Blogger May 2011 - suryahandayana
YAKIN & BERMANFAAT

Friday 20 May 2011

PERMAINAN PIPA BOCOR

Tujuan permainan ini adalah mengatasi berbagai masalah. Alat bantu dalam permainan ini meliputi pipa bocor, penyangga, ember, gelas aqua, bola pimpong. Prosedur dalam permainan ini adalah : 1. Masing-masing kelompok diminta berlomba mengeluarkan bola pimpong yang ada dalam pipa bocor dengan menggunakan air. 2. Cara menuangkan air ke dalam pipa hanya boleh menggunakan gelas aqua yang telah disediakan dengan waktu yang telah ditentukan Pemaknaan dalam permainan ini adalah kerjasama kelompok, strategi menyelesaikan masalah dan kepemimpinan.

100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL UNTUK MENANAMKAN CINTA TANAH AIR

Kebangkitan Nasional adalah kemampuan dari seluruh elemen bangsa dalam mengejawantahkan sikap luhur, tulus dan ihklas membela kepentingan rakyat bangsanya, tanpa harus memilih dan memilah siapa yang dibelanya. Kebangkitan Nasional diawali dengan berdirinya organisasi Boedi Oetomo. Tujuan organisasi ini awalnya adalah untuk menyamakan persepsi bahwa perjuangan tidak bisa dilakukan secara sporadis. Dan perjuangan dialogis akan membawa dampak lebih besar ketimbang kekerasan. Boedi Oetomo menempuh jalur pendidikan, kesehatan, dan dialog sebagai strategi. Secara spiritual mereka juga menanamkan nilai-nilai kecintaan terhadap tanah air, menolong orang tanpa pandang bulu, dan mencintai sesama Kebangkitan Nasional menjadi tonggak dalam menentukan visi dan misi masyarakat dalam membangun kehidupan yang lebih baik. juga sebagai titik tolak perjuangan harus dimulai dari upaya menghargai budaya sendiri yang saat ini sudah mulai ditinggalkan generasi muda Indonesia. Ketika generasi muda sudah tidak lagi menghargai budaya bangsanya, rasa dan jiwa nasionalisme pun otomatis akan pudar. Kebangkitan Nasional mestinya menjadi momentum bagi tunas-tunas muda harapan bangsa bangkit dan berjuang untuk melepaskan Indonesia dari belenggu krisis, terutama krisis moral. Kebangkitan Nasional di era reformasi harus diartikan : 1. Sebagai gerakan yang dapat membangkitkan semangat dan kesadaran generasi muda untuk mempertahankan serta meningkatkan kualitas bangsa Indonesia. Rasa cinta tanah air harus semakin dipupuk sehingga jiwa dan semangat angkatan 45 bisa kembali dikobarkan melawan kolonialisme semu seperti penjajahan ekonomi serta sikap primordial yang mengarah pada disintegrasi bangsa. 2. Adanya komitmen bersama seluruh rakyat Indonesia berupa upaya revolusioner memberantas KKN yang telah menjadi biang kehancuran ekonomi negara kita, dan membangkitkan kembali kecintaan kepada tanah air dengan tidak mengobral aset-aset negara kepada pihak asing. (mengakomodir kepentingan lokal secara adil dan fair) Apa yang akan terjadi bila bangsa yang besar ini tidak lagi memiliki rasa cinta tanah air dari warga negaranya sendiri ? Dipastikan perjuangan para pahlawan kita terdahulu akan sia-sia dan perpecahan akan terjadi dimana-mana bahkan kondisi terburuk yang akan terjadi adalah bangsa ini akan tinggal kenangan belaka. Atas dasar itulah kita sebagai generasi penerus bangsa perlu untuk menanamkan kembali rasa cinta akan tanah air dan perlu saling memahami segala perbedaan yang ada, bukannya malah saling mementingkan kepentingan sendiri dan golongan. Mencintai tanah air dan bangsa berarti : 1. Kita harus dapat mengenal dan menghayati, adat istiadat dan kehidupan bangsa Indonesia yang beraneka ragam coraknya dari seluruh tanah air. 2. Mengisi kemerdekaan ini dengan pembangunan di berbagai aspek dimana pelaku pembangunan mempunyai moral dan mental yang baik, mempunyai jiwa nasionalis. bukan pelaku Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) 3. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang Good Governance dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai aspek serta pelayanan masyarakat yang lebih prima. Berbagai hambatan dan rintangan dalam memupuk rasa cinta tanah air yang merusak tatanan hidup bangsa dan mematikan kebersamaan dan nasionalisme antar lain : 1. semakin membudayanya korupsi di Indonesia 2. mentalitas dan moralitas manusia yang tidak mau melaksanakan tugas, 3. fanatik kedaerahan, fanatik suku, fanatik agama, indiviualis dan egois, 4. mementingkan kepentingan pribadi atau golongan diatas kepentingan umum, 5. kurang penegakkan hukum dan kurang berpihak pada kebenaran, 6. pembiaran penjualan miras yang merusak masa depan anak bangsa, 7. kurangnya hak-hak hidup warga negara yang menyebabkan tidak tercapai kesejahteraan, 8. segala aspek pembangunan dipolitisir yang merugikan manusia dalam aspek lainnya Diharapkan melalui Kebangkitan Nasional timbul gerakan yang dapat memersatukan bangsa Indonesia sehingga kokoh dan kuat menghadapi segala macam hambatan dan gangguan serta mempunyai makna kesadaran akan pentingnya pelestarian nilai-nilai kebangsaan, patriotisme dan nasionalisme dalam rangka memperkokoh komponen bangsa untuk bersatu, bangkit bersama membangun kearah kemajuan dan kemandirian bangsa serta mencapai masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.

Sunday 15 May 2011

Cara Meningkatkan Dukungan Sosial di Grup

10 cara untuk meningkatkan dukungan sosial dalam kelompok, termasuk kontrak grup, kontak fisik mendukung, diskusi kelompok, modeling dan umpan balik, dll 1. Kode perilaku (Grup kontrak): Menetapkan kode perilaku, seperti Nilai Kontrak Penuh, yang Outward Bound moto, kode organisasi, atau kode yang dikembangkan oleh kelompok di awal program. 2. Model mendukung perilaku: Siswa akan mengikuti perilaku Anda, jadi pastikan tim pembelajaran Anda dilihat oleh mahasiswa berbagi tingkat tinggi dukungan sosial. 3. Mendorong kontak fisik pendukung: Trails harus lebih luas sehingga orang dapat berjalan sambil memegang tangan (ditulis pada kartu komentar Nasional Hutan Service).. Konyol saran ini mungkin terdengar, itu adalah pengingat untuk mencari peluang untuk mendorong kontak fisik asli mendukung antara anggota kelompok. Kepercayaan kegiatan bisa sangat membantu. 4. Hanya membahas masalah kelompok dalam diskusi kelompok: Dalam sebuah tanya jawab awal, jelaskan bahwa hanya tepat untuk berbicara tentang isu-isu kelompok, bukan tentang masalah dengan individu dalam pengaturan kelompok. Jika ada masalah antara individu maka ini harus disortir sebelum atau setelah diskusi kelompok, sendiri atau dengan instruktur. Dengan kata lain, diskusi kelompok adalah untuk berbicara tentang grup. komentar positif tentang individu tentu saja sangat diterima! 5. Intervensi dini: Bila pola perilaku sosial yang negatif mulai berkembang, bertindak untuk mengubah pola yang lebih awal daripada kemudian. 6. Komentar Positif: Ketika mengajar atau memfasilitasi diskusi, melengkapi peserta individu pada kontribusi mereka. Cobalah untuk menggunakan nama mereka setiap kali, misalnya, Thatsa benar-benar baik pemikiran melalui ide, John, baik dilakukan .. Mendorong orang lain untuk memberikan umpan balik positif jika sesuai. Hal ini mungkin tampak klise dan palsu, namun jika sadar digunakan ketika ada pembenaran yang nyata untuk pujian, terutama dengan kelompok harga diri rendah, maka dapat membantu untuk meningkatkan tingkat umum harga diri dan lainnya. 7. Anonymous umpan balik positif: Apakah setiap orang tongkat selembar kertas kosong di punggung mereka. Siswa kemudian diminta untuk kemudian pabrik sekitar dan menulis jujur, umpan balik positif pada punggung orang. Mahasiswa kemudian dapat membaca dan membahas umpan balik yang mereka terima. 8. Susunan pemain: Mintalah siswa untuk line diri guna dari mahasiswa yang memberikan kontribusi paling ke grup melalui kepada orang yang memberikan kontribusi paling ke grup. Hal ini bisa menjadi tugas yang kontroversial dan sosial menantang! Setelah siswa setuju pada lineup, kemudian mengatakan bahwa setiap siswa akan mendapat kesempatan untuk memilih satu sama lain mahasiswa yang mereka percaya harus bergerak lebih jauh ke arah mahasiswa yang memberikan kontribusi paling banyak. Tanya jawab. 9. Individu konseling: Ambil seseorang yang tidak mendukung kelompok sosial ke samping dan chatting dengan mereka tentang cara-cara di mana mereka dapat lebih positif terlibat melalui program ini. 10. Penghapusan peserta: Jika perilaku peserta terus secara signifikan mengganggu perkembangan kelompok dan individu lain, kemudian keluarkan siswa dari aktivitas kelompok normal (misalnya minta mereka untuk duduk di luar dari suatu kegiatan, hingga penghapusan untuk beristirahat dari program) .

Thursday 12 May 2011

Evakuasi Bambu

Tujuan permainan ini adalah melatih kerjasama yang komunikatif. Alat bantu yang digunakan adalah bambu, air, tali dan bola pimpong Prosedur dalam permainan ini adalah : 1. Tiap kelompok berlomba mengeluarkan bola dari dalam bambu dengan cara menuangkan air ke dalam bambu. 2. Cara menuangkannya, bambu yang berisi air hanya boleh diangkat dengan menggunakan tali yang telah disediakan 3. Saat melakukan evakuasi, anggota badan tidak boleh melewati batas aman dari daerah yang telah ditentukan Pemaknaan dalam permainan ini adalah : 1. Bagaimana langkah peserta dalam melaksanakan tugas ini 2. Strategi apa saja yang peserta gunakan untuk menyelesaikan tugas ? 3. Mampukan mereka bekerjasama dengan baik ? 4. Siapakah yang mampu memimpin dan berkomunikasi dengan baik ?

