menanam kebiasaan ini, jangan biarkan permasalahan orang lain membuat Anda jadi terpuruk.
7. Jangan Takut Mengambil Resiko
Jika Anda seorang pengambil resiko, Anda pasti akan temukan kalau tindakan ini mampu membuahkan rasa percaya diri. Tak ada yang lebih bermanfaat dalam menumbuhkan rasa percaya diri layaknya mendorong diri sendiri keluar dari zona nyaman. Selain itu, tindakan ini juga berfungsi bagus untuk mengurangi rasa takut Anda akan ha-hal yang tak Anda ketahui, plus bisa dari pembangkit rasa percaya diri yang luar biasa.

Tip Mengatasi Kecemasan

Oleh Surya Handayana
Kecemasan bukanlah sesuatu yang membahayakan dan menakutkan, jika kecemasan dan kekhawatiran itu sudah dalam tahap yang berlebihan segera ambil tindakan untuk mengatasinya, akan tetapi pada kondisi tertentu, kecemasan bahkan bisa memotivasi seseorang untuk menghasilkan karya yang lebih baik.
Cara berikut ini mungkin bisa membantu untuk mengatasi kecemasan :

1. Mengetahui batas kemampuan Anda
Ciptakan dan prioritaskan tujuan hidup Anda, baik kehidupan pribadi maupun professional, Jabarkan pelaksanaannya dalam bentuk mingguan, bulanan, atau jangka waktu tertentu sehingga anda dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan atas kemampuan anda.
2. Percayai diri Anda sendiri
Setiap kali Anda menghadapi suatu masalah segeralah ingatkan diri sendiri bahwa Anda akan bisa menghadapinya dan mengatasinya. Untuk mengurangi kecemasan pada saat menghadapi masalah cobalah mengingat kesuksesan yang pernah Anda raih, sekedar untuk memastikan bahwa Anda memang berpotensi dan menambah semangat untuk segera mengatasi masalah tersebut
3.Persiapkan menghadapi resiko terburuk
Walau Anda berpikir dengan optimistis, tak ada salahnya mempersiapkan diri menghadapi resiko yang terburuk
4. Selalu berharap yang terbaik
Meski harus selalu bersiap menghadapi resiko terburuk, Anda tak boleh berhenti berharap akan hasil yang terbaik dan tetaplah berpikir dan berperilaku positif, mengharap keadaan yang terbaik. Hal ini akan memacu Anda untuk hidup dengan baik. Tentu saja, harapan ini tidak sekedar harapan, Anda harus menyertainya dengan kerja keras dan doa!
5. Cari pertolongan
Bila Anda merasa tidak mampu menahan atas masalah yang dihadapi carilah bantuan dan pertolongan karena anda hidup tidak sendirian. Anda bisa berbagi masalah dengan keluarga, sahabat, teman, atau konsultan. Cobalah diskusikan dan bicarakan jalan keluar dari permasalahan Anda.
6. Cari kesibukan
Cara lain untuk menghilangkan kecemasan yang berlebihan adalah dengan menjaga Anda tetap sibuk atau mencari kesibukan sehingga akan terhindar dari kecemasan yang anda alami.

7. Buat daftar ketakutan Anda
Catatlah segala ketakutan dan kecemasan Anda dalam sebuah buku. Ketika Anda merasa cemas, bacalah dan sadarilah bahwa ternyata Anda masih tetap hidup dengan baik selama itu. Ketika Anda bisa mengatasi satu kecemasan, coretlah kecemasan itu. Percayalah, lambat laun kegelisahan Anda akan lenyap. Jangan pernah berpikir bahwa kecemasan itu tak kan hilang dari kehidupan Anda.

Wednesday 17 November 2010

Strategi Pembelajaran

Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction). Sementara itu, Gulo (2005) memandang pentingnya strategi pembelajaran inkuiri (inquiry).

Di bawah ini akan diuraikan secara singkat dari masing-masing model pembelajaran tersebut.
A. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.
Dengan mengutip pemikiran Zahorik, E. Mulyasa (2003) mengemukakan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu :

- Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik
- Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus)

- Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep sementara; (b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; dan (c) merevisi dan mengembangkan konsep.

- Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
- Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.

B. Bermain Peran (Role Playing)

Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian

Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.

Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, (E. Mulyasa, 2003) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; ( pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.

C. Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
- Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.
- Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
- Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.
- Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.
- Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar.
- Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
- Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.

D. Belajar Tuntas (Mastery Learning)

Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).

Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut : (1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test); (2) peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).

Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu: (1) mengidentifikasi pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar; dan (3c) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi : (1) corrective technique yaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan (2) memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).

Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.

E. Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)

Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.

Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.
Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.

Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.

Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul, sebagai beriku:
Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.

Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.

Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.

Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.

Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul
Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik.

F. Pembelajaran Inkuiri

Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis,

Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah.
Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan hipotesis.
Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan

Menerapkan kesimpulan dan generalisasi

Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.
Untuk memahami lebih lanjut tentang model-model pembelajaran ini, Anda dapat mengakses tautan di bawah ini.

Sumber :
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi.
Bandung :P.T. Remaja Rosdakarya._________. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Jakarta :.

Friday 12 November 2010

Pengaruh Lingkungan Belajar

Lingkungan mempengaruhi kemampuan Anda dalam berkonsentrasi untuk belajar. Anda akan dapat memaksimalkan kemampuan konsentrasi Anda, jika Anda mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap konsentrasi. Jika Anda dapat memaksimalkan konsentrasi, Anda mampu menggunakan kemampuan Anda pada saat dan suasana yang tepat. Dengan demikian Anda dapat menghemat energi. Coba bayangkan jika Anda termasuk orang yang suka belajar di tempat yang sepi dan tenang, sementara teman Anda mengajak belajar di rumahnya sambil memasang musik dengan keras. Mampukah Anda berkonsentrasi dengan maksimal?
Faktor lingkungan yang mempengaruhi konsentrasi belajar adalah suara, pencahayaan, temperatur, dan desain belajar.
a. Suara
Tiap orang mempunyai reaksi yang berbeda terhadap suara. Ada yang menyukai belajar sambil mendengarkan musik keras, musik lembut, ataupun nonton TV. Ada juga yang suka belajar di tempat yang ramai, bersama teman. Tapi ada juga yang tidak dapat berkonsentrasi kalau banyak orang di sekitarnya. Bahkan bagi orang tertentu, musik atau suara apapun akan mengganggu konsentrasi belajar mereka. Mereka memilih belajar tanpa musik atau di tempat yang mereka anggap tenang tanpa suara. Namun, beberapa orang tertentu tidak merasa terganggu baik ada suara ataupun tidak. Mereka tetap dapat berkonsentrasi belajar dalam keadaan apapun.
b. Pencahayaan
Pencahayaan merupakan faktor yang pengaruhnya kurang begitu dirasakan dibandingkan pengaruh suara. Mungkin karena relatif mudah mengatur pencahayaan sesuai dengan yang Anda butuhkan.
c. Temperatur
Pengaruh temperatur terhadap konsentrasi belajar pada umumnya juga tidak terlalu dipermasalahkan orang. Namun, Anda perlu mengetahui bahwa reaksi tiap orang terhadap temperatur berbeda. Ada yang memilih belajar di tempat dingin, atau sejuk; sedangkan orang yang lain memilih tempat yang hangat.
d. Desain Belajar
Jika Anda sedang membaca, menulis, atau meringkas modul yang membutuhkan konsentrasi, coba perhatikan, apakah Anda merasa lebih nyaman untuk melakukannya sambil duduk santai di kursi, sofa, tempat tidur, tikar, karpet atau duduk santai di lantai? Jika salah satu cara tersebut merupakan cara yang membuat Anda lebih mudah berkonsentrasi untuk belajar, maka mungkin Anda termasuk orang yang membutuhkan desain informal atau cara belajar tidak formal yang santai.
Jika Anda termasuk tipe yang membutuhkan desain formal, maka mungkin Anda lebih mudah berkonsentrasi jika belajar dengan kursi dan meja belajar. Lengkapi tempat belajar Anda dengan kalimat-kalimat positif, foto, gambar, atau jadwal belajar yang dapat meningkatkan semangat belajar Anda. Yang penting, sesuaikan dengan tipe Anda, baik tipe informal maupun tipe formal.