Trust fall

Trust fall adalah salah satu permainan yang dilakukan secara berkelompok. Dalam permainan ini semua peserta harus saling percaya, terutama satu peserta yang menjadi contoh untuk menjatuhkan diri. ke arah belakang yang dibawahnya sudah ada beberapa teman dengan formasi tertentu bertugas menangkapnya Peserta yang diatas, tugasnya sekedar mengkakukan badannya lalu kemudian menjatuhkan diri (fall) dan memasrahkan dirinya dengan kepercayaan penuh (trust) akan ditangkap oleh teman-temannya di bawah.Nuansa psikologis yang muncul dari permainan Trust Fall mempengaruhi kedua belah pihak, baik peserta yang menjatuhkan diri ke belakang maupun peserta di bawah yang menangkapnya. Lebih kurang uraiannya: 1. Peserta yang menjatuhkan diri harus yakin dengan dirinya sendiri bahwa dirinya akan selamat. 2. Peserta yang menjatuhkan diri juga harus yakin dan percaya kepada timnya bahwa mereka tidak akan mencelakainya alias bisa menangkapnya dengan baik/selamat. 3. Peserta yang menjatuhkan diri pun harus jatuh dengan baik agar tidak membuat celaka teman-teman yang menangkapnya. Sudah sering terjadi, peserta yang jatuh tidak dengan posisi badan kaku dan pasrah penuh berakibat pada terjadinya kecelakaan pada peserta yang menangkap. Bisa patah tulang, mimisan, dan keseleo. 4. Peserta yang menangkap, dirinya percaya akan kemampuan teamnya menyelamatkan anggota tim yang tengah mengambil resiko dan mempercayai timnya. 5. Peserta yang menangkap pun trust kepada yang akan menjatuhkan diri bahwa dia akan jatuh dengan cara terbaik sehingga tidak melukai dirinya Serta masih banyak hikmah lainnya.

Trust Lean

• Create a careful, concentrating, respectful tone. Watch out for bravado; focus on trust and care. • Sequence appropriately e.g., after icebreakers, name games and initial get to know you activities, but often before or as part of team building activities. • If possible, use Trust Lean as part of a progression of trust-related activities, e.g., from Willow in the Wind to Trust Lean to Running Free to Slice N Dice • Ask participants to find a partner of similar height and weight; same-sex pairs are not essential, but often occur • One person is the Faller and one the Catcher. • Faller must have adopt the falling posture: o standing upright o feet together o hands across chest, resting on shoulders o tight butt cheeks and keep body stiff (to avoid buckling) Catcher is taught "spotting" o one leg in front of the other, o arms extended, o "give" with the weight, taking it mostly through the legs. • Start with small falls, then build. • Establish clear communication calls (like climbing calls), e.g., o Faller: "I am ready to fall. Are you ready to catch me?" o Catcher: "I am ready to catch you. Fall away." o Faller: "Falling." o Catcher: "OK" • After about 5-10 minutes, swap Catchers and Fallers. • Can progress to Trust Falls & Dives from chairs, tables, etc. with whole group catching. • Debrief o Ask partners to share with each other:  What made you feel trusting? (e.g., clear communication, positive encouragement, etc.)  What made you feel less trusting (e.g., laughing/joking, lack of communication, etc.) o Invite people to contribute to a group discussion about what things their partner did to make them feel more or less trusting. Equipment: large area preferably with soft ground e.g, grass. Time: ~20-30 mins Brief description: In pairs of similar size, one becomes a Faller and one the Catcher. Teach methods for spotting, falling and catching. Start small and build to bigger falls, then swap. Debrief - what made you feel more or less trusting?

Slice 'N Dice

A dramatic trust activity for a large group. Group forms a gauntlet, arms out in front. As a person walks down the gauntlet, people raise their arms. Build up to people down running the gauntlet through a sea of chopping arms! Slice 'n Dice • A dramatic finale type trust activity for a large group. • Seems crazy or impossible, but it works. • Large group (>30) forms two lines, facing one another, creating a corridor or gauntlet. • Participants put out their arms straight in front. Arms should intersect, overlapping by about a hand with arms of people opposite. • The first person peels off and walks down the corridor. In order to let the person pass, people raise and then lower their arms, creating a Mexican wave effect - a ripple through which a person is walking. • The person then joins in again at the end of the line. • Next person, peels off, walks, down, and so on. • As the group gets more confident, invite people to walk fast, run, and then sprint down the gauntlet (people generally take great care to raise their arms in time). • At some point, or for the finale, have people chop their arms up and down, only pausing to allow the gauntlet-runner through. It works! Equipment: large, safe space, preferably outside or in a gym Time: ~15 mins Brief description: A dramatic trust activity for a large group. Group forms a gauntlet, arms out in front. As a person walks down the gauntlet, people raise their arms. Build up to people down running the gauntlet through a sea of chopping arms!

Perkenalan dan Membangun Rasa Optimis

Buatlah lingkaran. Peserta diminta untuk mengambil 2 lembar kertas A4. kertas tersebut di tempel di punggung teman di sebelah kanannya. Setiap peserta membawa satu spidol. Tanyakan pada teman yang ada di sebelah kanan tersebut tentang nama panggilannya. Tulislah menurun nama panggilan tersebut di kertas yang tertempel di punggung si pemilik nama (teman yang ada di kanan). Lakukanlah permainan angin bertiup untuk mengacak peserta. Sebelumnya, fasilitator menyiapkan tempat-tempat hinggap dari masing-masing peserta. Katakan “angin bertiup ke arah orang yang memakai kacamata”. Lakukan sampai teracak. Minta peserta untuk mengamati satu sama lain selama proses berlangsung. Lakukan 1 menit. Kemudian, peserta secara acak menuliskan kesan yang ada pada TEMAN BARU-nya dengan cara menuliskan kesan tersebut sesuai nama yang tertempel di punggung. Fasilitator menyiapkan contoh isian kertas. Contohnya: B = Baik ,U = Udik ,D = Diam dan pemalu, I = Idaman Minta peserta untuk membuat sekreatif mungkin. Setelah itu menulis di punggung masing-masing orang, kembali ke lingkaran. Fasilitator menerangkan tentang Inbound. Inbound adalah cara melihat ke dalam diri sendiri, kita berkenalan dengan diri sendiri. Bagikan kertas kepada peserta untuk menuliskan Satu Kata saja yang dapat mewakili karakter dirinya sendiri. Mintalah peserta untuk merenung memikirkan tentang karakter diri atau siapa kita sebenarnya. Setelah selesai, bandingkan dengan kesan oleh orang lain melalui tulisan yang dibuat di punggung. Apakah ada kesamaan? Ajak peserta diskusi selama 2 menit. Setelah melakukan inbound, sekarang minta peserta untuk melihat ke sekeliling di dalam kelas. Melihat semuanya. Tetap berdiri membentuk lingkaran. Tanyakan: “ruangan apa ini?”, “kenapa kita ada di sini?”. Ulangi dua kali pertanyaan ini. tidak ada diskusi pada sesi ini. pertanyaan tidak perlu dijawab secara verbal, cukup dalam hati masing-masing. Kemudian, tanyakan lagi: “apakah anda semua memiliki optimisme terhadap apa yang akan kita lakukan ini?” “seberapa besar optimisme itu?” (gunakan skala 10 untuk mengukur optimisme ini).“apa yang anda harapkan dari forum ini?” Minta peserta untuk merenung 1 menit, kemudian bagikan kertas HVS dan spidol dan mintalah mereka menulis tentang apa yang dipikirkan tersebut. Tulis dengan huruf kapital dan berukuran besar. Terangkan juga untuk menggunakan peraturan “menulis harus huruf kapital. Tidak boleh lebih dari 7 kata. Gunakan SPOK. Tulis dengan ukuran yang besar yang bisa dibaca dari arah mana saja dalam ruangan”. Tempel kertas-kertas yang sudah ditulis dan bacalah bersama.

Tuesday 10 May 2011

Perkenalan dengan menulis

Banyak metode yang bisa digunakan untuk membuat suasana perkenalan menjadi menarik. Cara berkenalan ini sedikit banyak berkaitan dengan kompetensi dasar yang harus dimiliki semua orang yaitu menulis. Urutan prosesnya seperti di bawah ini: - Mintalah setiap peserta untuk mengambil selember kertas dan sebuah balpoin - Instruksikan pada peserta untuk membentuk lingkaran. Jika peserta jumlahnya sedikit posisinya adalah duduk melingkar, namun jika pesertanya banyak, lebih dari 15 orang, mintalah mereka berdiri dan membuat lingkarab besar. - Minta pada peserta untuk menulis nama panggilan (subyek) mereka di ujung kiri atas kertas yang dibawa. Ukuran tulisan sebaiknya tidak terlalu besar, sesuaikan dengan ukuran kertas dan balpoin yang digunakan. - Lipat kertas sebanyak dua kali agar nama yang ditulis tidak terlihat. Besar lipatan sesuaikan dengan besar tulisan, tidak terlalu besar atau tidak terlalu kecil. - Lakukan pengacakan. Kertas tersebut diputar ke kanan atau ke kiri dalam lingkaran tersebut sampai si pemilik kertas tidak memegang kertas miliknya lagi, namun memegang kertas milik orang lain. - Mintalah peserta menulis kata predikat di kertas yang dipegangnya. Usahakan tidak menulis di bagian lipatan namun di bawah lipatan, agar kalau kertas dibuka tulisan-tulisan yang sudah dibuat berada di halaman yang sama atau tidak berada di halaman depan dan belakang. Kata predikat yang ditulis bebas, namun jika ingin membuat suasana menjadi meriah pikirkanlah jenis-jenis predikat yang harus ditulis peserta agar nantinya dapat membentuk kalimat yang lucu. Setelah selesai menulis kata predikat, lipat lagi dan lakukan pengacakan lagi. - Minta peserta munulis kata obyek. Kata obyek yang ditulis juga bebas. Bisa berupa benda-benda yang ada di sekitar atau anggota badan. Kemudian lipat dan acak lagi. - Terakhir minta peserta menulis kata keterangan tempat dan kata keterangan waktu. Setelah selesai, kertas tersebut dilipat menjadi gulungan kecil. - Instruksikan pada peserta untuk menyerahkan gulungan kertas kecil yang dipegangnya ke teman sebelah kirinya. Lakukan terus dengan kecepatan yang terus ditingkatkan. Saling oper akan terjadi dengan cepat dan koordinasi mulai kacau karena saking cepatnya. Teriakan kata “stop!” untuk memberhentikan putaran kertas-kertas yang terjadi dan sekaligus mengagetkan peserta yang sedang asik saling lempar kertas. - Bagi peserta yang memegang dua kertas atau tidak memegang kertas adalah peserta yang “bersalah” dan harus “dihukum” dengan membaca pertama kertas yang dipegangnya. Contoh kalimat yang dibaca seperti ini: “Agus membeli srabi di pasar minggu”. Perkenalan telah dimulai dengan Agus . Lanjutan seterusnya dengan kertas-kertas yang lain. Output dari sesi ini adalah mengingatkan kembali pada peserta tentang hukum SPOK yang harus dipatuhi untuk melakukan penulisan. Output lainnya adalah menyegarkan suasana ketika bekenalan satu dengan yang lain.

ICE BREAKING DAN ORIENTASI

Pendahuluan Sudah menjadi kebiasaan di setiap pelatihan, ketika memulai melaksanakan sebuah training (latihan) terlebih dahulu dimulai suatu segmen peleburan dan pendahuluan yang kemudian dikenal dengan “Ice Breaking dan Orientasi”. Secara sederhana kedua istilah ini tidak dapat dipisahkan secara jelas, keduanya ibarat dua mata uang logam yang menyatu pada satu kesatuan arti dan mempunyai makna yang sangat signifikan terhadap kesuksesan dan tercapainya target sebuah pelatihan. Dengan kata lain tak heran bila orientasi dan ice breaking menjadi momok yang selalu dibicarakan di antara pengelola training sebagai penentu kesuksesan pelatihan di hari-hari berikutnya. Pada tulisan yang singkat ini, untuk menjelaskan secara detail mengenai ice breaking dan orientasi, penulis sengaja memisahkan antara dua istilah ini. Hal ini bukan dimaksudkan untuk memisahkan makna keduanya, tapi hanya sekedar sistematisnya pembahasan. B. Ice Breaking 1. Pengertian Ice Breaking adalah padanan dua kata Inggris yang mengandung makna “memecah es”. Istilah ini sering dipakai dalam training dengan maksud menghilangkan kebekuan-kebekuan di antara peserta latihan, sehingga mereka saling mengenal, mengerti dan bisa saling berinteraksi dengan baik antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan status, usia, pekerjaan, penghasilan, jabatan dan sebagainya akan menyebabkan terjadinya dinding pemisah antara peserta yang satu dengan yang lainnya. untuk melebur dinding-dinding penghambat tersebut, diperlukan sebuah proses ice breaking. 2. Tujuan Tujuan dilaksanakan ice breaking ini adalah : a. Terciptanya kondisi-kondisi yang equal (setarap) antara sesama peserta dalam forum training. A. Pendahuluan Sudah menjadi kebiasaan di setiap pelatihan, ketika memulai melaksanakan sebuah training (latihan) terlebih dahulu dimulai suatu segmen peleburan dan pendahuluan yang kemudian dikenal dengan “Ice Breaking dan Orientasi”. Secara sederhana kedua istilah ini tidak dapat dipisahkan secara jelas, keduanya ibarat dua mata uang logam yang menyatu pada satu kesatuan arti dan mempunyai makna yang sangat signifikan terhadap kesuksesan dan tercapainya target sebuah pelatihan. Dengan kata lain tak heran bila orientasi dan ice breaking menjadi momok yang selalu dibicarakan di antara pengelola training sebagai penentu kesuksesan pelatihan di hari-hari berikutnya. Pada tulisan yang singkat ini, untuk menjelaskan secara detail mengenai ice breaking dan orientasi, penulis sengaja memisahkan antara dua istilah ini. Hal ini bukan dimaksudkan untuk memisahkan makna keduanya, tapi hanya sekedar sistematisnya pembahasan. B. Ice Breaking 1. Pengertian Ice Breaking adalah padanan dua kata Inggris yang mengandung makna “memecah es”. Istilah ini sering dipakai dalam training dengan maksud menghilangkan kebekuan-kebekuan di antara peserta latihan, sehingga mereka saling mengenal, mengerti dan bisa saling berinteraksi dengan baik antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan status, usia, pekerjaan, penghasilan, jabatan dan sebagainya akan menyebabkan terjadinya dinding pemisah antara peserta yang satu dengan yang lainnya. untuk melebur dinding-dinding penghambat tersebut, diperlukan sebuah proses ice breaking. 2. Tujuan Tujuan dilaksanakan ice breaking ini adalah : a. Terciptanya kondisi-kondisi yang equal (setarap) antara sesama peserta dalam forum training. b. Menghilangkan sekat-sekat pembatas di antara peserta, sehingga tidak ada lagi anggapan si anu pintar, si anu bodoh, si anu kaya, si anu bos dan lain sebagainya, yang ada hanyalah kesamaan kesempatan untuk maju. c. Terciptanya kondisi yang dinamis di antara peserta d. Menimbulkan kegairahan (motivasi) antara sesama peserta untuk melakukan aktivitas selama training berlangsung. 3. Metode Banyak metode yang dapat dilakukan dalam ice breaking ini, di antaranya : a. Metode Ceramah, pelatih melakukan terlebih dahulu ceramah pembuka yang pada hakikatnya menjelaskan tentang beberapa hal, antara lain : pentingnya kesatuan dalam suatu komunitas, persamaan hak di antara sesama peserta, perlakukan yang sama, tim building, kesadaran potensi, kerjasama antar kelompok dll. b. Metode Studi Kasus, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta untuk ikut andil memecahkan persoalan-persoalan praktis sehari-hari yang ditawarkan oleh pelatih, tujuannya adalah ; - Untuk melihat potensi awal yang dimiliki masing-masing peserta baik dari segi afektif, kognitif maupun psikomotornya. - Membiasakan peserta untuk berinteraksi dengan kelompoknya yang baru, dengan bertanya, menanggapi atau mengamati peserta lain. - Memberikan pengertian bahwa sejak hari itu mereka akan menjadi sebuah keluarga (sanak famili) sampai kapanpun. c. Metode Sinetik, yaitu sebuah metode pengembangan sumbang saran, dimana dalam suatu pemecahan masalah dipadukan berbagai pendapat dari berbagai disiplin ilmu sehingga memunculkan solusi yang lebih kreatif terhadap persoalan yang muncul. d. Metode Lorong Penuh Liku, metode ini dimulai dari membaca beberapa halaman dari buku, kemudian dipaksa untuk membuat keputusan. Berdasarkan keputusan itu peserta diinstruksikan untuk membuka pada suatu halaman tertentu yang telah disusun secara acak. Kemudian diberikan sebuah skenario yang berdasarkan keputusan yang telah dibuat dan keputusan lebih lanjut akan mengirim anda ke halaman muka atau halaman-halaman belakang dari buku, sampai akhirnya peserta keluar dari lorong-lorong tersebut, mungkin setelah melakukan beberapa langkah-langkah yang salah. (untuk penggunaan teknik ini, pelatih harus terlebih dahulu mempersiapkan bahan-bahannya). e. Metode Simulasi dan Permainan, metode ini merupakan metode yang paling mudah dilakukan, pelatih mempersiapkan beberapa permainan yang bertujuan untuk memecah kebekuan (ice breaking games) peserta. Permainan ini banyak sekali bentuknya, di antaranya adalah ; permainan lempar kokarde, pesan berantai, ziq-zaq dan lain-lain. Tujuan simulasi ini adalah : - Terciptanya keakraban di antara peserta. - Masing-masing peserta dapat menghafal nama dan beberapa identitas penting peserta lainnya. - Tertanamnya anggapan bahwa mereka adalah satu kesatuan (solidaritas) “bila satu sakit, yang lain akan ikut merasakannya”. 4. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Saat Ice Breaking 1. Seorang pelatih haruslah mempunyai naluri (feeling) khusus yang kuat ketika melakukan proses ice breaking. Ia harus tahu saat peserta sudah lebur atau belum dan masih harus dileburkan. Ketika peserta belum lebur namun ice breaking sudah dihentikan, hal ini akan menyusahkan sewaktu penyajian materi berikutnya. 2. Saat melakukan ice breaking, seorang pelatih harus sudah dapat mendeteksi, (minimal beberapa orang dari peserta sudah masuk dalam memorinya) tentang potensi awal, sikap, sifat dan “karakteristik special” seorang peserta. 3. Waktu yang disediakan untuk melakukan ice breaking sangat kondisional, tergantung kepada tingkat keleburan peserta. Ada peserta yang mudah lebur dan ada yang sulit lebur, karena perbedaan pendidikan, latar belakang, dll yang sangat signifikan. Oleh karena itu seorang pelatih harus mempunyai beberapa “jurus simpanan” yang harus dikeluarkannya bila peserta sulit mengalami peleburan antara satu dengan yang lainnya. 4. Menimbulkan kesan positif, seorang pelatih haruslah dipandang oleh peserta dalam pandangan yang positif, baik dari segi pendapat, sikap, sifat dan interaksinya dengan peserta, karena tidak menutup kemungkinan nanti seorang pelatih akan menjadi tempat “curhat” paling dipercaya bagi peserta yang mengalami persoalan-persoalan khusus. C. Orientasi 1. Pengertian Orientasi yang dimaksudkan disini adalah suatu proses pemberian pemahaman kepada peserta, tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan latihan yang sedang diadakan. Pada hakikatnya orientasi yang dilakukan pada saat pelatihan adalah berusaha menjawab tiga pertanyaan penting, yaitu : a. Sedang apa mereka (para peserta) dalam acara ini ? b. Apa yang mesti mereka lakukan ? c. Hal-hal apa saja yang akan mereka temui ? 2. Tujuan Adapun tujuan dilakukan orientasi ini adalah : a. Menghilangkan kebingungan peserta tentang apa yang sebenarnya mereka ikuti. b. Meluruskan motivasi awal mereka untuk mengikuti pelatihan tersebut c. Memberikan pemahaman tentang hal-hal apa saja yang mesti mereka lakukan selama mengikuti pelatihan tersebut d. Memberikan gambaran ringkas tentang hal-hal yang akan mereka temui selama mengikuti pelatihan (dengan tidak memberitahu hal-hal yang sangat rahasia/esensil). e. Memunculkan komitmen dan kesediaan mereka untuk mengikuti acara ini dari awal hingga akhir dengan penuh perhatian dan kesadaran diri. 3. Metode Metode yang dapat digunakan dalam melakukan orientasi adalah ceramah dan diskusi. Ceramah dimaksudkan untuk menjelaskan kepada seluruh peserta tentang : a. Apa sebenarnya pelatihan yang sedang berlangsung, tujuan, target, kedudukan panitia, tugas dan wewenang pelatih, organisasi pelatih, ruangan-ruangan yang ada di tempat diselenggarakannya pelatihan yang boleh dan tidak boleh peserta masuk ke dalamnya. b. Tugas-tugas terstruktur, resume, sistem penilaian peserta, aspek-aspek (ranah) penilaian, bobot penilaian, dispensasi izin dan kriteria lulus peserta. c. Seluruh hal-hal yang berkenaan dengan proses pelatihan (asal tidak hal-hal yang paling esensial dan rahasia dalam pelatihan tersebut) 4. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Saat Orientasi a. Setiap peserta tentunya mempunyai motivasi masing-masing untuk mengikuti pelatihan, motivasi awal ini ada yang baik dan ada yang perlu diluruskan. Dalam orientasilah sebaiknya motivasi awal setiap peserta diluruskan dan diarahkan. b. Sewaktu melaksanakan orientasi, hendaklah diungkapkan dengan sejelas-jelasnya apa saja mengenai pelatihan yang akan mereka ikuti, layani setiap pertanyaan yang muncul dan jelaskan apa adanya, jangan memanipulasi keadaan. c. Waktu yang disediakan untuk orientasi tergantung kepada keadaan, namun untuk memudahkan ; jika peserta tidak meragukan lagi (tidak muncul lagi pertanyaan) saat itu orientasi dapat dinyatakan selesai. d. Waktu akan mengakhiri orientasi, semua peserta dapat diikat dengan satu komitmen yang disampaikan secara lisan satu persatu bahwa mereka siap dan bersedia menjadi peserta pelatihan tersebut. Jika ada yang tidak mau menyatakan komitmennya, sebaiknya peserta tersebut mengundurkan diri dari awal.