Kecerdasan Emosional dalam Pacaran, Perlukah?

EI (emotional intelligence) atau kecerdasan emosional, akhir-akhir ini menjadi sorotan masyarakat kita dan sering diperbincangkan. Apa sih kecerdasan emosional itu? Dan mengapa ia menjadi lebih penting dari pada IQ (Intelligence Quotient) atau sering hanya disebut dengan intelegensi (kecerdasan). Lalu apa kaitannya antara kecerdasan emosional dengan masalah pacaran?
Sering kita mendengar bahwa IQ atau kecerdasan menjadi patokan cerdas tidaknya seseorang. IQ juga menjadi syarat untuk memasuki dunia sekolah ataupun pekerjaan, tentu saja dengan jumlah IQ di atas rata-rata. Kata intelegensi berasal dari bahasa latin intelligere yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain, sedangkan pengertian intelegensi memberikan bermacam-macam arti.
Ada yang mendefisinikan intelegensi sebagai daya atau kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir (otak) yang dimilikinya. Di sini dapat kita lihat bahwa kecerdasan erat kaitannya dengan masalah penyesuaian diri terhadap masalah yang dihadapinya. Orang yang memiliki intelegensi tinggi akan lebih cepat dan lebih tepat di dalam menghadapi masalah-masalah baru bila dibandingkan dengan orang yang kecerdasannya kurang. Intelegensi seseorang dapat diungkapkan dengan sebuah alat yang disebut dengan tes intelegensi (tes IQ). Seorang ahli psikologi menggolongkan IQ sebagai berikut: kecerdasan rata-rata dengan angka IQ 90-109; di atas rata-rata dengan angka IQ 110-119; cerdas dengan angka IQ 120-129; dan IQ di atas 130 untuk kategori jenius (cerdas sekali).
Kecerdasan Emosional
Lalu apakah orang dengan IQ yang rendah atau rata-rata tidak akan seberhasil orang dengan IQ yang tinggi? Pemikiran inilah yang kemudian memunculkan pentingnya kecerdasan emosi untuk menandingi kecerdasan. Inilah tantangan bagi mereka yang menganut pandangan sempit tentang kecerdasan, dengan mengatakan bahwa IQ merupakan masalah keturunan atau bawaan (genetik) yang tidak bisa diubah lagi, sekalipun oleh pengalaman hidup seseorang.
Lalu bagaimana dengan adanya kenyataan bahwa orang yang ber-IQ tinggi pun bisa gagal sedangkan orang yang ber-IQ rata-rata menjadi sangat sukses dalam hidupnya. Apakah yang menyebabkan itu semua? Di sinilah kecerdasan emosional memegang peranan penting, di mana ia mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Keterampilan-keterampilan seperti ini dapat diajarkan kepada anak-anak semenjak dini, untuk memberi mereka peluang yang lebih baik dalam memanfaatkan potensi yang ada dalam diri mereka.
Apakah emosi itu? Emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu atau setiap keadaan mental (psikologis) yang hebat atau meluap-luap. Walaupun bentuk emosi itu bermacam-macam yang bahkan terkadang sulit untuk kita definisikan karena terkadang emosi itu bercampur aduk menjadi satu. Berbagai macam emosi tersebut bisa dikategorisasikan menjadi amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu.
Walaupun demikian, daftar pengelompokan emosi ini tidak menjawab setiap pertanyaan bagaimana pengelompokan bermacam-macam emosi tersebut dimaknai. Misalnya, bagaimana tentang perasaan yang campur aduk seperti iri hati, variasi antara perasaan marah yang juga mengandung sedih dan takut? Hal
inilah yang masih menjadi tantangan bagi para psikolog untuk terus menemukan jawabannya.
Keterampilan mengelola emosi
Cinta yang merupakan bentuk emosi yang sangat populer terutama bagi kalangan remaja, mengandung unsur-unsur penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih. Pacaran adalah sebuah proses saling mengenal, memahami dan menghargai perbedaan diantara dua individu. Dalam proses ini tentu saja keterampilan mengelola emosi sangatlah diperlukan untuk kesuksesan dalam berpacaran secara sehat! Keterampilan mengelola emosi tersebut meliputi :
1. mampu mengidentifikasikan serta mendefenisikan perasaan yang muncul
2. mampu mengungkapkan perasaan, mampu menilai intensitas (kadar) perasaan
3. mampu mengelola perasaan
4. mampu mengendalikan diri sendiri
5. mampu mengurangi stres
6. mampu mengetahui perbedaan antara perasaan dan tindakan.
Selain keterampilan emosional, keterampilan yang berkaitan dengan kecerdasan (kognitif - dalam bahasa psikologinya) juga penting.
Keterampilan seperti melakukan monolog (berbicara kepada diri sendiri) atau melakukan dialog batin untuk menghadapi suatu masalah; dapat membaca atau menafsirkan isyarat-isyarat sosial, misalnya mengenali pengaruh sosial terhadap perilaku kita dan melihat dampak perilaku kita tidak hanya dengan kacamata pribadi akan tetapi dengan pandangan (perspektif) yang lebih luas yaitu masyarakat di mana kita tinggal; menggunakan langkah-langkah yang tepat dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan memperhitungkan risiko-risiko yang mungkin akan terjadi; mampu memahami sudut pandang orang lain; memahami sopan santun, perilaku mana yang dapat diterima dan mana yang tidak dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat; bersikap positif dan optimistis; serta mampu mengembangkan harapan-harapan yang realistis tentang diri sendiri dan masa depan kita.
Keterampilan berperilaku
Untuk melengkapi keterampilan emosional dan kognitif, ada satu lagi keterampilan yang harus kita kuasai untuk dapat berhasil dalam kehidupan kita (termasuk dalam berpacaran... ) yaitu keterampilan dalam berperilaku. Perilaku kita mencakup dua hal yaitu perilaku verbal dan perilaku nonverbal. Perilaku verbal adalah perilaku yang diwujudkan dengan kata-kata, misalnya mampu mengajukan permintaan-permintaan dengan jelas (misalnya minta duit, minta cium, minta mobil...he..he..), menanggapi kritik secara efektif, mampu bersikap asertif (tegas dan terbuka) untuk menolak pengaruh-pengaruh negatif (no drugs ... no hubungan seks...), dan mampu mendengarkan orang lain. Sedangkan perilaku nonverbal adalah perilaku yang diwujudkan dengan sikap tubuh, ekspresi wajah (seperti cemberut, tersenyum, dan seterusnya..), pandangan mata (melotot, melirik, ...), dan lain-lain.
Manusia dikarunia Tuhan tiga kemampuan tersebut yaitu kecerdasan, emosi dan perilaku, tinggal bagaimana kita mengelolanya sehingga mampu melengkapi satu sama lain.
Kecerdasan emosi tidak hanya penting dan perlu untuk pacaran saja, akan tetapi juga untuk kesuksesan kita dalam mengarungi hidup ini. Sudah cerdaskah kita secara emosional? Ataukah kita justru berada dalam golongan orang yang tidak atau belum mampu mengendalikan emosi kita ...

Cita dalam cinta

Cita-cita, pasti semua orang mempunyainya. Demikian juga cinta. Artikel ini saya persembahkan khususnya bagi Anda yang belum berumah tangga dan masih dalam pencarian cinta dan jati diri. Kita mulai dari yang pertama. Setiap orang yang berpikiran ke depan pasti memiliki cita-cita. Entah itu tinggi, sedang atau sederhana, semua orang berhak untuk bercita-cita dan untuk memperjuangkannya sampai cita-cita itu bisa diraih. Bahkan ada pepatah yang mengatakan, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit!” Ini maksudnya agar hidup kita mempunyai tujuan dan ada sesuatu yang akan kita perjuangkan untuk kita raih. Dibandingkan orang yang tidak memiliki cita-cita—yang biasanya hidup asal hidup, tanpa memiliki tujuan yang pasti—orang yang bercita-cita akan lebih optimis dalam kesehariannya, punya tujuan hidup dan melangkah pasti menjadi manusia pembelajar. Karena punya cita-cita, kita memiliki harapan. Dengan bercita-cita, ada yang kita tuju. Dan jika cita-cita itu telah menjadi kenyataan maka perasaan bahagia akan menyelimuti jiwa kita. Misalnya seorang gadis dewasa yang sekian lama mendambakan seorang pria tampan dan bertanggung jawab untuk menjadi suaminya. Ketika impian itu jadi kenyataan, di hari pernikahannya mungkin dia akan menangis… bukan tangis kesedihan tapi itu yang dinamakan “tangis bahagia”. Cita-cita yang sederhana bisa jadi penuh makna jika kita benar-benar memimpikannya. Ada juga yang bercita-cita menjadi sarjana, bahkan kalau bisa lulus dengan nilai cum laude. Walaupun dia tahu, di sekolah kita hanya diajarkan tentang apa yang kita pikirkan (pelajaran-pelajaran yang kadang tidak berguna di dunia nyata), bukan bagaimana kita berpikir untuk meraih kehidupan yang lebih bermakna. Namun, jika kita berasal dari keluarga yang sangat sederhana, pernah dihina karena berpendidikan rendah, mungkin itu akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi diri kita dan orang tua. Dan ketika hari wisuda itu tiba, air mata bahagia tidak bisa terbendung. Demikian juga dengan impian yang lainnya. Ketika kita telah menjadi diri yang dulu selalu kita bayangkan—entah itu menjadi motivator, trainer, penulis best seller, dokter, tentara, guru, pengusaha, artis, pilot, astronot, dan lain-lain—saat semua itu terwujud maka ada kepuasan mendalam yang bisa kita rasakan. Kita telah menjadi apa yang kita ingin menjadi.
Di samping cita-cita, kita juga ternyata membutuhkan cinta, baik cinta (kasih sayang) dari orang tua, saudara, sahabat, lingkungan sekitar dan lebih khusus lagi dari seseorang yang kita harapkan akan jadi pendamping hidup kita. Kita selalu membutuhkan cinta sebagaimana kata pujangga, “Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga…” Ini hanya sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa sesungguhnya secara fitrah kita membutuhkan perhatian, kasih sayang dan cinta dari orang lain. Kita membutuhkan cinta kasih sesama manusia! Kita tidak dapat hidup sendiri. Jika kita sendirian maka kita akan kesepian. Dalam kesepian, kita akan merana dan hati akan meronta mencari kedamaian. Mencari cinta dari sudut pandang yang sempit bisa diberi makna mencari pendamping hidup yang nantinya menjadi pelabuhan cinta kita dalam sebuah mahligai rumah tangga melalui sebuah pintu pernikahan yang sakral. Lain halnya jika kita mencari cinta yang lebih agung dan hakiki (Anda bisa menbaca artikel “Badai Pasti Berlalu 2: Mencari Cinta Sejati”). Sesuai dengan judul artikel ini, Apakah cita-cita dan cinta bisa jalan bergandengan? Ini adalah sebuah pertanyaan bagaimana antara cita-cita dan cinta dalam hidup bisa kita raih, apakah bersamaan, cita-cita dulu baru cinta atau sebaliknya, atau yang satu harus mengorbankan yang lain…
Seorang sahabat berpendapat “bisa”, cita-cita dan cinta bisa berjalan bersama, dengan alasan seseorang bisa lebih bersemangat dalam mengejar cita-citanya demi membahagiakan orang yang dicintai. Orang yang dicintai bisa bermakna orang tua, keluarga, atau orang yang nantinya menjadi jodoh kita. Siapa pun orang yang kita kasihi, pasti kita ingin mempersembahkan yang terbaik untuk mereka, karena mereka adalah orang yang berjasa dalam hidup kita. Pendapat di atas memang benar. Jika kita memiliki orang yang kita kasihi, kita berjuang dengan energi maksimal untuk meraih kesuksesan di bidang apa pun yang kita tekuni. Jika telah berhasil, semua buah dari jerih payah kita akan kita persembahkan untuk mereka yang kita kasihi. Kita memiliki energi pendorong yang berasal dari sebuah emosi yang disebut cinta. Energi ini sangat dahsyat bagi mereka yang tahu cara menggunakannya.
Hal ini dapat kita pahami dari hasil penelitian David R. Hawkins, M.D., Ph.D selama 20 tahun yang menunjukkan bahwa perasaan cinta merupakan salah satu emosi yang berada pada level energi positif yang bisa memberikan percepatan terhadap terwujudnya keinginan kita. Dalam tabel Map of Consciousness, cinta berada di bawah level energi pencerahan, kedamaian dan suka cita. Sedangkan di bawah level energi cinta ada berpikir, penerimaan, kemauan, dan netralitas. Semua jenis emosi tersebut berada di atas baseline sehingga bernilai positif (memancarkan energi positif) dan mempermudah pencapaian segala sesuatu dalam hidup kita. Jenis emosi yang berada di bawah baseline dan merugikan karena mengikis energi kita adalah perasaan bangga, marah, keinginan (desire), takut, kesedihan mendalam, apatis, rasa bersalah dan rasa malu (shame). Semua perasaan/emosi di atas baseline bermanfaat dan yang berada di bawah baseline merugikan kita. Perasaan cinta memberikan pancaran energi positif yang membantu mempermudah terwujudnya apa yang kita inginkan. Cinta memberikan semangat. Lebih dari itu, cinta membuat jiwa kita lebih hidup. Cinta di sini adalah sebuah emosi yang memberikan pancaran energi, bukan dalam konteks perasaan manusia berlawanan jenis yang sedang dimabuk asmara yang kadang dicampuradukkan dengan nafsu. Pendek kata, jika kita bekerja pada level energi cinta maka segala sesuatu akan lebih mudah kita raih.
Sahabat yang lain juga berpendapat, cita-cita dan cinta jelas bisa seiring selama orang yang kita cintai mendukung apa yang kita cita-citakan, atau kita telah mendapatkan cinta yang kita cita-citakan. Menurut saya, ini sangat masuk akal, karena jika orang yang kita cintai mendukung usaha kita maka kita akan mendapatkan sumber motivasi yang dahsyat. Jadi, kita tidak perlu susah payah menghadiri seminar-seminar motivasi atau membaca buku-buku motivasi karya motivator papan atas negeri ini. Cukup dimotivasi oleh seseorang yang kita cintai, jika itu memadai. “Mendapatkan cinta yang kita cita-citakan”, mungkin ini adalah yang diharapkan dari sebuah pencarian cinta (bisa dibahas dalam artikel tersendiri).
Contoh di atas adalah jika kita memiliki orang yang kita cintai. Bagaimana jika kita tidak punya keluarga dan orang yang kita kasihi? Kita tidak memiliki orang lain yang bisa untuk tempat berlabuhnya emosi cinta, bagaimana kita dalam mengejar cita-cita? Kita akan berusaha biasa-biasa saja, loyo atau justru bersemangat? Kitalah yang menentukan akan mendapat energi pendorong apa selain dari energi cinta. Sekarang, jika cinta itu kita maknai sebagai seseorang yang kita kasihi. Kita mencintainya karena berharap si dia akan jadi pendamping hidup kita. Dalam perjalanan meraih cita-cita ini mungkin akan bercampur dengan kisah Arjuna Mencari Cinta. Jadi, seperti kisah sinetron saja… Sambil meraih cita-cita kita menjalin cinta atau sebaliknya. Selama yang satu memotivasi yang lain, mungkin ini akan bermanfaat. Namun jika yang satu harus mengorbankan yang lain, mungkin akan ada satu sisi jiwa kita yang merasa kehilangan.
Misalnya ada seseorang yang demi meraih cita-citanya terpaksa harus meninggalkan orang yang ia kasihi ke negeri yang jauh. Ia terpaksa meninggalkan cintanya, dan jika setelah kembali ternyata cinta yang dinanti telah menghilang disambar orang, mungkin ini akan menyakitkan, namun ia harus merelakannya. Cinta yang goyah oleh jarak dan waktu bukanlah cinta yang murni walau mungkin mulut berikrar sehidup semati. Cinta seperti ini jika diukur seperti emas bukanlah emas 24 karat, namun emas sekarat, hehe…
Ada lagi, sepasang muda-mudi menjalin cinta sambil meniti cita-cita (baca: sekolah atau kuliah). Eh, tiba-tiba si gadis berbadan dua gara-gara cintanya. Ini namanya MBA (Marriage by Accident). Cintanya bukanlah cinta yang suci, tapi cinta yang terpolusi oleh nafsu yang tak terkendali atau nafsu yang berkedok cinta semu. Gara-gara peristiwa MBA ini, si gadis terpaksa harus keluar (atau dikeluarkan) dari sekolahnya. Padahal masa depannya akan cerah jika ia terus menempuh pendidikan sampai akhir. Cita-citanya kandas karena kesalahannya dalam memaknai cinta… Kasus di atas bukanlah cerita belaka, namun benar-benar ada dan banyak terjadi di kehidupan generasi muda kita. Ini merupakan salah satu fitnah jaman yang menyesatkan karena zina adalah dosa besar dalam agama manapun. Beruntung jika kita terhindar dari bencana tersebut.
Contoh lain misalnya, seorang pemuda/pemudi yang akan menghadapi ujian, entah itu masuk perguruan tinggi atau untuk mendapatkan pekerjaan/meniti karier. Ujian ini akan sangat menentukan masa depan. Tak disangka di saat mau ujian ia bertengkar dengan cintanya (baca: kekasih) karena suatu masalah. Pertengkaran itu membuat pikirannya kacau balau karena hampir memhancurkan hubungan mereka. Fokus pikirannya menjadi terpecah tak karuan dan fatalnya, ia tidak dapat lulus karena saat ujian keadaan jiwanya sedang tidak menentu. Cita-citanya kandas hanya karena masalah yang sebernarnya sepele. Siapa yang salah? Sebenarnya semua itu tidak harus terjadi seandainya si pelaku memiliki kedewasaan berpikir dan pengendalian emosi. Akibat yang fatal seperti tersebut di atas tidak lebih karena kita menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya atau mempraktekkan sesuatu belum saatnya. Cinta yang berujung pilu (merugikan, memalukan, menyengsarakan) mungkin yang disebut cinta monyet. Bisakah pelakunya disebut monyet? Buktinya mereka tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk… sama dong dengan nyemot, eh… monyet! Biasanya cinta seperti ini dimiliki orang yang belum dewasa (tidak cuma usianya, namun juga pemikirannya). Terus, bagi orang yang sudah dewasa cintanya disebut cinta gorila dong…, habis gorila kan lebih besar dari monyet? Terserah Anda, mau nggak disebut gorila?!
Dari ulasan di atas, tidak berlebihan kiranya jika kita menarik kesimpulan bahwa boleh-boleh saja dalam berproses meraih cita-cita, kita nyambi menjalin cinta dengan catatan:
Sudah bisa memahami arti cinta yang sesungguhnya
2. Memiliki pengendalian emosi yang mempuni
3. Tahu batas dan etika sesuai ajaran agama (prinsip kemanfaatan)
Saya tidak mengatakan “menjalin cinta” di sini sebagai “pacaran” mengingat pacaran lebih menjurus ke perbuatan maksiat yang dilarang agama walau pun sangat banyak penggemarnya (baca artikel berjudul “Antara Cinta dan Nafsu”). Menjalin cinta bisa berupa persahabatan yang tulus, membangun komitmen untuk menikah, mencinta dengan hati, atau berkolaborasi untuk membuahkan karya bermanfaat dengan si dia.
Ada baiknya untuk menambah suasana penuh cinta, kita simak syair lagu berikut ini:
KARENA CINTA
T’lah kutemui banyak cinta
Di hati ini datang dan pergi
Selimuti kisahku yang biru
Mendalam di hati
Biar kurentangkan cintaku
Menariku di atas senduku
Sendirinya aku tak berkasih
Mendalami hati
Karena cinta aku jadi sepi
Karena cinta aku jadi riang
Karena cinta aku jadi pilu
Karena cinta kini ku sendiri
Karena cinta pelangiku hilang
Karena cinta matahari pergi
Namun kuyakin dalam hatiku
Cintaku tak boleh membunuhku…
Ternyata dalam meraih cita-cita, energi cinta ini banyak sekali manfaatnya, baik untuk memotivasi maupun untuk penyeimbang jiwa kita yang pada dasarnya membutuhkan cinta. Cinta di sini tidak hanya dari sesama manusia, namun kita juga harus mencintai perjuangan meraih cita-cita itu sendiri, mencintai karya kita atau berkarya dengan cinta. Dan yang lebih agung lagi, apapun yang kita lakukan dalam meraih cita-cita semuanya kita persembahkan demi meraih cinta yang hakiki, yakni cintanya Sang Pemilik Cinta. Dialah yang menciptakan kita dengan cintaNya, dengan sifat Rahman dan RahimNya. Milikilah sebuah “cinta” niscaya cita-cita akan lebih mudah tercapai! Saya sengaja menulis kata “cinta” dalam tanda petik, memberi kebebasan kepada Anda secara pribadi untuk memaknainya).
Sebagai penutup, saya akan mengutipkan sebuah Hadits Nabi yang artinya kurang lebih sebagai berikut, “Cintailah yang di permukaan bumi, niscaya yang di atas langit akan mencintaimu”.