Thursday 5 May 2011

Permainan Blind Wall



Tujuan permainan ini adalah untuk melatih keseimbangan otak.
Langkah yang harus dilakukan oleh peserta adalah tiap-tiap peserta dalam kelompok diminta berjalan dengan mata tertutup (kecuali ketua kelompok) mengikuti jalur yang sudah dibuat. Dengan arahan ketua kelompok yang berjalan paling belakang, peserta berjalan mengikuti jalur tanpa menyentuh pembatas.
Kelompok yang pertama memasuki garis finish ditetapkan sebagai pemenang.
Pemaknaan dalam permainan ini adalah bagaimana kelompok mengatur strategi dan melatih kedisiplinan serta kerjasama kelompok.

Mine Field



Objects are scattered in an indoor or outdoor place. In pairs, one person verbally guides his/her partner, a blindfolded person, through the minefield.
Mine Field
• A popular and engaging game involving communication and trust. The task is very flexible, works for groups of various types and sizes, and can be adapted to youth, adults, corporate, etc.
• Select an appropriate area. Go outside, if possible. Can be done inside, even in rooms with fixed furniture (which can become objects to be avoided).
• Distribute "mines" e.g., balls or other objects such as bowling pins, cones, foam noodles, etc.
• Establish a concentrating and caring tone for this activity. Trust exercises require a serious atmosphere to help develop a genuine sense of trust and safety.
• Participants operate in pairs. Consider how the pairs are formed - it's a chance to work on relationships. One person is blind-folded (or keeps eyes closed) and cannot talk (optional). The other person can see and talk, but cannot enter the field or touch the person.
• The challenge is for each blind-folded person to walk from one side of the field to the other, avoiding the "mines", by listening to the verbal instructions of their partners.
• Allow participants a short period (e.g., 3 minutes) of planning time to decide on their communication commands, then begin the activity.
• Be wary of blindfolded people bumping into each other. The instructor(s) can float around the playing area to help prevent collisions.
• Decide on the penalty for hitting a "mine". It could be a restart (serious consequence) or time penalty or simply a count of hits, but without penalty.
• It can help participants if you suggest that they each develop a unique communication system. When participants swap roles, give participants some review and planning time to refine their communication method.
• Allow participants to swap over and even have several attempts, until a real, satisfied sense of skill and competence in being able to guide a partner through the "minefield" develops.
• The activity can be conducted one pair at a time (e.g., in a therapeutic situation), or with all pairs at once (creates a more demanding exercise due to the extra noise/confusion).
• Can be conducted as a competitive task - e.g., which pair is the quickest or has the fewest hits?
• The facilitator plays an important role in creating an optimal level of challenge, e.g., consider introducing more items or removing items if it seems too easy or too hard. Also consider coaching participants with communication methods (e.g., for younger students, hint that they could benefit from coming up with clear commands for stop, forward, left, right, etc.).
• Be cautious about blind-folding people - it can provoke trust and care issues and trigger post-traumatic reactions. Minimize this risk by sequencing Mine Field within a longer program involving other get-to-know-you and trust building activities before Mine Field.
Variations
• Minefield in a Circle: Blindfolded people start on the outside of a large rope circle, go into middle, get an item ("treasure", e.g., a small ball or bean bag), then return to the outside; continue to see who can get the most objects within a time period.
• Metaphorical Framing: Some set ups for minefield get very elaborate and metaphor-rich, e.g., hanging objects which metaphorically reflect the participants' background and/or issues. For example, items which represent drugs, peer pressure, talking with parents about the problem, etc. have been used in a family adventure therapy program (Gillis & Simpson, 1994).
• Participants can begin by trying to cross the field by themselves. In a second round, participants can then ask someone else to help them traverse the field by "talking" them through the field.
• To increase the difficulty, you can have other people calling out. The blindfolded person must concentrate on their partner's voice amidst all the other voices that could distract them from the task.
• Be aware that some participants may object to, or have previous traumatic experience around the metaphor of explosive mines which have caused and continue to cause much harm and suffering. It may be preferable to rename the activity, for example, as an "obstacle course" or "navigation course".
Processing Ideas
• How much did you trust your partner (out of 10) at the start?
• How much did you trust your partner (out of 10) at the end?
• What is the difference between going alone and being guided by another?
• What ingredients are needed when trusting and working with someone else?
• What did your partner do to help you feel safe and secure?
• What could your partner have done to help make you feel more safe/secure?
• What communication strategies worked best?
Equipment
o Markers or lengths of rope to indicate the boundaries (e.g., 50 yard rectangular field)
o Bowling pins or many soft objects, such as larger balls and stuff - the more the better
o Blind folds (can be optional)
Summary Objects are scattered in an indoor or outdoor place. In pairs, one person verbally guides his/her partner, whose eyes are closed or blindfolded, through the "minefield".
Time
• ~20 minutes to set up
• ~5-10 minutes to brief
• ~5 minutes planning/discussion
• ~15-30 minutes activity
• ~5-30 minutes debrief
Group Size 2 to 30 is possible; works well with larger groups e.g., 16 to 24.

TEKNIK DAN PRAKTIK PANJAT TEBING

1. Bergerak
Bergerak pada tebing lebih menuntut perhatian kita dalam menggunakan kaki. Pijakan kaki yang mantap akan lebih memudahkan kita dalam bergerak dan untuk memperoleh keseimbangan tubuh. Seorang yang baru belajar panjat tebing biasanya akan memusatkan perhatian pada pegangan tangan. Hal ini justru akan mempercepat lelah dan kehilangan keseimbangan. Tangan sebenarnya hanya membantu kaki dalam mencapai keseimbangan tersebut, kecuali untuk kasus-kasus tertentu, seperti melewati overhang, layback, dsb. Untuk itu, bagi pemula sebaiknya memusatkan perhatian untuk mencari pijakan (foot hold).
Unsur terpenting dalam panjat tebing adalah keseimbangan; bilamana menempatkan tubuh, sehingga beban tubuh dapat terpusat pada titik-titik pijakan. Prinsip tiga point sangat baik untuk diterapkan. Yaitu hanya menggerakan satu anggota badan saja (kaki kiri/kanan dan tangan kiri/kanan), sementara tiga anggota badan lain tetap pada pijakan/pegangan. Kesalahan lain yang biasa dibuat oleh seorang pemanjat pemula adalah menempelkan tubuhnya rapat ke tebing. Hal ini justru merusak keseimbangannya. Tubuh yang menempel pada tebing akan menyusahkan seorang pendaki dalam bergerak. Dalam melakukan gerakan, tidak perlu mencari pegangan yang terlalu tinggi karena akan cepat menguras tenaga. Seperti halnya bila kita berjalan dengan langkah lebar tentu akan cepat lelah. Bergeraklah seperti ‘puteri solo’, melakukan langkah kecil, tenang tapi pasti.
Hal lain yang mendukung dalam setiap jenis olahraga adalah semangat. Dengan berlatih serius tentu kita akan dapat bergerak dengan anggun. Ada perkataan seperti ini, “The best training for rock-climbing is rock-climbing”, ya berlatih panjat tebing sebaiknya ditebing, melakukan panjat tebing itu sendiri.