Monday 1 November 2010

10 ciri orang yang berpikir positif

1. Melihat masalah sebagai tantangan
Orang yang berpikir positif tak pernah gentar menghadapi masalah. Mereka memandang masalah sebagai tantangan yang harus dijalani. Bandingkan dengan orang yang melihat masalah sebagai cobaan hidup yang terlalu berat, mereka selalu mengangggap hidupnya paling sengsara di dunia.
2. Menikmati hidup
Pemikiran positif akan membuat seseorang menerima keadaannya dengan besar hati, mereka lebih bisa menikmati hidup. Tapi, menerima keadaan bukan berarti mereka tak berusaha untuk mencapai hidup terbaik.
3. Terbuka untuk menerima saran dan ide
Karena dengan begitu, boleh jadi ada hal-hal baru yang akan membuat segala sesuatu lebih baik.

4. Mengenyahkan pikiran negatif segera setelah pikiran itu terlintas di benak
Memelihara pikiran negatif lama-lama bisa diibaratkan membangunkan singa tidur. Disangka tidak apa-apa, ternyata malah bisa menimbulkan masalah.
5. Mensyukuri apa yang dimiliki
Dan bukannya berkeluh kesah tentang apa-apa yang tidak dipunyainya.
6. Tidak mendengarkan gosip yang tak menentu
Sudah pasti, gosip berkawan baik dengan pikiran negatif. Karena itu, mendengarkan omongan yang tak ada juntrungannya adalah perilaku yang dijauhi si pemikir positif.
7. Tidak membuat alasan, tapi langsung mengambil tindakan
Mereka jelas bukan penganut
8. Menggunakan bahasa positif
Maksudnya, kalimat-kalimat yang bernadakan optimisme misal “semuanya pasti ada jalan keluarnya” atau “aku bersyukur atas segala karuniaNya, semoga esok akan lebih baik lagi” dsb.
9. Peduli pada citra diri
Menghormati dirinya sendiri dengan selalu merawat diri, menjaga kesehatan dan penampilan agar tampak positif bagi diri sendiri maupun lingkungan.
10. Menggunakan bahasa tubuh yang positif
Diantaranya adalah senyum, berjalan dengan langkah tegap. Mereka juga berbicara dengan intonasi yang bersahabat dan antusias.

Thursday 7 October 2010

SEKS PRA NIKAH REMAJA,TREND KAH?