2. Menggunakan Kaki
Dalam setiap gerakan, pengerahan energi harus diperhitungkan, sehingga pada saat dibutuhkan, energi tersebut dapat dikerahkan secara penuh. Konservasi energi dengan koordinasi antara otak dengan tubuh adalah keseimbangan antara apa yang terpikir dan apa yang mampu dilakukan tubuh kita. Posisi telapak kita jelas akan menentukan ketepatan titik beban pada kaki. Menempelkan lutut pada tebing justru akan merusak keseimbangan. Usahakan untuk merencanakan penempatan kaki dahulu sebelum mencari pegangan tangan.

3. Menggunakan Tangan
Setelah menempatkan posisi kaki dengan benar, tangan akan membantu dalam mencapai keseimbangan tubuh seseorang pendaki dengan memanfaatkan rekahan atau tonjolan batu. Rekahan tersebut bisa berupa rekahan kecil dan besar yang cukup untuk seluruh badan. Tonjolan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga macam, tonjolan tajam (incut), tonjolan datar (flat), dan tonjolan bulat (rounded/sloping).



Berdasarkan retakan dan tonjolan tebing, maka pegangan dapat dibagi menjadi beberapa macam:
a. Pegangan biasa
Untuk tonjolan yang cukup besar (incut dan flat), seluruh tangan dapat digunakan, tapi ada kalanya sangat kecil sehingga hanya jari yang dapat digunakan.

gambar 13. Flat Hold, Pressure push hold

b. Pegangan Tekan (pressure push hold)
Pegangan ini diperoleh dengan cara mendorong tangan pada bidang batu yang cukup luas.

c. Pegangan Jepit
Jenis ini dipakai untuk tonjolan bulat (rounded atau slopping). Kalau tonjolan ini cukup besar bisa seluruh tangan digunakan, tetapi bila kecil hanya jari saja yang digunakan.

d. Jamming
Pegangan ini dilakukan secara khusus, yaitu dengan cara menyelipkan tangan sehingga menempel dengan erat. Sesuai besar kecilnya celah batu jamming dibagi atas beberapa macam:
- jamming dengan jari atau tangan (finger and hand jamming)
- jamming dengan kepalan atau lengan (fist and arm jamming)

gambar 14. Jamming


4. Gerakan Khusus Dalam Panjat Tebing
Dalam bergerak, sering dijumpai kondisi medan yang sulit dilewati dengan hanya mengandalkan teknik pegangan biasa. Untuk itu, ada beberapa gerakan khusus yang penting diketahui.
a. Layback
Diantara dua tebing yang berhadapan dan membentuk sudut tegak lurus, sering dijumpai suatu retakan yang memanjang dari bawah ke atas. Gerakan ke atas untuk kondisi tebing seperti itu dengan mendorong kaki pada tebing di hadapan kita dan menggeser-geserkan tangan pada retakan tersebut ke atas secara bergantian pada saat yang sama. Gerakan ini sangat memerlukan pengerahan tenaga yang besar, karenanya gerakan harus dilakukan secara tepat sebelum tenaga kedua tangan habis.
b. Chimney
Bila kita menemukan dua tebing berhadapan yang membentuk suatu celah yang cukup besar untuk memasukkan tubuh, cara yang dilakukan adalah dengan chimney yaitu dengan menyandarkan tubuh pada tebing yang satu dan menekan atau mendorong kaki dan tangan pada dinding yang lain. Tindakan selanjutnya adalah dengan menggeser-geserkan tangan, kaki dan tubuh sehingga gerakan ke atas dapat dilakukan. Berdasarkan lebar celah batu yang kita hadapi, maka chimney dapat dibagi atas:
- Wriggling
Wriggling dilakukan pada celah yang tidak terlalu luas sehingga cukup untuk tubuh saja.
- Backing Up
Backing Up dilakukan pada celah yang cukup luas, sehingga badan dapat menyusup dan bergerak lebih bebas.
- Bridging
Bridging dilakukan pada celah yang sangat lebar sehingga hanya dapat dicapai apabila merentangkan kaki dan tangan selebar-lebarnya.

c. Mantelshelf
Dilakukan bila menghadapi suatu tonjolan datar atau flat yang luas sehingga dapat menjadi tempat untuk berdiri. Caranya yaitu dengan menarik tubuh dengan kekuatan tangan dan tolakan kaki sehingga dapat melalui tonjolan tadi. Salah satu kaki kemudian menginjak dataran batu tersebut sejajar dengan tangan, disusul dengan kaki yang lainnya.

d. Cheval
Cara ini dilakukan pada batu yang biasa disebut arete yaitu bagian punggung tebing batu dengan bidang yang sangat tipis dan kecil.Pendaki yang menggunakan cara ini mula-mula duduk seperti menungang kuda pada arete, lalu dengan kedua tangan menekan bidang batu dibawahnya, ia mengangkat atau memindahkan tubuhnya ke atas.

e. Traversing
Adalah gerakan menyamping atau horisontal dari suatu tempat ke tempat lain. Gerakan ini dilakukan untuk mencari bidang batu yang baik untuk dipanjat, untuk mencari rute yang memungkinkan menuju ke atas. Karena gerakan ini horisontal, biasanya lebih banyak digunakan tangan dari pada kaki (hand traveserse).

gambar 15. Traversing
f. Slab Climbing / Friction Climbing
Dilakukan pada tebing yang licin dan tanpa celah atau rekahan serta kondisi tidak terlalu curam.

5. Leading and Runners
a. Leading (memimpin pendakian)
Umumnya dalam setiap pendakian, harus ada seorang yang menjadi pendaki pertama (leader), biasanya dipilih seorang yang berpengalaman. Untuk menjadi leader dibutuhkan pengetahuan yang cukup tentang panjat tebing. Ketenangan dalam menyelesaikan rute-rute sulit, menempatkan piton-piton dan chock dengan tepat, keyakinan untuk bergerak ke atas dengan mulus serta dengan keyakinan pula menempatkan diri pada posisi istirahat. Bila rute tersebut masih asri / belum terjamah sebelumnya, maka menciptakan rute baru menurut seorang pendaki terkenal merupakan karya seni yang luar biasa. Untuk mengamankan dirinya dari kemungkinan jatuh, seorang leader akan menempatkan suatu rangkaian jalur pengaman pada tempat-tempat yang tepat. Jalur pengaman (runners) yang dibuat selurus mungkin, ini dimaksudkan untuk mengurangi gesekan antara karabiner dengan tali pengaman. Hal ini untuk mencegah copotnya runners.
b. Runners
Runners adalah tempat tumpuan tali pengaman yang dipasang oleh pendaki pertama untuk memperkecil jarak jatuh yang mungkin timbul. Semakin banyak runners yang dipakai, makin terjaga pula pengamanan untuk si pendaki. Akan tetapi banyak juga para pendaki yang beranggapan bahwa pemakainan runners harus sesedikit mungkin, untuk menjaga kelestarian tebing bersangkutan. Runners umumnya dipakai untuk proteksi pendaki pertama, akan tetapi untuk kasus-kasus tertentu bisa juga dipakai untuk proteksi pendaki kedua. Sesuai perkembangan peralatan panjat tebing, runners dapat dibentuk dari banyak alat. Akan tetapi pada prinsipnya runners dapat dibentuk dengan piton, sling, dan chock.
6. Belaying dan Anchor
a. Belaying
Merupakan hal yang penting dalam suatu rangkaian panjat tebing (claimbing chain). Belayer yang baik harus terlatih sehingga dapat menyelamatkan leader, bila leader terjatuh. Untuk itu dibutuhkan latihan, disamping memahami cara-cara yang tepat. Komunikasi antara belayer dengan leader harus jelas dan dimengerti oleh kedua belah pihak. Karena adakalanya leader minta belayer untuk mengendorkan tali (slack) ataupun mengencangkan tali (tension).
b. Anchor
Anchor (jangkar) adalah suatu titik keamanan awal dimana yang kita buat disangkutkan di sana. Anchor berguna untuk mengikatkan tali yang telah bersimpul tersebut dan dipakai untuk rappeling (turun), naik (memakai alat) atau untuk mengikatkan seseorang bila ia menjadi seorang belayer. Ada anchor alamiah yang relatif kuat dan ada pula anchor buatan dengan bantuan piton, bolt, chock, sling, dan etrier. Anchor buatan umumnya dipakai bila sama sekali tidak ada anchor alamiah misalnya pada suatu pitch di tengah-tengah tebing.

gambar 16. Membuat Anchor Bolt
c. Belaying dan penggunaan Runners
Ada beberapa pendaki yang senang melakukan panjat tebing seorang diri, tetapi kebanyakan kegiatan ini dilakukan oleh satu kelompok yang terdiri dari beberapa pendaki. Dalam ‘free climbing’ beberapa alat pendakian juga digunakan, meskipun pemakaian terbatas untuk proteksi saja. Tali misalnya, bukan untuk memanjat atau pegangan, tapi untuk tali pengaman (safety rope) yang menghubungkan pendaki dengan pendaki lain yang menjadi belayer. Demikian halnya alat-alat lain seperti karabiner, piton, chock atau sling yang semuanya digunakan untuk proteksi. Pendakian oleh satu kelompok dipandang sebagai suatu hal yang menjamin keamanan para pendaki. Pendaki pertama diikat dengan tali pengaman yang dihubungkan dengan pendaki kedua yang melakukan belaying. Untuk menghindarkan akibat jatuh yang fatal, maka jarak jatuh si pendaki dengan belayer harus dipersempit. Caranya yaitu dengan menempatkan runners (running belay) pada jarak-jarak di tebing batu. Dengan menempatkan runners sebanyak mungkin, diharapkan faktor kejatuhan (fall factor) dapat diperkecil. Bila pendaki pertama berhasil mencapai tempat berpijak yang aman, maka sekarang ia membantu mengamankan pendaki kedua dengan memberikan belaying (upper belay). Jarak antara tempat pendaki pertama berpijak dengan pendaki kedua yang menjadi belayer (low belaying) secara teknis disebut “pitch”. Jadi banyak pitch pada satu tebing tergantung frekuensi belaying yang dilakukan.
7. Abseiling (Rapeling)
Setelah mencapai puncak tebing, persoalan berikutnya adalah bagaimana turun kembali. Pada saat turun, pandangan pendaki tidak seluas atau sebebas ketika mendaki. Inilah sebabnya mengapa turun lebih sulit dari pada mendaki. Karenanya alat sangat diperlukan pada saat turun tebing (abseiling/rapeling). Cara turun dengan menggunakan tali melalui gerakan atau sistem friksi sehingga laju luncur pendaki dapat terkontrol.
Berdasarkan pemakaian alat maka abseiling dapat dibagi atas : teknik tanpa karabiner (classic method) dan teknik dengan karabiner (crab method).