PERILAKU seksual ialah perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri. Sedangkan perilaku seks pranikah merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. Perilaku seks pranikah ini memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya melainkan didorong atau dimotivasi oleh faktor-faktor internal yang tidak dapat diamati secara langsung (tidak kasat mata).
Dengan demikian individu tersebut tergerak untuk melakukan perilaku seks pranikah. Motivasi merupakan penggerak perilaku. Hubungan antar kedua konstruk ini cukup kompleks, antara lain dapat dilihat sebagai berikut : Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda, demikian pula perilaku yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda. Motivasi tertentu akan mendorong seseorang untuk melakukan perilaku tertentu pula. Pada seorang remaja, perilaku seks pranikah tersebut dapat dimotivasi oleh rasa sayang dan cinta dengan didominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap pasangannya, tanpa disertai komitmen yang jelas (menurut Sternberg hal ini dinamakan romantic love); atau karena pengaruh kelompok (konformitas), dimana remaja tersebut ingin menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah dianut oleh kelompoknya, dalam hal ini kelompoknya telah melakukan perilaku seks pranikah.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi seorang remaja melakukan seks pranikah karena ia didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Hal tersebut merupakan ciri-ciri remaja pada umumnya, mereka ingin mengetahui banyak hal yang hanya dapat dipuaskan serta diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri, "Learning by doing". Disinilah suatu masalah acap kali muncul dalam kehidupan remaja karena mereka ingin mencoba-coba segala hal, termasuk yang berhubungan dengan fungsi ketubuhannya yang juga melibatkan pasangannya. Namun dibalik itu semua, faktor internal yang paling mempengaruhi perilaku seksual remaja sehingga mengarah pada perilaku seksual pranikah pada remaja adalah berkembangnya organ seksual. Dikatakan bahwa gonads (kelenjar seks) yang tetap bekerja (seks primer) bukan saja berpengaruh pada penyempurnaan tubuh (khususnya yang berhubungan dengan ciri-ciri seks sekunder), melainkan juga berpengaruh jauh pada kehidupan psikis, moral, dan sosial.
Pada kehidupan psikis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis kelamin. Ketertarikkan antar lawan jenis ini kemudian berkembang ke pola kencan yang lebih serius serta memilih pasangan kencan dan romans yang akan ditetapkan sebagai teman hidup. Sedangkan pada kehidupan moral, seiringan dengan bekerjanya gonads, tak jarang timbul konflik dalam diri remaja. Masalah yang timbul yaitu akibat adanya dorongan seks dan pertimbangan moral sering kali bertentangan. Bila dorongan seks terlalu besar sehingga menimbulkan konflik yang kuat, maka dorongan seks tersebut cenderung untuk dimenangkan dengan berbagai dalih sebagai pembenaran diri.
Pengaruh perkembangan organ seksual pada kehidupan sosial ialah remaja dapat memperoleh teman baru, mengadakan jalinan cinta dengan lawan jenisnya. Jalinan cinta ini tidak lagi menampakkan pemujaan secara berlebihan terhadap lawan jenis dan "cinta monyet" pun tidak tampak lagi. Mereka benar-benar terpaut hatinya pada seorang lawan jenis, sehingga terikat oleh tali cinta. Perlu pula dijelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar-kelenjar seks (gonads) remaja, sesungguhnya merupakan bagian integral dari pertumbuhan dan perkembangan jasmani secara menyeluruh. Selain itu, energi seksual atau libido/nafsu pun telah mengalami perintisan yang cukup panjang; Sigmund Freud mengatakan bahwa dorongan seksual yang diiringi oleh nafsu atau libido telah ada sejak terbentuknya Id. Namun dorongan seksual ini mengalami kematangan pada usia usia remaja. Karena itulah, dengan adanya pertumbuhan ini maka dibutuhkan penyaluran dalam bentuk perilaku seksual tertentu.

Cukup naïf bila kita tidak menyinggung faktor lingkungan, yang memiliki peran yang tidak kalah penting dengan faktor pendorong perilaku seksual pranikah lainnya. Faktor lingkungan ini bervariasi macamnya, ada teman sepermainan (peer-group), pengaruh media dan televisi, bahkan faktor orang tua sendiri.
Pada masa remaja, kedekatannya dengan peer-groupnya sangat tinggi karena selain ikatan peer-group menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi dan independensi. Maka tak heran bila remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang lebih dapat dipercaya. Informasi dari teman-temannya tersebut, dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks pranikah, tak jarang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu sekaligus membuktikan kebenaran informasi yang diterima, mereka cenderung melakukan dan mengalami perilaku seks pranikah itu sendiri.
Pengaruh media dan televisi pun sering kali diimitasi oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Misalnya saja remaja yang menonton film remaja yang berkebudayaan barat, melalui observational learning, mereka melihat perilaku seks itu menyenangkan dan dapat diterima lingkungan. Hal ini pun diimitasi oleh mereka, terkadang tanpa memikirkan adanya perbedaan kebudayaan, nilai serta norma-norma dalam lingkungan masyakarat yang berbeda. Perilaku yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya.
Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri, dan dapat pula diwujudkan melalui cara hidup orang tua dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dalam perkawinan.

Kesulitan yang timbul kemudian adalah apabila pengetahuan orang tua kurang memadai menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah-masalah seks anak. Akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak sehat. Seorang peneliti menyimpulkan hasil penelitiannya sebagai berikut: informasi seks yang tidak sehat atau tidak sesuai dengan perkembangan usia remaja ini mengakibatkan remaja terlibat dalam kasus-kasus berupa konflik-konflik dan gangguan mental, ide-ide yang salah dan ketakutan-ketakutan yang berhubungan dengan seks. Dalam hal ini, terciptanya konflik dan gangguan mental serta ide-ide yang salah dapat memungkinkan seorang remaja untuk melakukan perilaku seks pranikah.[rileks.com]
Perilaku seks pranikah ini memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya melainkan didorong atau dimotivasi oleh faktor-faktor internal yang tidak dapat diamati secara langsung (tidak kasat mata). Dengan demikian individu tersebut tergerak untuk melakukan perilaku seks pranikah. Motivasi merupakan penggerak perilaku. Hubungan antar kedua konstruk ini cukup kompleks, antara lain dapat dilihat sebagai berikut : Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda, demikian pula perilaku yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda. Motivasi tertentu akan mendorong seseorang untuk melakukan perilaku tertentu pula. Pada seorang remaja, perilaku seks pranikah tersebut dapat dimotivasi oleh rasa sayang dan cinta dengan didominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap pasangannya, tanpa disertai komitmen yang jelas (menurut Sternberg hal ini dinamakan romantic love); atau karena pengaruh kelompok (konformitas), dimana remaja tersebut ingin menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah dianut oleh kelompoknya, dalam hal ini kelompoknya telah melakukan perilaku seks pranikah.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi seorang remaja melakukan seks pranikah karena ia didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Hal tersebut merupakan ciri-ciri remaja pada umumnya, mereka ingin mengetahui banyak hal yang hanya dapat dipuaskan serta diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri, "Learning by doing".

Disinilah suatu masalah acap kali muncul dalam kehidupan remaja karena mereka ingin mencoba-coba segala hal, termasuk yang berhubungan dengan fungsi ketubuhannya yang juga melibatkan pasangannya. Namun dibalik itu semua, faktor internal yang paling mempengaruhi perilaku seksual remaja sehingga mengarah pada perilaku seksual pranikah pada remaja adalah berkembangnya organ seksual. Dikatakan bahwa gonads (kelenjar seks) yang tetap bekerja (seks primer) bukan saja berpengaruh pada penyempurnaan tubuh (khususnya yang berhubungan dengan ciri-ciri seks sekunder), melainkan juga berpengaruh jauh pada kehidupan psikis, moral, dan sosial.
Pada kehidupan psikis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis kelamin. Ketertarikkan antar lawan jenis ini kemudian berkembang ke pola kencan yang lebih serius serta memilih pasangan kencan dan romans yang akan ditetapkan sebagai teman hidup. Sedangkan pada kehidupan moral, seiringan dengan bekerjanya gonads, tak jarang timbul konflik dalam diri remaja. Masalah yang timbul yaitu akibat adanya dorongan seks dan pertimbangan moral sering kali bertentangan. Bila dorongan seks terlalu besar sehingga menimbulkan konflik yang kuat, maka dorongan seks tersebut cenderung untuk dimenangkan dengan berbagai dalih sebagai pembenaran diri. Pengaruh perkembangan organ seksual pada kehidupan sosial ialah remaja dapat memperoleh teman baru, mengadakan jalinan cinta dengan lawan jenisnya. Jalinan cinta ini tidak lagi menampakkan pemujaan secara berlebihan terhadap lawan jenis dan "cinta monyet" pun tidak tampak lagi. Mereka benar-benar terpaut hatinya pada seorang lawan jenis, sehingga terikat oleh tali cinta.
Perlu pula dijelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar-kelenjar seks (gonads) remaja, sesungguhnya merupakan bagian integral dari pertumbuhan dan perkembangan jasmani secara menyeluruh. Selain itu, energi seksual atau libido/nafsu pun telah mengalami perintisan yang cukup panjang; Sigmund Freud mengatakan bahwa dorongan seksual yang diiringi oleh nafsu atau libido telah ada sejak terbentuknya Id. Namun dorongan seksual ini mengalami kematangan pada usia usia remaja. Karena itulah, dengan adanya pertumbuhan ini maka dibutuhkan penyaluran dalam bentuk perilaku seksual tertentu. Cukup naïf bila kita tidak menyinggung faktor lingkungan, yang memiliki peran yang tidak kalah penting dengan faktor pendorong perilaku seksual pranikah lainnya. Faktor lingkungan ini bervariasi macamnya, ada teman sepermainan (peer-group), pengaruh media dan televisi, bahkan faktor orang tua sendiri. Pada masa remaja, kedekatannya dengan peer-groupnya sangat tinggi karena selain ikatan peer-group menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi dan independensi.
Maka tak heran bila remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang lebih dapat dipercaya. Informasi dari teman-temannya tersebut, dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks pranikah, tak jarang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu sekaligus membuktikan kebenaran informasi yang diterima, mereka cenderung melakukan dan mengalami perilaku seks pranikah itu sendiri. Pengaruh media dan televisi pun sering kali diimitasi oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Misalnya saja remaja yang menonton film remaja yang berkebudayaan barat, melalui observational learning, mereka melihat perilaku seks itu menyenangkan dan dapat diterima lingkungan. Hal ini pun diimitasi oleh mereka, terkadang tanpa memikirkan adanya perbedaan kebudayaan, nilai serta norma-norma dalam lingkungan masyakarat yang berbeda.
Perilaku yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri, dan dapat pula diwujudkan melalui cara hidup orang tua dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dalam perkawinan. Kesulitan yang timbul kemudian adalah apabila pengetahuan orang tua kurang memadai menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah-masalah seks anak. Akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak sehat. Seorang peneliti menyimpulkan hasil penelitiannya sebagai berikut: informasi seks yang tidak sehat atau tidak sesuai dengan perkembangan usia remaja ini mengakibatkan remaja terlibat dalam kasus-kasus berupa konflik-konflik dan gangguan mental, ide-ide yang salah dan ketakutan-ketakutan yang berhubungan dengan seks. Dalam hal ini, terciptanya konflik dan gangguan mental serta ide-ide yang salah dapat memungkinkan seorang remaja untuk melakukan perilaku seks pranikah

Arti Cinta Bagi Remaja, Jejaka dan Ordesa

Jatuh Cinta sejuta rasanya…..setiap orang pasti pernah jatuh cinta dan kayaknya pengen selalu jatuh cinta….Mengapa…?! Karena cinta itu membawa gairah….Maka cinta itu bukanlah monopoli para remaja (teenage) atau gadis-jejaka saja….tetapi orang dewasa (ordesa) kadang-kadang masih membutuhkan untuk jatuh cinta lagi…..bukan untuk apa-apa….hanya sebagai selingan hidup saja……tanpa berniat mengganggu kehidupan keluarga…..just mempertahankan gairah saja…. Bagi setiap lelaki……Ada bermacam-macam jenis cinta…..ada cinta monyet, cinta nafsu, cinta tulus, cinta suci……Walau demikian cara pandang lelaki remaja, jejaka (wes wektune nikah) dan orang dewasa (ordesa) bisa berbeda-beda….Maka dari itu berhati-hatilah wahai kaum wanita, jangan sampai kamu terjebak dalam pusara cinta…..Berhati-hatilah juga wahai kaum lelaki, jangan sampai mangsamu mengendus cara pandangmu……
1. Cinta Monyet

Remaja : hanya berani memandang dari kejauhan….tanpa berani mendekat…..dia tersenyum saja rasanya sudah luar biasa
Jejaka : Hanya saling gerayang-gerayangan saja saat duduk sebelahan di Bus Semarang-Jakarta….saat aku turun…kamu hanya memandangku di kejauhan dengan tersenyum…..puas….
Ordesa : Hanya ketemu dan kenalan di sebuah hotel…..ngobrol dengan ayik….kemudian bercinta semalaman sampai puas….esoknya check out….tanpa niatan untuk ketemuan lagi…..
1. Cinta Gombal
Remaja : Kamu cantik, menarik, pintar lagi….tapi kita khan temen maen sejak kecil…kalo kita pacaran khan sepertinya gengsi banget gitu….kayak gak ada wanita lain di dunia ini…
Jejaka : Sebenarnya sih aku demen tetapi kayaknya sifat kita banyak yang gak cocok….hingga kalo kita pacaran malah bikin sakit hati….so…kiss and date saja ya….?!
Ordesa : Sebenarnya kamu adalah temen bergulat yang paling asyik di tempat tidur…. sayang kita ketemunya saat kamu sudah bersuami dan aku sudah beranak dua….so….selingkuhan saja ya…..?!
2. Cinta Buta
Remaja : Sudah terlanjur cinta maka aku terima kamu apa adanya…..
Jejaka : Sudah terlanjur cinta, anak ibu kost pun tak apa-apa…..
Ordesa : Making Love sambil lampu dimatikan supaya gak kelihatan tubuhmu yang sudah kendor…..
3. Cinta Nafsu
Remaja : ciumanmu hangat dan lembut….bikin selalu ketagihan……
Jejaka : tubuhmu hangat dan lembur saat tak pakai baju…..bikin selalu ketagihan….
Ordesa : Muka setan rasa ketan….bikin selaluketagihan…….
4. Cinta Harta
Remaja : Yang penting Heppy, apalagi bisa jalan-jalan dan makan-makan gratis segala….
Jejaka : Yang penting Heppy, apalagi bisa SSK (sex-sex kecil) sambil nonton segala…. (nikmatnya nonton bisokop sama sang pacar…..)
Ordesa : Yang penting Heppy, apalagi bisa making love tidak pake bayar segala…..
6. Cinta Gila
Remaja : setiap ketemu dia selalu minta disayang-sayang
Jejaka : setiap ketemu dia selalu minta kissing and kissing every day....
Ordesa : Gila semalem bisa 3 kali show man.…
Cinta Gagal Atau Gagal Cinta
Remaja : Kamu itu cewek matre…..mentang-mentang dia lebih kaya….
Jejaka : Kamu goblok bener….masa milih orang sudah geblek jelek lagi……
Ordesa : Kamu sembrono banget….masa kencan sekali aja ketahuan suami……
Cinta Romantis
Remaja : Saat kau duduk didekatku…..dunia serasa berhenti berputar….
Jejaka : Saat kau duduk disampingku…tanganku berputar gerayangan kemana-mana……
Ordesa : Saat kau duduk dipangkuanku…..sialnya kau malah pakek celana panjang…..(coba kalo pakek rok…..)
9. Cinta Tulus
Remaja : pertama kali bertemu hati berdebar tak menentu….
Jejaka : pertama kali bertemu, syahwatku bergetar melihat tubuh mulusmu….
Ordesa : pertama kali bertemu, kau serahkan segala-galanya bagiku…dan asyiknya kau tidak minta bayaran……..
10. Cinta Suci

Remaja : Cinta adalah memberi….tanpa mengharap tuk memiliki….
Jejaka : Cinta adalah memberi….tanpa berusaha memiliki (karena kamu sudah punya pacar….yang penting heppy dan wes bathi…..)
Ordesa : Cinta adalah memberi……tanpa harus menuntut di belakang hari…. (soalnya kita khan sudah punya anak, suami dan istri….)
11. Cinta Total
Remaja : Apa yang kau minta pasti kuberikan…..asalkan kau jatuh dalam pelukanku….
Jejaka : Apa yang kau minta pasti kuberikan….asalkan kau berikan apa yang kumau…..(terutama keperawananmu…..)
Ordesa : Apa yang kau minta pasti kuberikan….asalkan kau bersedia menggugurkan kandunganmu……(soalnya aku gak mau punya anak dari istri orang….)
12. Cinta Sempurna
Remaja : Jatuh cinta dengan seseorang yang menjadi idaman hati……
Jejaka : Jatuh cinta dengan seseorang yang akhirnya menjadi suami istri…
Ordesa : Jatuh cinta dengan seseorang tanpa ikatan resmi dan asyiknya tidak pernah ketahuan sang istri dan suaminya……aman…..aman…….

Saturday 2 October 2010

NAPZA DAN HIV/AIDS DI KALANGAN REMAJA ?