gambar 17. Abseiling
a. Teknik Dulfer
Cara klasik dalam turun tebing. Hanya menggunakan tali luncur (abseiling rope) yang diletakkan diantara dua kaki lalu menyilang dada dan melalui bahu. Laju turun ditahan dengan satu tangan.
b. Teknik Modified Dulfer
Teknik semi klasik. Menggunakan karabiner tersebut tali luncur menyilang ke salah satu bahu lalu dipegang oleh satu tangan untuk kontrol.
c. Teknik Komando
Di Indonesia, cara ini sering dipakai oleh para komando. Caranya dengan melilitkan karabiner dengan tali sebanyak dua kali, dan dengan melewati antara kaki maka laju badan dikontrol dengan gerakan tali luncur tersebut pada salah satu tangan. Adakalanya tali luncur tersebut tidak melalui dua kaki tetapi hanya satu paha, lalu gerakan friksinya diatur oleh tangan yang sejajar dengan paha tersebut.
d. Teknik Brake Bar
Empat buah karabiner disusun melintang sedemikian rupa sehingga merupakan sistem friksi (lihat kembali: descendeur), lalu tali luncur melewatinya dengan dikontrol oleh satu tangan pendaki. Sistem friksi kemudian dikembangkan dengan sistem descendeur khusus yang disebut bar crab. Abseiling dengan penggunaan karabiner atau tanpa karabiner dilakukan pada tebing batu yang tidak terlalu tinggi. Bila kita berhadapan dengan satu tebing yang panjang atau tinggi, maka cara ini tidak dianjurkan.Untuk kasus seperti itu dapat menggunakan descendeur, seperti figure of eight, bobbin atau brake bar. Karena abseiling sangat tergantung pada alat yang dipakai maka persiapan penggunaanya harus betul-betul diperhatikan. Pastikan bahwa ikatan pada anchor benar-benar kuat. Periksa kembali apakah ujung tali telah disimpul. Sebaiknya selain abseile rope persiapkan juga safety rope yang diamankan oleh pendaki kedua.
Dengan memasang karabiner untuk meluncur, mutlak diperhatikan arah pintu (gate) karabiner tersebut. Ingat prinsip friksinya jangan sampai terbalik tetap gate karabiner. Kalau perlu screw gate karabiner.Tangan yang mengontrol laju tidak boleh dilepas, karena luncuran yang tidak terkontrol dapat berakibat fatal.
Jangan memaksa untuk melakukan lompatan pada abseiling, kecuali pada tebing yang menggantung (overhang). Turunlah perlahan-lahan, lompatan akan memberi tekanan pada tali sehingga kemungkinan tali lepas atau aus lebih besar. Lagi pula, lompatan sering membuat pendaki lepas kontrol dan mendarat kurang tepat.

8. Urutan Suatu Pendakian
a. Memilih rute
Pada umumnya dipilih berdasarkan data-data yang sudah ada, misalnya dari buku-buku panduan atau dari para pendaki yang pernah melewatinya.
b. Mempersiapkan peralatan
Persiapkan peralatan yang dibutuhkan sesuai dengan rute yang dipilih.
c. Menentukan leader
Leader dipilih oleh mereka yang dianggap lebih berpengalaman. Apabila dalam regu tersebut kemampuannya sama, leader dapat bergantian.
d .Mempersiapkan pendakian
- Buat anchor pada posisi yang tepat.
- Leader mempersiapkan diri, yaitu seluruh peralatan pendakian yang ditempatkan pada gantungan yang tersedia atau pada sekeliling harness.
- Belayer mempersiapkan diri, yaitu dengan mengikatkan diri pada anchor.
- Aba-aba. Apabila leader telah siap, dia akan berkata “ belay on” dan disahuti oleh belayer dengan “on belay”.



e. Memulai pendakian
- Leader naik menuju pitch (belayer harus seksama memperhatikan seluruh gerakan yang dilakukan oleh leader, cara memasang chock, melewati overhang/tebing atap/tebing yang menggantung istirahat, memasang sling, dsb.
- Leader menyangkutkan tali pengaman pada runner yang dibuatnya.
- Berikutnya kadang-kadang leader melakukan gerakan khusus atau menggunakan tangga untuk dapat terus naik.
- Bila leader jatuh akan tertolong oleh belayer bila runner telah terpasang kuat.
- Setelah cukup tinggi sekitar 40 meter lebih, leader akan mencari tempat yang cukup aman untuk memasang anchor.
- Adakala sebelum setinggi itu terdapat teras lebih baik anchor dipasang di sini. Bila leader merasa cukup aman terikat pada anchor yang dibuat dia akan berkata “belay off”
- Leader telah menyelesaikan pitch I

gambar 18. urutan pendakian
e. Belayer mempersiapkan diri untuk menyusul leader ke pitch I
- Langkah pertama ia akan membuat anchor
- Ujung tali yang dipakai untuk mem-belay disangkutkan pada tubuhnya
- Belayer melakukan cleaning up (membersihkan runner yang dibuat oleh leader). Biasanya ia dilengkapi oleh hammer yang berguna untuk mencopot piton.
- Belayer sebagai pendaki kedua sampai di pitch I
g. Meneruskan ke pitch I
- Bila ada pendaki ketiga, leader akan memasang fixed rope (tali tetap) untuk pendaki ketiga yang naik menggunakan ascendeur.
- Bila hanya berdua, akan dimulai proses pendakian seperti sebelumnya.
9. Artificial Climbing
Pada suatu keadaan tertentu dimana tebing tidak ada hold (tonjolan batu) tetapi hanya ada rekahan kecil yang tidak dapat digunakan untuk pijakan dan pegangan, maka pendakian akan menggunakan alat berupa piton, friend, chock serta etrier dalam menambah ketinggian.
Dalam hal ini etrier menjadi alat yang sangat vital sebagai pijakan. Dengan cara menempatkan etrier pada chock/friend/piton yang terpasang pada rekahan. Pendaki memasang lebih ke atas lagi chock/friend/piton, kemudian etrier dipindahkan pada chock/friend/piton yang terpasang tersebut. Demikian seterusnya berulang-ulang sehingga pendaki mencapai ketinggian yang diinginkan.
http://www.esluhaoutbound.blogspot.com/

Wednesday 4 May 2011

MATERI PELATIHAN (Outbond Management Training)

1. Ice Breaking
Memecahkan suasana yang kaku, dalam session ini para peserta diharapkan lebih mengenal antara peserta satu dengan yang lainnya.

2. Communication
Peserta outbound training akan dikondisikan dalam situasi permainan-permainan yang menarik, tidak membosankan. Berkomunikasi, membangkitkan rasa percaya terhadap rekan dalam kelompoknya.

3. Team Building
Peserta outbound diarahkan menjadi “Team Player’ yang handal. Saling mendukung, kerjasama, pentingnya komunikasi dan membangun suatu tim yang kompak adalah tujuan dari pelatihan ini.

4. Problem Solving
Peserta mampu mengenali masalah yang ada serta prioritas penyelesaiannya, serta mampu memilih informasi yang relevan dan membuat analisis serta keputusan untuk menemukan sebab timbulnya persoalan secara lebih terarah.

5. Competition Games
Menjadi pemenang diantara pesain-pesaing (kelompok lain), dengan mengatur strategi dan mengoptimalkan segala kemampuan baik individu maupun kemampuan kelompok

Willow in the Wind

Dalam kelompok ~ 8, seseorang di tengah menutup / nya mata, melakukan "kepercayaan ramping" dan "lulus sekitar" grup. Membutuhkan baik fasilitasi dan kelompok cukup matang.

Willow in the Wind

1. Menyediakan aktivitas lembut, tapi sangat penting dan menantang untuk mulai membangun kepercayaan asli antara orang-orang. Membutuhkan baik fasilitasi dan kelompok cukup matang.
2. Anggota kelompok harus sudah menghabiskan waktu bersama, tahu nama masing-masing, dll
3. Menetapkan nada asli, sedangkan menyenangkan diperbolehkan, tujuan utama adalah menjaga dan merawat satu sama lain. Hal ini memerlukan suasana, tenang mendukung. Jika particpants tidak dapat benar-benar mempertahankan suasana seperti ini, kemudian mencari kegiatan yang kurang serius. Ada potensi untuk luka fisik dan psikologis.










4. Kelompok ini perlu diajarkan teknik spotting yang benar:
- satu kaki di depan yang lain
- lengan terentang, siku terkunci, jari longgar
- siap dan waspada
5. Dalam kelompok sekitar 8, satu orang relawan untuk menjadi "willow" di tengah. Fasilitator menunjukkan "willow":
- kaki bersama-sama
- menutup / nya mata
- menyilangkan lengan dan tangan pada bahu
- terus pipi pantat ketat dan tubuh lurus
- menetapkan kontrak dengan kelompok (lihat di bawah)
- melakukan "kepercayaan ramping" dan memungkinkan dirinya untuk menjadi "lulus sekitar" grup.