NAPZA
Sebetulnya penggunaan narkotik, obat-obatan, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) untuk berbagai tujuan telah ada sejak jaman dahulu kala. Masalah timbul bila narkotik dan obat-obatan digunakan secara berlebihan sehingga cenderung kepada penyalahgunaan dan menimbulkan kecanduan (dalam bahasa Inggris disebut “substance abuse”). Dengan adanya penyakit-penyakit yang dapat ditularkan melalui pola hidup para pecandu, maka masalah penyalahgunaan NAPZA menjadi semakin serius. Lebih memprihatinkan lagi bila yang kecanduan adalah remaja yang merupakan masa depan bangsa, karena penyalahgunaan NAPZA ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan, sosial dan ekonomi suatu bangsa. Dalam istilah sederhana NAPZA berarti zat apapun juga apabila dimasukkan keda1am tubuh manusia, dapat mengubah fungsi fisik dan/atau psikologis. NAPZA psikotropika berpengaruh terhadap system pusat syaraf (otak dan tulang belakang) yang dapat mempengaruhi perasaan, persepsi dan kesadaran seseorang.

Secara umum, NAPZA dibedakan dari efek yang dihasilkannya, yaitu :

a. Stimulan (Perangsang). Obat jenis ini meningkatkan aktifitas dalam sistem syaraf pusat dan otonom. Obat perangsang bekerja mengurangi kantuk karena kelelahan, mengurangi waktu makan dan menghasilkan insomnia, mempercepat detak jantung, tekanan darah dan pemapasan, serta mengerutkan urat nadi, membesarkan biji mata. Obat perangsang yang paling banyak dipakai adalah: nikotin (dari nikotin tembakau), kafein (terdapat dalam kopi, teh, coklat, minuman ringan), amfetanium, kokain (dari erythroxylum pohon koka), dan crack (kristalisasi bentuk dasar kokain).
b. Anti Depresan, yaitu sejenis obat yang mempunyai kemampuan untuk memperIambat fungsi sistem syaraf pusat dan otonom. Obat anti depresan memberikan perasaan melambung tinggi, memberikan rasa bahagia semu, pengaruh anastesia (kehilangan indera perasa), pengaruh analgesia (mengurangi rasa sakit), penghilang rasa tegang dan kepanikan, memperlambat detak jantung dan pernafasan serta dapat berfungsi sebagai obat penenang dan obat tidur. Obat anti depresan yang sering dipakai meliputi: obat penenang hipnotis, alkohol, benzodiazepines, obat tidur (dengan nama dagang seperti Valium dan Rohypnol), analgesik narkotika (opium, morfin, heroin, kodein), analgesik non-narkotika (aspirin, parasetamol), serta anastesia umum seperti ether, oksida nitrus.

c. Halusinogen. Sejenis obat yang memiliki kemampuan untuk memproduksi spektrum pengubah rangsangan indera yang jelas dan pengubah perasaan serta pikiran. Akibat yang disebabkan oleh halusinogen dan reaksi subyektif terhadap pengaruh-pengaruh tersebut bisa bebeda jauh antara satu pemakai dengan pemakai yang ragamnya mulai dari perasaan gembira yang luar biasa sampai perasaan ngeri yang luar biasa. Contohnya: LSD, psilocybin, jamur (juga dikenal sebagai jamur sakti), dan DMD atau detura yang berasal dari bunga terompet

d. Klasifikasi NAPZA yang lain. Jenis-jenis obat yang tidak berpengaruh secara langsung terhadap sistem syaraf pusat dan otonom, namun jenis-jenis obat tersebut berpengaruh langsung terhadap bahan-bahan kimia otak yang spesifik (neurotransmitter). Ketika sedang aktif, neurotransmitter itu diyakini mempengaruhi emosi, rasa sakit, daya ingat dan keterampilan motorik

Bahaya NAPZA

Pada dasarnya, semua obat adalah racun, yang apabila dikonsumsi melebihi dosis yang aman dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat sampai menimbulkan kematian. Demikian pula dengan obat-obatan atau zat yang bersifat adiktif atau menimbulkan ketagihan. Dalam keadaan ketagihan, pecandu merasa sangat tidak nyaman dan kesakitan. Baginya, tidak ada lagi yang lebih penting daripada mendapatkan zat yang menyebabkan dia ketagihan itu. Untuk mendapatkan itu dia dapat melakukan apapun, seperti mencuri, bahkan membunuh Bila dikonsumsi terus-menerus, zat adiktif ini dapat menyebabkan peningkatan toleransi sehingga pemakai tidak dapat mengontrol penggunaannya dan cenderung untuk terus meningkatkan dosis pemakaian sampai akhirnya tubuhnya tidak dapat menerima lagi. Keadaan ini disebut overdosis, dan apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat, dapat menyebabkan nyawa melayang. Overdosis juga dapat disebabkan oleh penggunaan campuran dua jenis atau lebih NAPZA. Mencampur beberapa jenis sangat berbahaya karena kalau NAPZA dicampur, pengaruhnya akan lebih dahsyat bahkan dapat menimbulkan reaksi lain yang tak terduga. Banyak kasus overdosis yang merupakan akibat dari pencampuran berbagai jenis NAPZA. Campuran yang paling berbahaya adalah campuran dua macam depresan misa1nya heroin dan alkohol dan / atau valium rohypnol. Pengaruh sinergi dari dua jenis depresan dapat menutup rapat pusat pernapasan otak, yang mengakibatkan koma atau kematian.

Selain kecanduan, ketergantungan dan overdosis, masih ada bahaya lain yang mengintai para pengguna NAPZA. Efek yang ditimbulkan oleh NAPZA dapat membuat pemakainya kehilangan kontrol atas dirinya, sehingga terkadang melakukan hal-hal yang tidak akan dilakukannya apabila ia sedang dalam kesadaran penuh. Walaupun NAPZA tidak akan membuat seseorang menjadi pemerkosa kalau memang dia tidak punya fantasi untuk itu misalnya, tapi di bawah pengaruh NAPZA (terutama yang bersifat stimulan dan halusinogen) seseorang bisa melakukan hubungan seks yang tidak aman, yang buntut-buntutnya dapat menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan atau penularan penyakit kelamin. Selain itu, bergantian memakai jarum suntik juga dapat menularkan virus seperti HIV dan Hepatitis B.

Tahap-tahap kecanduan NAPZA

Dari penjelasan di atas tadi, kita tahu bahwa seseorang tidak begitu saja mengalami ketergantungan, melainkan bertahap. Diawali dengan tahap eksperimental, dimana seseorang coba-coba memakai NAPZA, seperti juga coba-coba merokok atau minum beralkohol. Motivasi coba-coba ini bisa macam-macam. Setelah itu, mungkin karena merasakan efek yang menyenangkan, ia ingin mengulanginya. Apabila hal ini berlangsung lebih sering, maka ia akan memasuki tahap pembiasaan, dimana penggunaan NAPZA sudah menjadi kebiasaannya. Selanjutnya adalah tahap kompulsif yaitu seseorang sudah mengalami ketergantungan dan pemakaiannya sudah tidak dapat dikendalikan lagi, yang akhirnya dapat mengarah ke overdosis seperti tadi dibicarakan Bagaimana seseorang bisa mulai menjadi pemakai dipengaruhi oleh faktor-faktor individu maupun faktor lingkungan. Kedua faktor ini berhubungan sangat erat satu sama lain. Yang termasuk faktor individu, selain untuk iseng dan coba-coba, antara lain adanya harapan untuk dapat memperoleh "kenikmatan" dari efek obat yang ada, atau untuk dapat menghilangkan rasa sakit atau ketidaknyamanan yang dirasakan, baik sakit yang sifatnya fisik (seperti yang dialami penderita kanker atau penyakit lain) maupun psikis, seperti misalnya sakit hati karena putus cinta, rapor jelek, atau dimarahin ortu Seringkali perilaku kita dipengaruhi oleh pergaulan maupun lingkungan tempat tinggal kita. Bagi generasi muda, hal paling berat yang dirasakan adalah tekanan kelompok sebaya (peer pressure) untuk dapat diterima/diakui dalam kelompoknya. Biasanya di kalangan remaja, kita suka ikut apa yang dilakukan oleh temen-temen kita, hanya karena takut dianggap nggak cool dan nggak gaul. Karena itulah, bergaul rapat dengan para pengedar dan pemakai NAPZA beresiko tinggi. Selain itu, tempat tinggal dan sekolah juga berpengaruh, misalnya rumah kita berada di lingkungan peredaran atau pemakaian NAPZA, atau kita bersekolah di tempat atau di lingkungan yang rawan terhadap penyalahgunaan NAPZA
.
Penggunaan narkoba yang semakin meluas di berbagai kalangan masyarakat dewasa ini tampaknya masih belum teridentifikasi secara komprehensif. Walaupun upaya upaya penanggulangan udah mulai bermunculan disana sini, tapi data mengenai seberapa luas penyebarannya di masyarakat, siapa aja yang terlibat, faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap permasalahan itu, serta dampak yang ditimbulkan dan sebagainya masih belum tersedia baik itu di instansi-instansi resmi maupun yang bergerak dalam bidang penanggulangan narkoba. Dulu kita pikir antara narkoba dan AIDS nggak ada hubungannya. Eh ternyata sekarang bukti menunjukkan bahwa kasus AIDS yang disebabkan karena Narkotika meningkat drastic, terutama dikalangan remaja, NAH, LO!
Saat ini di dunia diperkirakan hampir lebih dari 30 juta orang hidup dengan HIV/AIDS dan sebagian besar ada di negara-negara sedang berkembang. Oleh karenanya tidak mengherankan apabila AIDS saat ini menjadi penyebab yang paling utama dari kematian yang terjadi. WHO memperkirakan perkembangan HIV/AIDS setiap harinya terjadi sekitar 14.000 kasus baru atau setiap detiknya akan ada 9 kasus. Sementara itu di Indonesia jumlah orang yang hidup dengan HIV/AIDS yang diketahui sebanyak 1283 kasus, termasuk tambahan pada bulan Juni 2000 kemarin sebanyak 26 kasus yang terdiri dari 8 kasus AIDS dan 18 kasus HIV positif. Dari jumlah kasus-kasus diketahui, diperkirakan sekitar 52.000 orang dewasa dan anak-anak telah hidup dengan HIV/AIDS, mengerikan bukan ?Di beberapa negara, pengguna napza ( narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif ) melalui jarum suntik atau lebih sering dikenal dengan IDU (Injecting Drug Use) atau obat yang disuntikkan menjadi sebuah tren baru yang menjadi pemicu kasus-kasus HIV/AIDS seperti di Malaysia, Vietnam, Thailand termasuk Indonesia. IDU mempunyai kaitan yang erat dengan HIV/AIDS manakala obat disuntikkan dengan menggunakan media atau jarum suntik yang telah terkontaminasi dengan virus sehingga virus dapat dengan mudah ditularkan daripada cara-cara penularan yang lain. Selain itu, kaitan yang lain yaitu, ada kecenderungan di kalangan IDU memiliki perilaku seksual yang beresiko tinggi.
Dengan kondisi seperti itu, jelas akan menjadi pemicu yang mengkhawatirkan terhadap kasus-kasus di sebuah daerah. Kondisi seperti ini pun ternyata sudah menjangkau kalangan IDU’s di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus HIV/AIDS yang disebabkan oleh Idu yaitu dari 1283 kasus HIV/AIDS, 60 diantaranya disebabkan oleh IDU. Gambaran yang cukup mengejutkan barangkali bisa dilihat pada perkembangan 6 bulan terakhir sampai dengan bulan Juni 2000 ini, di mana dari 240 kasus baru, 37 kasus diantaranya adalah IDU. Seperti pengalaman negara-negara lain, perkembangan kasus HIV/AIDS pada IDU ini diperkirakan bisa mencapai 40 persen.
Mengapa remaja memakai napza ? Ada banyak alasan mengapa remaja menggunakan napza, kebanyakan karena masalah emosional / psikis yaitu untuk mengurangi kecemasan, melupakan permasalahan yang sedang dihadapi ( melarikan diri dari masalah ), mengatasi kesepian, untuk relaks, dan masih banyak alasan lainnya. Namun ada juga yang menggunakan napza karena awalnya adalah coba-coba kemudian akhirnya ketagihan karena efek ‘enak’ yang didapatkan oleh remaja setelah mengkonsumsi napza. Menurut seorang ahli, ada 6 faktor ( yang dapat berdiri sendiri atau bergabung satu sama lain ) untuk menjelaskan mengapa seseorang bisa menjadi penyalahguna napza sedangkan yang lain tidak, yaitu :
1. Kebutuhan untuk menekan frustasi dan dorongan agresif, ketidakmampuan menunda kepuasan
2. Tidak ada identifikasi seksual yang jelas
3. Kurang kesadaran dan upaya untuk mencapai tujuan-tujuan yang bisa diterima secara sosialM
4. Menggunakan perilaku yang menyerempet bahaya untuk menunjukkan kemampuan diri
5. Menekan rasa bosan
Memang pada akhirnya permasalahan penyalahgunaan napza ini akan bergantung pada faktor diri remaja selain juga pengaruh lingkungan di sekitarnya ataupun tekanan dari teman sebayanya. Menggunakan narkotika melalui jarum suntik tidak hanya mangakibatkan tertularnya virus HIV/AIDS saja akan tetapi juga beberapa penyakit lain yang ditularkan melalui darah misalnya hepatitis B, hepatitis C, sipilis, ataupun malaria. Ternyata memang banyak resiko yang ditawarkan oleh penggunaan jarum suntik pada diri remaja.
Kemudian apa yang bisa dilakukan untuk mencegah semakin maraknya kasus penyalahgunaan napza di lingkungan remaja, khususnya yang menggunakan jarum suntik ? Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terinfeksinya HIV/AIDS melalui jarum suntik adalah :
1. Melakukan program pencegahan dengan melalui KIE ( komunikasi, edukasi, & informasi )
Misalnya dengan melalui ceramah, seminar, media seperti buklet, leaflet, poster, sticker, buletin ataupun majalah / koran
2. Melakukan program penurunan resiko
Selain pencegahan, maka perlu juga dilakukan program-program yang secara langsung ditujukan pada para IDU’s misalnya dengan penyediaan jarum suntik steril, memberikan penyuluhan kepada mereka dan partner seks mereka agar mereka menyadari resiko-resiko perilakunya dalam kaitannya dengan HIV/AIDS, menyediakan pelayanan konseling bagi para IDU’s maupun bagi IDU’s yang sudah hidup dengan HIV/AIDS, menyediakan pelayanan kesehatan dan juga menyediakan kondom. Memang program penurunan resiko ini cukup dilematis, di satu pihak itu memberikan kesan bahwa program ini justru melegalkan penyalahgunaan napza ataupun hubungan seks, namun di pihak lain ini merupakan sebuah strategi yang cukup efektif khususnya bagi remaja yang sudah aktif menggunakan napza, maupun yang sudah seksual aktif. Hal yang perlu diingat adalah bahwa kondisi remaja itu berbeda-beda, ada yang perilakunya tidak / kurang beresiko namun ada pula remaja yang perilakunya beresiko tinggi, dan tentu saja hal ini harus disikapi dengan metode yang berbeda sesuai dengan karakteristiknya.
3. Melakukan program outreach dan pendidik teman sebaya
Remaja biasanya lebih dekat dengan teman sebayanya dibandingkan dengan orangtua ataupun gurunya sehingga apabila ada permasalahan maka mereka lebih suka untuk datang ke temannya baik untuk menceritakan maupun meminta solusi atas permasalahan yang dialaminya. Dengan adanya program pendidik teman sebaya ini maka remaja akan menjadi narasumber bagi remaja lainnya.
4. Melalui rehabilitasi
Bagi remaja yang sudah ketagihan dan pengkonsumsi berat narkoba maka tidak ada jalan lagi kecuali ‘disembuhkan’ dengan cara rehabilitasi baik secara medis, psikis ( spiritual ) dan cara-cara yang lainnya.
Masa remaja memanglah masa yang indah, penuh dengan petualangan, sekaligus penuh dengan resiko, termasuk ketagihan obat-obatan terlarang. Hai remaja akankah kamu menyia-nyiakan masa mudamu dengan hal yang akan mengubur masa depanmu dan cita-citamu ?