6. Langkah terakhir sebelum bersandar adalah untuk menciptakan sebuah kontrak antara "willow" dan kelompok. Hal ini dapat pergi seperti ini:
Willow: "Saya siap untuk jatuh Apakah Anda siap untuk menangkap saya?."
Group: "Kami siap untuk menangkap Anda Fall pergi.."
Willow: "Jatuh."
Group: "OK"

Penting: Pastikan grup ini ketat, harus-ke-bahu, lengan terentang. Dalam posisi ini, tangan hampir harus menyentuh orang yang berdiri di tengah. Hal ini memastikan bahwa jatuh awal akan sangat lembut. Secara bertahap kelompok dapat kemudahan kembali untuk memungkinkan lebih luas ramping. Bagikan orang besar dan kecil merata, untuk menghindari titik lemah dalam lingkaran. The "willow" harus memungkinkan dirinya yang akan dilalui sekitar oleh kelompok selama dia / dia suka (biasanya beberapa menit). Ketika dia sudah cukup, cukup membuka mata, berdiri, dan terima grup.

Kualitas suasana dan peduli umumnya akan menentukan proporsi orang siap untuk relawan. Di atas 80% biasanya merupakan tanda dari kelompok cukup sehat. Sebagai menanyai atau intervensi jika grup tidak menciptakan suasana yang percaya, aku sudah minta orang untuk tingkat individu dari 10 bagaimana mereka merasa didukung oleh kelompok - dan tunjukkan ke grup dengan memegang jumlah jari . Hal ini memungkinkan fasilitator untuk menarik lebih objektif mana orang-orang merasa didukung dan apa lagi kelompok yang mungkin dilakukan untuk mendukung lebih banyak orang.

Peralatan..: sebaiknya dengan luas tanah lunak untuk jatuh, misalnya, rumput.
Waktu: ~ 5 menit per orang dalam kelompok
Gambaran singkat:
Dalam kelompok sekitar 8, seseorang di tengah menutup / nya mata, melakukan "kepercayaan ramping" dan "lulus sekitar" grup. Membutuhkan baik fasilitasi dan kelompok cukup matang.

Flying Fox

Flying Fox adalah kegiatan di mana seseorang tergelincir tali dari ketinggian tertentu ke lantai dasar, tindakan berasal dari kegiatan militer yang kemudian berkembang menjadi salah satu acara di otbound. Dalam tiga tahun terakhir kegiatan ini menjadi kegiatan Flying Fox yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas di Indonesia karena biasanya disediakan di tempat di mana rekreasi.
Faktor Keselamatan dalam Flying Fox harus benar-benar dianggap sebagai pemeriksaan rutin peralatan yang digunakan. Harap dicatat bahwa peralatan yang digunakan biasanya dipasang secara permanen tempat-tempat tertentu yang terkena panas, hujan dan cuaca sehari-hari. Risiko tertinggi adalah memecah string transportasi, dan akan menyebabkan seseorang jatuh. Kejadian kecelakaan Flying Fox di daerah sekitar Candi Borobudur di Magelang dan menyebabkan kematian pengguna.
Borobudur di Magelang dan menyebabkan kematian pengguna.
Untuk mengembangkan alat Flying Fox tidak begitu mahal saat itu lahan yang tersedia, biaya sangat mahal , peralatan biasanya meliputi menara utama, transportasi tali, menerapkan, carabiner, tali navigasi, dll. Karena biaya tidak terlalu mahal jadi sekarang banyak tempat rekreasi menyediakan kegiatan Flying Fox. Ini merupakan pasar layanan yang cukup populer karena pengunjung rata-rata disukai oleh anak-anak
Hampir semua resor di Indonesia yang memiliki acara outbound biasanya dilengkapi dengan kegiatan Flying Fox. Orangtua umumnya mendukung acara karena Flying Fox dinilai sangat positif untuk menguji keberanian mereka dan anak-anak mereka serta hiburan untuk anak-anak. Transportasi rata-rata panjang dari string dengan menggunakan ketinggian 100m dengan menara utama sekitar 8 sampai 12m.


Monday 2 May 2011

Remaja, Mencari Identitas dan Pengakuan

Tidak sedikit orang tua yang mengeluhkan anak remajanya susah diajak bicara dan perilakunya sukar dimengerti. Ada dua hal utama yang menjadi perhatian remaja. Pertama, identitas dan kepribadian. Sedang yang kedua, remaja membutuhkan pengakuan.
1. Identitas dan Kepribadian
Anak remaja memang seperti itu. Mereka akan berusaha tampil seperti idolanya. baik penampilan idolanya, gaya hidupnya bahkan sikap dan tingkah laku sang idolapun selalu di tiru.Hal terlihat bahwa anak remaja memang sedang mencari identitas diri. Yang pasti, idolanya satu tokoh yang dianggapnya keren, gagah, dan populer. Apakah orang tua pernah menyediakan waktu untuk berbicara secara jujur dan terbuka dengan anak remajanya sehingga mengerti benar apa yang ada di dalam pikiran dan perasaan, serta kerinduan hatinya?
Tidak sedikit orang tua yang menghadapi kesulitan karena sibuk bekerja, baik di luar maupun di dalam rumah sehingga tidak tersedia cukup waktu untuk berbicara dengan anak remajanya. , mitos yang dipegang kebanyakan orang tua bahwa anak kelak juga akan mendapat pengertian sendiri sesuai dengan tingkat kedewasaan umurnya.
Sesungguhnya, remaja sangat membutuhkan bimbingan dan arahan untuk hidupnya. Berikan bimbingan dan pengarahan kepada remaja dengan kasih, tetapi tegas. Hindari cara memerintah dengan keras. Usahakan berbicara dengan sabar perihal hak dan tanggung jawab, pendidikan dan disiplin, juga hukum tabur-tuai. Misalnya, setiap sore ingatkan untuk menyelesaikan tugas sekolah, menyiapkan perlengkapan sekolah dan menaruh di meja belajarnya. Baru keesokan paginya diperiksa kembali sebelum dimasukkan ke dalam tas. Dengan cara itu, diharapkan tidak ada perlengkapan yang tertinggal. Demikian juga harus terus-menerus diingatkan untuk menyimpan pakaian, tas, sepatu di tempat yang disediakan agar tidak menimbulkan kesulitan ketika diperlukan.
Pembentukan kepribadian dapat diperoleh melalui didikan dan disiplin yang terus-menerus dengan sentuhan kasih. Didikan yang dimaksud bukanlah belajar di sekolah, melainkan didikan orang tua kepada anak sejak balita, anak-anak, dan remaja menuju dewasa. Remaja, bahkan sejak anak-anak, harus banyak mendapat didikan, pemberitahuan, informasi, nasihat, teguran, bahkan jangan dihindarkan hajaran atau disiplin bilamana diperlukan. Hajaran atau disiplin itu bisa berupa suatu hukuman tidak diberi uang saku untuk sementara waktu.
2. Remaja Butuh Pengakuan
Ada orang tua yang menyebutkan anak remajanya sangat cinta teman. Hampir sepanjang hari dan malam bersama teman-temannya sehingga sangat sedikit waktu berada di rumah, kecuali untuk tidur malam saja.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Orang tua harus mampu meneropong penyebab yang mengakibatkan perilakunya demikian. Remaja mendapat tempat dan pengakuan sebagai satu pribadi, baik dalam hal mengemukakan pendapat maupun dalam mengekspresikan dirinya di antara sesama temannya. Mereka dapat dengan leluasa berbicara dengan sesamanya, dapat bercerita asyik mengenai idolanya, hobi, dan kesukaannya tanpa takut dicemoohkan atau diremehkan.
Seorang remaja dengan jujur mengakui bahwa ia merasa lebih tenang dan khusyuk berdoa di gereja tetangganya daripada di gedung gereja lingkungannya sendiri di mana orang tuanya bergabung. Hal seperti ini memungkinkan terjadi di kota-kota. Janganlah hal seperti itu dipandang sebagai satu kesalahan yang perlu dicela, melainkan yang terpenting ialah bagaimana kita menyikapinya.

SNMPTN JALUR UJIAN TERTULIS/KETERAMPILAN


SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI (SNMPTN) TAHUN 2011
JALUR UJIAN TERTULIS/KETERAMPILAN

I. PERSYARATAN DAN KETENTUAN
A. Seleksi
1. Lulus Ujian Nasional SMA/MA/SMK/MAK atau yang setara tahun 2009, 2010, dan 2011. Bagi lulusan ahun 2009 dan 2010, memiliki ijazah SMA/MA/SMK/MAK atau yang setara dan bagi lulusan tahun 2011 telah memiliki Surat Keterangan Lulus (SKL) dari Kepala Sekolah yang dilengkapi dengan pasfoto yang bersangkutan dan dicap.
2. Memiliki kesehatan yang memadai, sehingga tidak mengganggu kelancaran proses pembelajaran di perguruan tinggi.
3. Tidakbutawarnabagi program studitertentu.
B. Penerimaan
Lulus Ujian Nasional, lulus ujian tertulis dan atau keterampilan SNMPTN 2011, sehat, dan memenuhi persyaratan lain yang ditentukan oleh masing-masing PTN penerima.

II. CARA PENDAFTARAN UJIAN TERTULIS DAN ATAU KETERAMPILAN
Pendaftaran SNMPTN jalur ujian tertulis dan /atau keterampilan dilakukan oleh calon peserta secara online melalui internet darimanapun.
III. LINTAS WILAYAH
Peserta ujian dapat memilih Program Studi di setiap PTN di luar wilayah tempat peserta mengikuti ujian. Tempat ujian tidak merupakan kriteria penerimaan, sehingga peserta ujian tidak harus mengikuti ujian di tempat Program Studi atau PerguruanTinggi Negeri yang menjadi pilihannya. Peserta dapat memilih lokasi ujian yang dikehendaki.

IV. JENIS UJIAN
1. Ujian Tertulis
a. Tes Potens iAkademik (TPA)
b. Tes Bidang Studi Prediktif (TBSP):
i. Tes Bidang Studi Dasar terdiri atas mata ujian Matematika Dasar, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.
ii. Tes Bidang Studi IPA terdiri atas mata ujian Matematika, Biologi, Kimia, dan Fisika.
iii. Tes Bidang Studi IPS terdiri atas mata ujianSosiologi, Sejarah, Geografi, dan Ekonomi.
2. Ujian Keterampilan untuk program studi di bidang ilmu keolahragaan dan/atau kesenian.

PENYELENGGARAAN UJIAN KETERAMPILAN UNTUK PROGRAM STUDI OLAH RAGA DAN SENI
Pesertaujian yang memilih program studi Keolahragaan dan/atau Kesenian diwajibkan mengikuti Ujian Keterampilan yang dilaksanakan dua hari setelah pelaksanaan ujian tertulis.
Peserta Ujian Keterampilan dapat mengikuti ujian di perguruan tinggi negeri (PTN) yang memiliki program studi yang mempersyaratkan Ujian Keterampilan sesuai dengan pilihan peserta atau PTN terdekat dari tempat pendaftaran peserta yang memiliki program studi yang mempersyaratkan Ujian Keterampilan sesuai dengan pilihan peserta. Program studi penyelenggara secara lengkap dapat dilihat pada Daftar Program studi di laman (website) SNMPTN 2011.

JADWAL PENDAFTARAN DAN UJIAN
Pendaftaran : 2 - 24 Mei 2011
Ujian Tertulis Selasa, 31 Mei 2011 : TesPotensiAkademik
TesBidangStudiDasar
Rabu, 1 Juni 2011 : TesBidangStudi IPA
TesBidangStudi IPS

Ujian Keterampilan
Ujian Keterampilan dilaksanakan pada tanggal 3 dan 4 Juni 2011.


PEMBOBOTAN HASIL UJIAN
. Program Studi yang tidak mengadakan Ujian Keterampilan, proporsi bobotnya adalah sebagai berikut:
1. Tes Potensi Akademik (TPA) : 30%
2. Tes Bidang Studi Prediktif (TBSP) : 70%
B. Program studi yang mengadakan Ujian Keterampilan, proporsi bobotnya adalah sebagai berikut:
Program studikeolahragaan:
1. UjianTulis : 50%
2. UjianKeterampilan : 50%
Program studikesenian:
3. UjianTulis : 40%
4. UjianKeterampilan : 60%

II. PENILAIAN HASIL UJIAN TERTULIS
Penilaian hasil ujian menggunakan ketentuan sebagai berikut:
Jawaban BENAR : + 4
Jawaban SALAH : - 1
TidakMenjawab : 0
Setiap mata ujian akan dinilai berdasarkan peringkat dengan skala nol sampai seratus sebelum nilai tersebut dijumlahkan dengan nilai mata ujian lainnya. Oleh karena itu, setiap mata ujian harus dikerjakan sebaik mungkin dan tidakada yang diabaikan.

III. KELOMPOK UJIAN TERTULIS
Kelompokujian SNMPTN terbagimenjadi 3 (tiga):
1. KelompokUjian IPA
2. KelompokUjian IPS
3. KelompokUjian IPC
Setiap peserta dapat mengikuti kelompok Ujian IPA, IPS, atau IPC tidak harus sesuai dengan jurusan SMA/MA/SMK/MAK yang bersangkutan.
KELOMPOK PROGRAM STUDI DAN JUMLAH PILIHAN
A. Program Studi yang ada di Perguruan Tinggi Negeri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Program Studikelompok IPA dan IPS.
B. Setiap peserta kelompok ujian IPA/IPS dapat memilih sebanyak-banyaknya dua program studi sesuai dengan kelompok ujian yang diikuti.
C. Setiap peserta kelompok ujian IPC dapat memilih tiga program studi dengan catatan sekurang-kurangnya satu program studi kelompok IPA dan satu program studi kelompok IPS.
D. Urutan pilihan Program Studi merupakan prioritas pilihan.
E. Peserta ujian yang memilihhanya satu program studi boleh memilih program studi dari PTN di wilayah mana saja (lintas wilayah).
F. Pesertaujian yang memilihdua program studiataulebih, salahsatu program studitersebutharusmerupakan program studidari PTN yang berada dalam satu wilayah dengan tempat peserta mengikut ujian. Pilihan yang lain dapat merupakan program studi dari PTN di luar wilayahnya (lintas wilayah).
G. Daftar program studi, daya tamping tahun 2011, dan jumlah peminat tahun 2010 akan dicantumkan dalam Buku Panduan Peserta yang dapat dilihat di laman (website)http://www.snmptn.ac.id.

II. BIAYA UJIAN TERTULIS DAN KETERAMPILAN
A. Rp150.000,00 (Seratus lima puluhribu rupiah) per peserta untuk kelompok IPA atau Kelompok IPS.
B. Rp175.000,00 (Seratus tujuhpuluh lima ribu rupiah) per peserta untuk kelompok IPC (IPA + IPS).
C. Rp150.000,- (Seratus lima puluhribu rupiah) per peserta per ujian keterampilan bagi yang memilih program studi yang mempersyaratkan ujian keterampilan.
D. Biaya tersebut disetorke Bank Mandiri. Biaya yang sudah disetor tersebut tidak dapat ditarik kembali dengan alasanapapun.

III. MEKANISME PENDAFTARAN UJIAN TERTULIS DAN ATAU KETERAMPILAN
Pendaftaran online dapat dilakukan dari manapun melalui website http://ujian.snmptn.ac.id dengan tata cara sebagai berikut:
A. Calon peserta membayar biaya ujian mulai tanggal 2 Mei 2011 pukul 08.00 WIB sampai dengan 24 Mei 2011 pukul 12.00 WIB melalui Loket/ATM/Internet Banking Bank Mandiri. Pendaftaran secara online ditutup pada tanggal 24 Mei 2011 pukul 16.00 WIB.
B. Ketika melakukan pembayaran, calon peserta harus memasukkan nomor kartu identitas calon peserta (KTP/SIM/Paspor Indonesia/KartuKeluarga) dan memilihk elompok ujian yang dikehendaki (IPA/IPS/IPC). Khusus bagi yang menggunakan paspor sebagai identitas diri, pembayaranhanya dapat dilakukan melalui Loket atau Internet Banking.
C. Setelah melakukan pembayaran, calon peserta akan menerima bukti pembayaran yang berisi: (a) Nomor Identitas calon peserta, dan (b) PIN SNMPTN sepanjang 16 karakter.
PERHATIAN: Nomor Identitas dan PIN SNMPTN ini bersifat sangat rahasia, tidak boleh diperlihatkan pada orang lain dan hanya dapat dipergunakan untuk melakukan pendaftaran online satu kali saja. Konsekuensi kelalaian menjaga kerahasiaan informasi tersebut sepenuhnya menjadi tanggungjawab calon peserta.
D. Calon peserta melakukan pendaftaran secara online (melalui Internet) dengan mengunjungi website dengan alamat http://ujian.snmptn.ac.id dan memilih menu Pendaftaran. Untuk melakukan pendaftaran secara online, calon peserta harus menyiapkan:
. Buktipembayaran.
a. Kartu identitas yang dipakai ketika melakukan pembayaran.
b. Fotokopiijazah/tanda lulus.
c. File pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm (terbaru), berformat JPG atau PNG, dengan ukuran maksimum 100 KB.
1. Calon peserta harus melakukan Login dengan memasukkan Nomor Identitasdan PIN SNMPTN yang tercantum dalam bukti pembayaran.
2. Calon peserta mengisi borang (formulir) pendaftaran online sesuai dengan petunjuk yang ada secara benar. Semua informasi yang diisikan dalam boring ini harus benar. Kesalahan/kecurangan dalam pengisian boring ini berakibat pembatalan penerimaan di PTN yang dituju.
3. Calon peserta harus menyimpan dan mencetak file Kartu Bukti Pendaftaran online.
4. Calon peserta menandatangani Kartu Bukti Pendaftaran tersebut. Kartu Bukti Pendaftaran yang telah ditandatangani berlaku sebagai Kartu Tanda Peserta SNMPTN 2011. Kartu ini harus disimpan dengan baik dan dibawa ketika mengikuti ujian. Calon peserta telah resmi dinyatakan sebagai peserta ujian SNMPTN 2011.
Tutorial tata cara pendaftaran ujian tertulis dan atau keterampilan dapat diunduh (download) di website dengan alamat http://www.snmptn.ac.id mulai tanggal 25 Januari 2011.

INTEGRASI PROGRAM BIDIK MISI
Padatahun 2011, Program BantuanBiayaPendidikan (BidikMisi) dariKementerianPendidikanNasionalbagisiswa SMA/SMK/MA/MAK diintegrasikankedalampolaseleksi SNMPTN. Ketentuanlebihlanjutmengenai program BidikMisiinidapatdilihatdalam lamanhttp://bidikmisi.dikti.go.id.
PENGUMUMAN HASIL UJIAN TERTULIS DAN/ATAU KETERAMPILAN
Hasilujiantertulisdan/atauketerampilandiumumkan di website dengan alamathttp://www.snmptn.ac.id yang dapatdiaksespadahariKamis, 30 Juni 2011 mulaipukul 00.00 WIB.

LAMAN (WEBSITE) RESMI DAN ALAMAT PANITIA PELAKSANA
A. Laman (website) resmi SNMPTN 2011 adalah http://www.snmptn.ac.id. Segalai nformasi mengenai SNMPTN dapat diakses melalui website tersebut.
B. Calon peserta juga dapat memperoleh informasi melalui akun twitter SNMPTN: @snmptn2011
C. Alamat Panitia Pelaksana SNMPTN 2011 adalah Gedung Rektorat IPB lantai 2 Kampus IPB Darmaga, Bogor. Telp/Fax. (0251) 8423068 ; e-mail: panitia@snmptn.ac.id.
D. Informasi dan tata cara pendaftaran dapat ditanyakan melalui HALO SNMPTN 2011(Call Center) : 0804-1-450-450

II. LAIN-LAIN
Segala perubahan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan SNMPTN 2011 akan diinformasikan melalui laman (website) SNMPTN 2011 dan menjadi bagian dari Pedoman Operasional Baku (POB) SNMPTN 2011.


III. ALUR PENDAFTARAN UJIAN TERTULIS/KETRAMPILAN